7 | you okay?

3.2K 339 167
                                    

Jihane sengaja tidak beranjak dari tepi ranjang. Pandangan Jihane tak lepas dari pintu tak jauh dari tempatnya duduk. Kedua tangan dan kaki gadis itu terus saja bergerak gelisah.

Dua puluh menit sudah, Aghni belum juga keluar. Selama ini, baik Jihane maupun Aghni sama-sama tahu, Jihane lah yang paling lama jika berkaitan dengan urusan kamar mandi. Ada serangkaian kegiatan remeh-temeh yang harus Jihane lakukan. Hal itu juga yang membuat Aghni lebih suka mandi lebih awal ketimbang Jihane. Kalau Aghni sendiri, selama-lamanya Aghni tak pernah lebih dari lima belas menit.

Entah sudah berapa kali Jihane menahan diri untuk tidak menerobos masuk. Satu sisi, Jihane sadar Aghni butuh privasi. Namun, sisi lainnya berkata kekasihnya itu sedang tidak baik-baik saja. Tidak seharusnya Jihane ikut mendiamkan Aghni. Beberapa waktu lalu, setelah puas menangis di pundaknya, Aghni tiba-tiba saja bangkit, lalu berjalan gontai menuju kamar mereka, meninggalkan Jihane yang hanya bisa terbengong-bengong memandanginya.

Oke, sekarang! Jihane tak lagi sanggup. Terserahlah bagaimana respons Aghni nantinya. Jihane hanya butuh memastikan langsung keadaan kekasihnya itu.

Kucuran air shower tak lagi terdengar. Senyap. Terlalu hening. Perlahan-lahan, Jihane membuka pintu kamar mandi yang rupanya tak dikunci. Jihane menemukan perempuan yang sejak tadi membuatnya menanti berdiri di hadapan wastafel. Tatapan Aghni nanar tertuju lurus ke cermin berbentuk oval di depannya. Rambut pendeknya basah kuyup, sementara tubuh telanjangnya dibalut jubah mandi berwarna putih.

Jihane membiarkan intuisi menuntun gerak kakinya. Tertinggal satu langkah lagi dan Jihane memutuskan berhenti. Tanpa suara, Jihane ikut memandangi pantulan diri mereka. Jihane menghela napas lega ketika Aghni memilih tak menghindari matanya. Itu saja sudah lebih dari cukup—setidaknya untuk saat ini. Kala dirasa Aghni tak akan melakukan perlawanan, Jihane menjejak jarak terakhir yang tersisa.

"Sayang ...." Kedua lengan Jihane menyusup di bawah ketiak Aghni, melingkari pundak sang kekasih. "Are you okay?" Jihane mengecup hangat sisi kepala sang kekasih sebelum melekatkan dagunya di bahu Aghni.

Aghni diam. Pelupuk mata Aghni menutup sekian jenak. Aghni lalu mengurai dekapan Jihane. Tanpa kata Aghni meminta Jihane memundurkan tubuhnya demi memberi Aghni ruang untuk berbalik. Kini keduanya berdiri berhadap-hadapan. Sorot Aghni menyelia sosok di hadapannya. Pada Jihane yang, Aghni tahu, hanya mengenakan bra dan panties di balik kaus putih sebatas lututnya. Napas berat Aghni berembus. Aghni lalu meraih pinggang Jihane untuk mendekat padanya.

"I'm good," ujar Aghni setelah mengecup sudut bibir Jihane.

Jihane tentu saja tak percaya. Apalagi senyum Aghni jelas-jelas terlihat dipaksakan.

Jihane menggerakkan tangan kanannya untuk mengusap lembut rambut basah Aghni. Jihane juga merapikan helaiannya yang menempel di sisi wajah dan menyelipkannya ke belakang telinga. "Kamu mandinya lama. Aku khawatir."

"Kenapa nggak disusulin?"

"Emang boleh?"

Aghni hanya tertawa kecil.

Begitu saja Jihane tahu jawabannya. Namun, ini bukan saatnya ngambek. Aghni lebih membutuhkan keberadaan dan pengertian Jihane saat ini. Diperdaya ego hanya akan membuat keadaan semakin rumit. Alih-alih mengurai benang kusut, yang ada hubungan mereka semakin membeku.

"Wanna share something to me?" tanya Jihane dengan nada dan gestur sama lembutnya.

"Apa?"

"Anything." Jihane mengedikkan bahu. "Apa pun yang ngebuat kamu ninggalin aku di tengah-tengah." Tentu saja yang Jihane maksud adalah kejadian di sofa bed lebih dari tiga puluh menit lalu. Saat mereka saling berbagi kepuasan. "Apa ini ada hubungannya sama ... Julian?"

#2 When You Love the Same PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang