28 | stoples kaca

2.1K 311 156
                                    

Pukul sebelas siang, masih di kamar Jihane, suasana tenang—sesekali diisi dengan dengkuran halus—menyelimuti. Di antara keduanya, Jihane bangun lebih awal. Kelopak mata perempuan cantik itu bergerak-gerak sampai akhirnya Jihane membuka mata seutuhnya. Sebelah tangan Jihane yang bebas terulur ke nakas, meraih ponsel pintarnya.

Jihane sedikit terpegun. Tak ingin membangunkan Aghni, Jihane melepaskan diri pelan-pelan. Jihane menatapi wajah tenang Aghni kala terlelap. Satu pemandangan yang ingin Jihane rekam sebaik-baiknya, kemudian dimasukkan dalam stoples kaca, yang suatu hari bisa Jihane buka kembali ketika dia merindukan sosok satu ini.

Bibir Jihane membentuk senyuman teduh. "I love you, Nin," bisik Jihane diikuti kecupan pada kening Aghni.

Sekeluarnya dari kamar, Jihane langsung menuju ruang makan. Satu bangunan yang terpisah dari rumah utama. Jihane dan keluarganya menyebutnya pendopo. Meskipun, jika biasanya pendopo terletak di bagian depan rumah, pendopo versi keluarga Chedid berada di bagian belakang. Bangunan yang terbilang cukup luas dan terbuka itu dihuni dengan meja kayu panjang dan banyak kursi mengitari.

"Hai, Mah," Jihane menyapa sang mama. "Mau bilang morning, tapi udah siang."

Wanita cantik versi Jihane dua puluh enam tahun lebih tua itu terkekeh. Diacaknya puncak kepala sang anak. "Lanjut tidur lagi?" tanya Mama sambil mengulurkan sepiring omelette pada Jihane.

"Thank you, Mama sayang," ucap Jihane diiringi senyum manis. "Hehehe. Iya." Tangan Jihane dengan cekatan meraih botol saus sambal dan menuangkan di atas piringnya. Kalau boleh jujur, bagian seperti ini yang Jihane rindukan dari rumah. Bagaimana mamanya memperlakukannya, memanjakannya, sekalipun Jihane bukan lagi gadis kecil sang mama.

"Terus, Aghni-nya mana, Ji? Nggak diajak makan sekalian?"

"Masih tidur, Mah. Jiji nggak tega banguninnya," Jihane menjawab usai suapan pertamanya.

Ibu Chedid menempatkan diri di kursi di seberang Jihane. Wanita itu tidak melakukan apa-apa selain memperhatikan sang anak. Putrinya yang telah tumbuh dewasa, yang jauh dari rumah, tetapi sampai kapan pun akan tetap menjadi manusia kesayangannya. "Mama suka Aghni, deh. Dia kelihatannya baik dan sopan anaknya."

Jihane memang kerap bercerita mengenai Aghni. Sahabat, itu yang Mama tahu. Tentang Jihane yang tinggal di apartemen Aghni, juga tentang Aghni yang memiliki banyak peran di hidup Jihane. Pernah pula Jihane membagikan potret kebersamaannya dan Aghni, mengirim via WhatsApp ke kontak Mama, saat mereka liburan di Lombok kapan hari itu. Namun, hanya itu. Hanya satu foto.

Interaksi di antara Aghni dan Mama tak pernah benar-benar terjalin. Itu sebabnya tak salah bila sang Mama tak mengenali Aghni di perjumpaan pertama mereka. Mama hanya tahu nama dan kisah, tetapi tak sungguh-sungguh pernah mengenali seutuhnya perempuan tercintanya Jihane itu.

"Aghni memang sebaik itu, kok, anaknya." Jihane mengulum senyum.

Entah bagaimana ekspresi Jihane yang terbaca oleh Mama, tetapi bagi Jihane sendiri hatinya begitu hangat saat ini. Setidaknya Aghni mendapat respons positif dari orangtuanya. Meskipun Jihane tak begitu yakin mamanya akan tetap seperti ini andai mengetahui hubungan yang sebenarnya menjembatani antara Jihane dan Aghni. Dan, untuk kali ini saja, Jihane tak mau ambil pusing. Biarlah. Nanti pasti ada saatnya.

"By the way, Mah, I can't imagine if I was in Aghni's position," tutur Jihane pelan dengan kepala menunduk. Tetiba saja Jihane kehilangan selera makan. Telur dadar yang telah dipotong-potong kecil itu hanya disentuh main-main dengan ujung sendok alih-alih disuapkan ke mulut. "Jiji nggak bisa bayangin gimana sakitnya kehilangan orang yang Jiji sayang."

Ibu Chedid tersenyum, kemudian berpindah ke kursi di sebelah Jihane. Diraihnya tangan Jihane untuk digenggam. "Nggak ada kehilangan yang nggak sakit, Sayang. Tapi, hidup memang tentang datang dan pergi. Saat ini waktunya Mbah Kung-nya Aghni. Besok, lusa, besoknya lagi, kita nggak tahu gilirannya siapa."

#2 When You Love the Same PersonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang