Hari terakhir di Lombok.
Pukul sembilan pagi dua pasangan muda dengan wajah segar selepas tidur nyenyak semalam tampak berdiri di depan resort. Berbeda dengan dua hari sebelumnya, kali ini mereka sengaja tidak menggunakan kendaraan roda empat yang disewa dan sepakat untuk berjalan kaki menyusuri sepanjang Mandalika Beach. Tujuan mereka adalah Taku Resto & Bar, yang berlokasi di tepi pantai, jaraknya sekitar 2 kilometer dari Novotel Lombok Resort and Villas.
Karena tidak sedang dikejar apa-apa dan sudah sarapan sepagian di hotel, Aghni, Jihane, Abi, dan Dex sengaja berjalan santai. Sesekali berhenti jika ada yang menarik perhatian. Atau, sekadar mengambil potret. Entah hanya diri sendiri, dengan pasangan masing-masing, berempat bersama-sama, maupun pemandangan indah yang tersaji di depan mata.
Empat puluh menit kemudian tibalah mereka di tujuan.
Sesuai permintaan, mereka mendapat meja dengan formasi empat pengunjung. Aghni dan Jihane duduk di sofa merah yang menghadap langsung ke pantai, sementara Abi bersama Dex di sofa biru di sisi sebelah kanan. Dengan alasan belum lapar, keempatnya hanya memesan camilan dan kopi sebagai pendamping. Sesekali mereka asyik tenggelam dalam obrolan, tak jarang juga sekadar diam menikmati alunan musik dari pertunjukkan group band tak jauh di belakang mereka.
Diam-diam Dex mencuri lirik ke arah pasangan Aghni-Jihane di antara kesibukannya dengan ponsel dalam genggamannya. Jihane yang tak sungkan menunjukkan kemesraan. Ada saja yang gadis itu lakukan. Menggenggam tangan Aghni tak berkesudahan, bersandar manja di pundak Aghni, atau sesekali bercanda yang membuat keduanya berakhir saling tergelak.
Berbeda sekali dengan Dex dan Abi.
Meskipun duduk bersebelahan, masih ada cukup celah di antara mereka. Dex tahu Abi menahan diri. Dex terlalu mengenal Abi. Kekasihnya itu pasti menaruh iri pada Jihane. Meskipun tak diucap, Dex bisa menduga Abi juga ingin seperti Jihane.
Di awal-awal kedekatan, Abi sempat melayangkan protes. Abi ingin hubungan normal pada umumnya. Namun, sejak awal pun Dex telah berterus terang bahwa dia tak bisa memberikan itu. Keduanya sempat bersitegang. Sampai kemudian Abi dan Dex sama-sama menyadari tak bisa hidup terpisah. Akhirnya mereka sepakat untuk kembali menjalin kasih dengan semua syarat dan ketentuan berlaku.
"Udah kayak voucher diskonan, Bi. Hahahaha." Begitu tanggapan Aghni sewaktu Abi bercerita.
"Sayang," panggil Jihane pada Aghni. Jihane menegakkan tubuhnya. Kepala perempuan itu menoleh ke kanan dan kiri. "Mau ke toilet."
"Mau ditemenin?"
"Nggak apa, bisa sendiri, kok."
Usai Jihane berlalu, Aghni mengecek ponselnya yang sejak tadi terabaikan di saku celana pendeknya. Tidak ada notifikasi apa-apa. Ibu yang dihubungi Aghni tadi pagi belum juga menelepon balik. Pikir Aghni, ibunya pasti sangat sibuk. Tak biasanya Ibu tak menerima panggilan dari Aghni dan mengabaikan sekian jam seperti ini, kecuali memang ponsel Ibu tidak sedang bersamanya.
"Kita go ke bandara jam berapa, Ni?"
Aghni menyimpan kembali ponsel ke tempat semula. "Paling lambat jam setengah tujuh, kata Jihane," sahut Aghni pada pertanyaan Dex. "Flight kita jam 19.50." Waktu yang dibutuhkan dari hotel ke bandara sekitar tiga puluh menit. Masih ada kurang dari satu jam untuk menunggu boarding time dibuka.
"Tapi udah web check-in, kan?" Abi ikut menimpali.
"Udah, kok. Aman."
Ketiganya kembali saling diam.
Di saat itulah Aghni melihat sosok yang tak asing baginya. Aghni menajamkan mata, yakin benar dia tak salah orang. Aghni menepuk lutut Abi, meminta atensi pemuda itu. "Kalau Jihane balik dan cari gue, gue ke sana bentaran." Aghni menunjuk titik yang dimaksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
#2 When You Love the Same Person
FanfictionWhen you love the same person, would you stay there? [24/05] #665 fiksi out of 135k stories [15/04] #11 romancestory out of 2,4k stories [10/02] #1 aghninyhaque out of 147 stories