"Ck! siapa sih yang dateng, gak liat apa diluar lagi hujan deras." Bella mendengus sebal.
Suara ketukan pintu makin kencang, mungkin karena tuan rumah tak kunjung membukakan pintu.
"Iyaa! Sebentar," teriak Bella.
Ceklekk
Bella terkejut ketika membukakan pintu. Desya sahabatnya sedang berdiri di depan pintu dengan keadaan yang mengenaskan. Tubuhnya yang basah serta menggigil dengan tangan yang ia silang di dada.
"Desya! Lo kenapa? Ngapain hujan-hujanan gini! Masuk cepetan entar lo sakit!" sungguh Bella sangat khawatir sekarang.
Bella menuntun Desya untuk masuk kedalam. Namun baru beberapa langkah, tubuh Desya ambruk begitu saja. Bella langsung menahan tubuh Desya agar tidak terjatuh.
"Desya lo kenapa? Jangan bikin gue khawatir gini Des," Bella menepuk-nepuk pipi Desya. Namun Desya tak kunjung bangun. Membuat Bella semakin khawatir.
"Pak Asep!" Bella berteriak memanggil security di rumahnya.
Pak Asep langsung datang karena mendengar teriakan Bella. "YaAllah non, ini siapa? Kok tiduran disini?" tanya Pak Asep.
"Pak Asep jangan banyak tanya. Tolongin temen Bella dulu, tolong angkatin temen Bella," ucap Bella.
Pak Asep langsung menuruti ucapan Bella. Ia menggendong Desya ala bridal style lalu pergi menuju kamar Bella. Bella mengikuti pak Asep di belakang.
Sesampainya di kamar Bella, pak Asep merebahkan Desya dikasur.
"Pak, tolong telepon dokter Nita. Cepetan pak jangan lama!" ucap Bella.
"Siap, bapak pamit dulu kalau begitu."
Bella duduk di tepi kasur, tangannya terulur untuk mengelus lembut kepala Desya. Bella terkejut ketika melihat tangannya sudah ada noda darah.
"Darah, Sial! Lo diapain Des, sampai kayak gini. Lo tenang aja Des, gue bakal kasih pelajaran buat dia sampai jera!"
***
"Tenang aja Bella, keadaan teman kamu sudah baik-baik saja, semua sudah tante obati, mungkin sebentar lagi dia akan sadar." ucap dokter Nita. Dokter Nita adalah dokter pribadi dari keluarganya.
"Makasih banyak tante, maaf kalau Bella ngerepotin," ucap Bella.
"Itu emang tugas tante sayang. Kalau gitu tante pamit dulu ya, tugas tante udah selesai kan?"
"Iya tante, sekali lagi makasih banyak."
Bella mengantarkan dokter Nita hingga depan pintu.
***
EnghhhDesya membuka matanya perlahan, ia mengedarkan pandangannya. Ia baru ingat sekarang dirinya sedang berada dikamar Bella.
Desya meringis pelan memegangi kepalanya yang terasa pusing. Ia berusaha bersandar pada kepala ranjang.
Ceklekk
"Eh, lo ngapain! Bentar biar gue bantu," Bella menaruh nampan yang berisi makanan pada meja, Bella menghampiri Desya yang tengah kesulitan untuk bersandar. Bella menaruh bantal terlebih dahulu lalu membantu Desya untuk bersandar pada kepala ranjang.
"Sorry Bel, gue selalu ngerepotin lo," ucap Desya.
"Ck! Akhirnya lo sadar juga,"
"Sekarang jawab pertanyaan gue, kenapa lo bisa kayak gini? Siapa yang ngelakuin ini semua sama lo?" lanjutnya.
Bukannya menjawab, Desya malah menundukkan wajahnya lalu menangis lirih. Bella yang mengerti pun langsung mengusap lembut punggung Desya.
"Gue ngerti. Lo bisa nangis sepuasnya sekarang, kalau lo udah tenang tolong cerita ke gue, jangan mendem semuanya sendiri. Gue gak bisa liat lo kayak gini Des." Bella memeluk Desya erat. Karena terbawa suasana, Bella akhirnya ikut menangis.
Sekarang Desya sudah mulai tenang, walau masih sesenggukan sedikit. Desya menghapus jejak air mata di pipinya lalu menarik nafas perlahan. Ia mulai menceritakan kejadian yang menimpanya hari ini kepada Bella. Selama bercerita, Desya sekuat tenaga menahan agar air matanya tidak jatuh. Jujur saja, ia tidak mau dianggap lemah hanya karena menangisi seorang laki-laki.
"Gue gak nyangka ayah gue bisa kayak gini Des, gue kecewa banget sama dia." Bella mengepalkan tangannya setelah mendengar cerita Desya, ia harus memberikan pelajaran untuk ayahnya nanti.
"Gue gapapa Bel. Semua ini juga pasti salah gue, gue yang terlalu berharap. Mungkin bokap lo gak suka sama kehadiran gue. Lo boleh kecewa sama dia tapi jangan sampai benci, inget gimana pun sikap dia, dia tetep bokap lo. Apalagi dia bisa jadi ayah sekaligus ibu buat lo selama bertahun-tahun," Desya memegang kedua tangan Bella dengan erat.
"Bahkan di keadaan yang kayak gini lo masih bisa mikirin tentang perasaan bokap gue. Lo bener-bener baik Des," ucap Bella.
"Masalahnya udah selesai kan? Gue udah cerita sama lo, jadi gausah khawatir lagi. Mending kita nonton drakor aja. Capek gue dari tadi nangis mulu," Desya mengambil laptop milik Bella di meja. Dirinya ingin beristirahat sejenak. Ia tidak ingin mengingat kejadian yang terjadi pada siang hari tadi.
Bella terkekeh pelan. Ia menyandarkan kepalanya pada bahu Desya lalu ikut menonton bersama Desya.
"Lo tenang aja Des, gue bakalan ngasih pelajaran ke ayah gue biar dia nyesel. Cih! Dasar belagu! Muka gak seberapa nyakitin nya luar biasa," batin Bella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Impian
Roman pour AdolescentsBerbagai cara ia lakukan, berharap sang duda akan luluh. Namun, ketika dirinya sudah menyerah karena tidak tahan dengan sikap yang sang duda lakukan kepadanya. Sang duda dengan terang-terangan malah memperjuangkannya. Padahal dirinyalah yang meminta...