D I | 20

7.5K 261 42
                                    


Happy Reading!!!

Aku mau ngucapin makasih banyak buat yang setia nunggu cerita ini up!

Satu hal, boleh kok kalian kasih saran asalkan dengan penyampaian yang baik. Aku juga baru pertama kali menulis, jadi tolong maafin sekiranya tulisan aku gak enak untuk di baca.

———

cup

cup

cup

Arsen mengecup seluruh permukaan wajah Desya. Setelahnya menarik kedua pipi Desya dengan gemas.

"Lucu banget sih kamu."

Desya semakin melengkungkan bibirnya. Wajahnya memerah dengan mata yang berembun. Arsen yang tak tega langsung menariknya ke dalam dekapan. Tangannya bekerja untuk mengelus punggung Desya seraya menenangkannya.

"Ssttt... Udah jangan kebanyakan nangis kamu baru sembuh loh Des, kalau sakit lagi bagaimana? Siapa yang mau ngurus?"

"Hiks... Makanya jangan pergi... Om kerja disini aja, jangan jauh-jauh.... Huaaa!!! Gak mau!! Desya gak mau di tinggal..."

Arsen menggoyangkan badannya berusaha untuk menenangkan Desya. Ia meringis pelan ketika punggungnya terasa sakit kala jari-jari Desya mencengkram-nya kuat.

"Loh, mana bisa. Bagaimana pun saya punya tanggung jawab, Desya. Kalau saya tidak bekerja, bagaimana dengan kebutuhan Bella dan kamu juga. Saya tahu kamu sering menggunakan kartu yang Bella pegang." goda Arsen.

SROTT

Desya mengeluarkan ingusnya pada baju Arsen. Seketika perasaan sedihnya berubah menjadi kesal. Enak saja Arsen bilang begitu! Walau sebenarnya memang iya sih. Tapi kan itu karena Bella yang selalu memaksanya. Desya yang notabennya suka gratisan mana bisa nolak lah.

Desya menatap tajam wajah tampan yang ada dihadapannya ini.

"Oh gitu! Jadi selama ini om gak ikhlas kalau uangnya Desya pakai! Om lebih ikhlas kalau uangnya di pakai sama tante-tante bohay yang ada di kantor om itu!" semprotnya marah.

"Bukan seper—"

"Halah, Alesan! Bilang aja emang naksir sama gunung gedenya. Udahlah, Desya mending cari om-om yang lain aja. Yang royal sama Desya, yang bisa ngasih kepastian bukan yang hobinya tarik-ulur perasaan Desya doang!" ujarnya.

Ketika Desya hendak pergi. Arsen menariknya kemudian mendorongnya hingga membentur dinding. Kedua tangannya Arsen gunakan untuk mengunci pergerakan Desya.

Desya berusaha menstabilkan jantungnya agar Arsen tak mendengar detak jantungnya yang menggila. Ia menahan nafas kala Arsen memajukan wajahnya. Bahkan Desya bisa mencium aroma mint yang begitu memabukkan. Semakin dekat. Desya menutup matanya.

"Saya tidak suka kamu berbicara macam-macam."

Arsen menarik pinggang Desya. Hal itu membuat Desya tersentak. Belum lagi dengan keduanya yang semakin tak berjarak.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Duda ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang