D I | 13

12.5K 487 66
                                    

Desya berdecak kagum. Matanya berbinar ketika melihat interior sebuah mall terbesar di jakarta. Rasanya ia tak percaya bisa menginjakkan kakinya di mall besar ini.

Dan jangan lupakan satu hal. Sedari tadi tangannya di genggam erat oleh Arsen. Desya membiarkannya, toh percuma jika ia meminta untuk dilepaskan jika ujung-ujungnya Arsen malah semakin mempererat genggamannya.

Arsen yang sedari tadi memperhatikan Desya terkekeh pelan. Menurutnya Desya seperti anak kecil yang mendapatkan sebungkus cokelat.

"Ayo," Arsen menarik Desya masuk kedalam toko branded.

Desya melotot. Tentu saja ia tahu mengenai toko branded ini. Ia sering melihat-lihat koleksi barang branded punya Bella dengan harga yang fantastic tentunya.

"Silahkan, kamu bebas pilih yang kamu suka. Tidak usah sungkan," Arsen mengacak-ngacak rambut Desya dengan gemas.

Desya menatap Arsen polos. Matanya menatap Arsen dengan ragu-ragu. Arsen yang mengerti arti tatapan Desya pun mengangguk.

"Woi Des! Sini deh, kayaknya dress ini cocok buat lo!"

Bella menghampiri Desya dengan sebuah dress ditangannya. Bella mencocokkan dress tersebut di tubuh Desya.

"Nah, benerkan lo cocok banget kalau pake ini," Bella berucap seraya tersenyum.

"Nih! Ambil," Bella memberikan dress tersebut pada Desya.

Desya dengan ragu-ragu mengambilnya. Ketika dress tersebut berada di tangannya, ia bisa merasakan lembutnya kain dress tersebut. Tangannya mengelus lembut dress itu. Namun, ia mengingat satu hal. Dengan tangan bergetar ia melihat price tag yang menempel di dress. Desya menelan ludahnya. Dalam hati ia berkata.

"Buset satu baju doang harganya bisa buat makan satu kelurahan," - batinnya.

"Enggak deh, Bel. Gue gak cocok kalau pake yang mahal-mahal gini." Desya mengembalikan dress tersebut pada Bella.

Bella mendelik, "Jangan insecure-an jadi orang!"

Arsen menaikkan satu alisnya, "Kenapa? Kamu tidak suka dengan dress itu. Tapi kalau dilihat dressnya sangat cocok untuk kamu," ucapnya.

Desya tersenyum kikuk, "Bukan gitu om. Tapi harga dress itu—"

"Kenapa? Kamu meragukan saya? Kamu takut saya tidak bisa membayar dress itu?" Arsen memotong ucapan Desya.

Desya menggelengkan kepalanya, "Bukan gitu om, Desya cuman— Ehmmm,"

Arsen menghela nafasnya kasar, "Mbak," Arsen memanggil salah satu pekerja.

"Saya minta beberapa baju yang cocok untuk dia dengan sepatu dan juga tasnya. Saya tunggu selama 30 menit disini." ucap Arsen.

"Baik, mas. Saya siapkan dulu, permisi."

Arsen memilih untuk menunggu di salah satu kursi. Selagi menunggu ia mengotak-ngatik handphonenya.

Bella menyenggol lengan Desya, "Lo sih! Bokap gue jadi bete kan. Kebiasaan kalau dikasih rejeki selalu nolak!" bisiknya.

"Bukan gitu, gue ngerasa gak enak. Gue juga harus tau diri dong, gak mungkin gue berperilaku seenaknya mentang-mentang bokap lo orang kaya." ucap Desya.

"Yaudah sih, setidaknya lo hargain perjuangan dia. Lo harus tau, bokap gue rela gak kerja seharian demi lo! Dia mau seharian ini ngabisin waktunya bareng lo, Desya. Lo tau kan kalau bokap gue orangnya gila kerja. Selama ini dia aja gak pernah luangin waktunya buat gue. Jadi, tolong jangan kecewain bokap gue, Des" setelah mengucapkan itu, Bella memilih meninggalkan Desya yang termenung.

Duda ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang