D I | 08

14.4K 501 7
                                    

Sudah sebulan semenjak kejadian waktu itu, kini Desya sudah bisa melakukan aktifitas seperti biasanya. Sekarang Desya sedang berada di kampus, bersama Bella tentunya.

"Desya!" panggil seseorang.

Desya berbalik kearah belakang untuk melihat siapa yang memanggilnya.

Ternyata dia Ardan, senior di kampusnya. Selama dua minggu ke belakang. Ardan selalu mendekati Desya. Desya tak masalah, ia juga merasa nyaman jika berteman dengan Ardan.

"Entar pulang bareng gue aja. Sekalian makan, gue yang traktir," ucapnya.

"Oke, deh." Desya menyetujui ajakan Ardan.

Sedangkan Bella hanya melihat interaksi kedua orang di depannya.

Setelah mendengar jawaban Desya, Ardan tersenyum manis lalu melenggang pergi meninggalkan mereka berdua.

"Sejak kapan lo deket sama kak Ardan?" tanya Bella.

"Ehmm, sejak dua minggu yang lalu mungkin," jawab Desya.

***

Sudah 20 menit Desya menunggu Ardan di halte. Namun, Ardan masih belum datang.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya. Ia dapat melihat Arsen turun dari mobil lalu berjalan kearahnya. Ternyata itu mobil milik Arsen, entah yang ke berapa.

Arsen menggenggam tangan Desya lalu menariknya menuju mobil.

"Ayo pulang, biar saya antar."

Sedangkan Desya sedari tadi berusaha untuk melepaskan tangannya dari genggaman Arsen. Namun tidak bisa, Arsen menggenggam tangannya begitu erat.

"Om! Lepas!" pinta Desya.

"Tidak akan, biar saya antar pulang. Lagian sebentar lagi juga akan hujan,"

Akhirnya, Desya hanya pasrah. Karena sedari tadi dirinya dipaksa masuk mobil, menolak pun susah.

Selama perjalanan, mereka berdua saling diam. Desya merasa canggung, dirinya pun sedari tadi meremas tangannya sendiri guna meredakan rasa gugupnya.

"Saya lihat-lihat kamu sedang dekat sama seseorang. Siapa dia?" tanya Arsen, akhirnya Arsen memulai pembicaraan.

Desya mengernyitkan alis bingung, "Siapa? Yang dekat sama saya banyak,"

Arsen berdehem singkat. "Kakak seniormu, jurusan manajemen,"

"Oh, kak Ardan?"

"Hm, mungkin? Tolong jangan dekat sama dia terus," ucap Arsen.

"Emang kenapa?" tanya Desya.

"Nanti saya cemburu," jawab Arsen.

Desya memilih diam, seakan tak mendengar ucapan Arsen. Ia mengalihkan pandangannya ke arah jendela. Diluar memang sedang hujan deras, sekarang pun hawanya sudah mulai dingin.

Ketika sedang asik memandang ke arah jendela, tiba-tiba petir datang menggelegar, suaranya sangat keras. Desya tersentak kaget, tangannya pun gemeteran.

Arsen melirik Desya sekilas. Ah, ia baru ingat jika Desya takut dengan petir. Perlahan tapi pasti,  Arsen memberanikan diri untuk menggenggam tangan Desya, sesekali ia juga mengelusnya dengan lembut.

Desya tersentak, tapi ia juga membiarkannya. Jujur saja sekarang dirinya merasa lebih tenang. Sepanjang perjalanan pun Arsen tidak melepaskan genggamannya, ia malah makin mempererat genggamannya pada tangan Desya.

Akhirnya mobil Arsen sudah berada di depan gerbang rumah Desya. Namun, hujan belum juga berhenti.

Ketika Desya hendak membuka pintu mobil, tangannya lebih dulu dicekal oleh Arsen.

"Tunggu, sebentar." Arsen keluar dari kursi kemudi membiarkan badannya basah diguyur hujan lalu berjalan memutar. Arsen membukakan pintu mobil lalu melindungi Desya menggunakan jasnya. Bahkan dirinya sendiri sudah basah kuyup.

Arsen menuntun Desya menuju rumahnya. Mereka meneduh dulu sebentar di teras rumah.

"Sudah, sana masuk nanti masuk angin," suruh Arsen.

"I-iya makasih om,"

"Om langsung pulang aja jangan ke kantor, lebih baik om istirahat dulu. Apalagi baju om udah basah gitu, lebih baik diganti dulu,"

Desya sangat khawatir sekarang. Badan Arsen sudah basah kuyup, apalagi Arsen sangat alergi terhadap sesuatu yang dingin. Desya tidak ingin jika Arsen jatuh sakit nantinya.

Arsen tersenyum tipis lalu mengangguk sebagai jawaban. Ia merasa senang ketika Desya masih perhatian kepadanya walaupun perkataannya terkesan dingin.

***

"Pulang sama siapa itu? Mana ganteng banget lagi," baru saja Desya masuk kerumahnya, ia sudah ditodongkan pertanyaan oleh sang bunda.

"Ayahnya Bella," jawab Desya.

"Bunda baru tau kalau ayahnya Bella ganteng banget. Bunda kira ayahnya Bella kayak bapak-bapak yang buncit terus kumisan,"

"Kalau bunda masih jomblo, kayaknya bunda bakal pepet terus deh." lanjutnya.

Desya mendelik, "Ih! Bunda udah punya anak masih aja genit. Desya bilangin ayah biar tau rasa!"

"Bunda bercanda kali. Kok kamu bisa pulang bareng ayahnya Desya? Jangan-jangan kamu simpenan dia?" tuduh Alina.

Desya membelalakkan matanya lalu memukul pelan lengan Alina.

"Bunda ngaco deh! Udah, ah, Desya mau ke kamar aja. Males sama bunda yang otaknya gesrek," Desya berlalu meninggalkan Alina.

"Dih! Baperan amat. Kalau bener juga bagus kali, biar nanti uangnya bagi dua sama bunda,"

Aneh sekali pemirsa bunda Alina ini.

***

Desya mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Ia baru saja menyelesaikan ritual mandinya.

Brukk

Desya menghempaskan tubuhnya di kasur. Baru saja memejamkan mata, ia mendengar suara notifikasi dari ponsel miliknya. Desya segera mengambil benda pipih itu yang terletak di atas nakas. Lalu mengecek ponselnya, ternyata notifikasi itu berasal dari kakak seniornya, Ardan. Desya membaca pesan itu secara perlahan.

Kak Ardan:
Des, sorry, tadi lo pasti nungguin gue. Gue ada urusan tadi, rapat mendadak. Mungkin lain kali gue ajak lo makan diluar, gapapa kan?

Desya:
Gapapa santai aja kali. Lagian lo kan ketua BEM, pasti sibuk.

Kak Ardan:
Yaudah, tidur gih. Biasanya kalau jam segini lo udah tidur.

Desya:
Iya, ini juga mau tidur.

Desya memutuskan untuk mengakhiri percakapannya, lalu melanjutkan tidurnya yang sempat tertunda tadi.

***

Kalau om-omnya kayak Arsen, siapa juga yang bakal nolak buat jadi simpenannya, muehehehehhe. Tapi inget! jangan yang ada pawangnya entar kena karma.

Satu lagi, semangat puasanyaa semuaaa!!! Bagi yang menjalankan🙏🏻🙏🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu lagi, semangat puasanyaa semuaaa!!! Bagi yang menjalankan🙏🏻🙏🏻




Duda ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang