"Sstttt, sudah jangan nangis. Ayah gak bakalan lama kok di sana. Kan, nanti bisa video call."
Arsen menangkup wajah Bella kemudian menyeka air mata yang berjatuhan menggunakan ibu jarinya.
"Hikss...... Tapi nanti Bella sendirian. Bella gak mau, Bella mau ikut ayah aja." rajuknya seraya menggoyangkan lengan Arsen.
Arsen menggeleng, "No sayang. Entar kuliah kamu gimana? Anak ayah harus rajin oke? Bella harus bisa lebih hebat dari ayah."
Bella mengangguk, "Tapi janji ya, harus rajin telefonan. Jangan lama-lama juga." pintanya seraya cemberut.
Arsen terkekeh, "Iya, sayang. Yasudah, sebentar lagi pesawatnya mau berangkat. Bella baik-baik ya disini. Jaga kesehatan, jaga pola makannya. Jangan nakal, jangan buat ayah khawatir."
Sebelum meninggalkan Bella, Arsen mengecup lembut kening Bella terlebih dahulu. Menyalurkan rasa cinta kepada anaknya melalui kecupan itu.
Arsen menyeret kopernya. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu pesawat. Bella masih setia memperhatikan Arsen sembari terisak. Berat rasanya melepaskan kepergian sang ayah.
***
Sudah satu bulan semenjak kejadian di kantin. Hubungan Desya dan Bella mulai merenggang. Desya sangat merindukan Bella. Namun, Desya takut untuk menghubungi Bella, karena Desya tahu Bella masih kecewa kepadanya.
"Des, gak ke kantin?" tiba-tiba Ardan muncul tepat dihadapan Desya.
Desya tersentak, "Eh—Ini mau kok. Mau bareng, Dan?"
"Yuk," Ardan menggenggam tangan Desya kemudian menuntunnya ke arah kantin.
Ketika dalam perjalanan menuju kantin. Dari arah berlawanan, Bella berjalan dengan memegangi kepalanya, langkahnya terlihat sempoyongan. Bibirnya begitu pucat, dan jangan lupakan kantung matanya yang berwarna hitam.
Desya melihatnya sedetik kemudian ia terkejut ketika tubuh Bella ambruk begitu saja. Sebelum tubuh Bella menyentuh lantai. Desya buru-buru menahan tubuh Bella menggunakan lengannya.
"Bel, Bella. Bangun!" Desya menepuk-nepuk pipi Bella. Bella tak merespon. Mata indahnya masih tertutup. Hal itu yang membuat Desya semakin panik.
Desya melirik ke arah Ardan, "Dan, tolong angkat Bella. Bawa dia ke UKS. Cepetan dan!" wajah Desya mengisyaratkan kekhawatiran yang begitu mendalam.
Tanpa basa-basi, Ardan segera mengangkat tubuh ringan Bella menuju UKS. Ketika sampai di depan pintu UKS, Ardan langsung menendangnya begitu saja. Pintu itu langsung terbuka. Ardan menuju ke salah satu brankar yang kosong kemudian meletakkan Bella dengan hati-hati.
Desya mendudukkan dirinya pada kursi besi yang terletak di sebelah brankar. Desya mengeluarkan minyak kayu putih dari tas miliknya kemudian Desya singkap sedikit kaos yang digunakan Bella lalu mengolesi perutnya dengan minyak kayu putih.
Ardan mematung di sebelah Desya. Ia bisa melihat ketulusan yang begitu besar pada diri Desya.
"Lo gak ke kantin?" tanyanya.
Desya menggeleng. Tatapan matanya
tertuju pada Bella yang terbaring lemah, Desya menatap Bella sendu. Tangannya pun tergerak untuk mengelus rambut Bella dengan sayang."Gue gak bisa ninggalin Bella gitu aja."
Ardan mengangguk, "Oke. Gue beliin lo bubur aja ya, gue tau kok dari tadi lo belum makan."
Desya tak menolak. Ia juga mengucapkan kata terimakasih kepada Ardan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Impian
Teen FictionBerbagai cara ia lakukan, berharap sang duda akan luluh. Namun, ketika dirinya sudah menyerah karena tidak tahan dengan sikap yang sang duda lakukan kepadanya. Sang duda dengan terang-terangan malah memperjuangkannya. Padahal dirinyalah yang meminta...