"Des, tangan gue gatel-gatel. Liat nih bentol-bentol semua." adu Bella.
Bella sebenarnya kesal karena harus menunggu pasangan yang baru saja official selama dua jam, akibatnya tangan yang awalnya seputih susu kini berubah menjadi merah-merah karena digigit nyamuk. Tunggu, apa iya official?
Desya menahan sebelah lengan Bella agar ia berhenti untuk menggaruk lengannya.
"Udah, gak usah di garuk-garuk gitu. Nanti ada bekasnya. Sini gue olesin minyak kayu putih aja, ya."
Desya menuangkan sedikit minyak kayu putih ke dalam telapak tangan kemudian mengoleskannya pada lengan Bella yang gatal.
"Makasih, Des."
Bella merebahkan kepalanya pada pangkuan Desya. Desya tidak menolak, ia malah mengusap-ngusap lembut kepala Bella. Bella yang semakin merasa nyaman pun langsung pergi ke alam mimpinya.
Arsen yang sedari tadi memperhatikan keduanya melalui pantulan kaca mendengus kesal. Seharusnya, Desya menemani dirinya duduk di depan bukan malah memanjakan anaknya di belakang. Tidak tahu apa, ia juga ingin dimanja!
"Kenapa sih om? Perasaan sewot mulu dari tadi,"
"Tidak ada,"
"Oh, yaudah,"
Desya kembali menerawang ke arah jendela. Melihat jalanan yang basah karena terkena air hujan. Arsen yang melihatnya menggeram kesal, ia mencengkram setir mobil dengan kuat, kukunya pun terlihat memutih.
Desya cukup peka akan sikap Arsen sekarang, ia menghela nafas. "Udah si om. Ngalah sama anak, kasian Bella dari tadi nungguin kita, dia juga ngantuk. Nih, liat buktinya udah tidur aja kan,"
Arsen menoleh sekilas, "Ya, dia kan sering di manjain sama kamu, berduaan sama kamu terus. Lah, saya? Jarang-jarang loh saya luangkan waktu saya buat kamu,"
Desya terkekeh, "Om lucu ya. Dulu Desya selalu luangin waktu buat om tapi om yang selalu nolak kehadiran Desya, selalu risih sama apa yang Desya lakuin. Sekarang kok tiba-tiba berubah?"
"Sesulit itu kamu memaafkan perbuatan saya dulu," Arsen berucap lirih.
Desya tak menyahut, ia hanya terdiam.
***
Desya mengganjal kepala Bella menggunakan bantal. Ia menggantikan pahanya dengan sebuah bantal. Dengan hati-hati Desya memindahkan kepala Bella. Bella sempat terusik namun kembali tertidur.
Ia hendak membuka pintu mobil namun suara Arsen menghentikannya.
"Tunggu, saya sebenarnya mau mengajak kamu pergi besok, tapi kalau kamu keberatan tidak apa-apa." ucap Arsen.
Desya tersenyum seraya menggeleng, "Desya gak keberatan kok om. Yaudah, Desya duluan, ya. Hati-hati nyetirnya jangan ngebut-ngebut,"
Sepertinya Desya lupa akan janjinya dengan Ardan tadi pagi.
***
Desya sedari tadi melirik jam yang menempel pada lengannya. Ia misah-misuh tidak jelas. Arsen bilang ia akan sampai dalam lima menit, namun sudah lebih dari lima menit Desya menunggu di depan gerbang, Arsen tak kunjung datang. Bukan apa-apa, kini kaki Desya terasa pegal. Ia menggunakan sebuah high heels.
Meskipun selama ini sikap Arsen selalu mengecewakan. Semua itu tak bisa menampik bahwa dirinya masih mencintai Arsen. Ia sudah berusaha agar menghilangkan perasaannya namun hatinya selalu menolak. Desya biarkan, biarlah perasannya masih tersimpan. Ia sudah tak ingin berharap seperti dulu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Impian
Teen FictionBerbagai cara ia lakukan, berharap sang duda akan luluh. Namun, ketika dirinya sudah menyerah karena tidak tahan dengan sikap yang sang duda lakukan kepadanya. Sang duda dengan terang-terangan malah memperjuangkannya. Padahal dirinyalah yang meminta...