"Bel, gue pengen ke kantin dulu. Laper nih, pengen beli roti coklat mbah inem,""Hm. Jangan lama-lama,"
"Ck! Iya,"
Desya melangkahkan kakinya keluar kelas lalu berjalan kearah kantin. Namun, ditengah jalan Desya menghentikan langkahnya. Desya membalikkan badannya ketika mendengar suara seseorang yang memanggilnya.
Ardan sedikit berlari, ia menghampiri Desya. Ketika sudah di hadapan Desya, Ardan menyunggingkan senyum ramahnya.
Alis Desya terangkat, "Kenapa?" tanyanya.
"Ehmm—" Ardan ingin mengatakan sesuatu namun ia ragu.
Desya semakin bingung, "Kenapa kak?"
"Besok gue gak ada acara. Gimana kalau kita berdua dinner bareng? Sebagai tanda maaf gue."
Desya terkekeh, "Minta maaf? Kenapa kak, emangnya kakak buat salah yah?"
Ardan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Sorry, waktu itu gue ingkar janji. Pasti lo nungguin gue di halte kan? Nah, sebagai permohonan maaf gimana kalau besok kita dinner bareng. Sekalian ada yang pengen gue omongin. Gimana mau kan?"
"Hemmm," Desya mengetuk-ngetuk dagunya. Sedetik kemudian ia tersenyum.
"Oke deh, kalau soal makanan gue maju paling depan apalagi kalau gratis,"
Ardan terkekeh tangannya refleks mengacak-ngacak rambut Desya. Sedangkan Desya hanya diam mematung, ia terpesona dengan senyuman manis Ardan.
Sedetik kemudian Ardan tersadar. Ardan menarik tangannya kembali.
"Eh, sorry gue refleks. Kalau soal itu lo gak perlu khawatir. Gue jabanin lo disana bakalan kenyang," ucap Ardan.
"Sip, kalau gitu gue duluan ya."
Baru saja Desya hendak melangkahkan kakinya. Namun, tangannya sudah lebih dulu dicekal oleh Ardan. Keduanya saling bertatapan. Desya mengalihkan tatapannya pada pergelangan tangannya. Ardan yang melihat arah tatapan Desya langsung melepaskan cekalannya.
"Aduh sorry Des, lagi-lagi gue refleks."
Refleks apa modus?
"Lo pasti mau beli roti kan? Kebetulan gue ada roti rasa coklat nih," Ardan menyodorkan sebungkus roti pada Desya.
"Eh, beneran buat gue?" tanya Desya.
Ardan mengangguk. Desya mengambilnya, tak lupa ia juga berterima kasih kepada Ardan.
"Thanks ya. Btw, kok lo bisa tau kalau gue pengen beli roti?"
Ardan tersenyum, "Gue tau semuanya tentang lo Des," lirihnya.
***
"Woi! Anjir! Lo ngapain ninggalin gue sih."
Bella menghadang Desya dengan nafas ngos-ngosan. Kedua tangannya bertumpu pada lututnya.
Desya berdecak. "Gue mau pulanglah dugong! Udah ah! Minggir sana," Desya mendorong pelan bahu Bella agar tak menghalangi jalannya.
"Kampret lo! Niat gue baik mau ngajakin lo jalan-jalan sama bokap gue!" ucap Bella.
Desya mendelik, "Ngapain anjir! Gak ah! Gue males, mendingan di rumah bisa rebahan," tolaknya.
Bella menarik lengan Desya, "Udah lah, lo ikut gue aja, temenin gue. Lagian kalau jalan berdua doang entar gue disangka sugar baby sama orang-orang,"
"Makanya lo kalau dandan jangan kayak tante-tante! Yah, gak salah sih kalau orang-orang ngira lo itu sugar baby," cibir Desya.
Bella menyentil bibir Desya, "Sialan lo! Lagian dandan tuh sesuai umur! Dari pada lo, umur dah tua tapi muka masih keliatan kayak bocil SD!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Impian
Teen FictionBerbagai cara ia lakukan, berharap sang duda akan luluh. Namun, ketika dirinya sudah menyerah karena tidak tahan dengan sikap yang sang duda lakukan kepadanya. Sang duda dengan terang-terangan malah memperjuangkannya. Padahal dirinyalah yang meminta...