Desya sedang berkutat di dapur. Ia sedang membuat bubur sambil melihat tutorial di youtube.
"Oke. Pertama-tama rebus air yang banyak terus. Eh—" Desya tersentak ketika mendapati sebuah lengan kekar melilit pinggangnya. Ia juga merasakan dagu seseorang bertumpu di bahunya.
Desya menoleh ke belakang untuk melihat sang pelaku, ternyata Arsen. Jarak keduanya sangat dekat. Desya juga bisa merasakan nafas Arsen yang beraroma mint.
Keduanya mematung dengan posisi yang sama dan mata yang saling menatap. Menyelam netra mata masing-masing.
Desya tersentak ketika Arsen meniup kedua matanya. Desya langsung mengalihkan pandangannya ke depan.Desya berontak berusaha untuk melepaskan pelukannya. Namun nihil karena Arsen memeluknya begitu erat. Bagi Arsen tenaga Desya tidak ada apa-apanya. Bahkan ketika Desya berontak tadi, Arsen tidak merasakan apa-apa.
"Ish! Om ngapain kesini? Jangan ganggu Desya dulu. Desya lagi masak," Desya masih berusaha untuk melepaskan pelukannya.
"Eunghh. Kamu sih lama, saya kan jadi kangen." Arsen menduselkan wajahnya pada leher Desya.
Desya yang mendengarnya menjadi tersipu. Namun Desya sadar, ia tidak boleh baper begitu saja.
"Apaansih! Lepasin gak?! Nanti ada yang lihat om," Desya berusaha untuk melepaskan tangan Arsen dari pinggangnya.
"Siapa? Lagian bibi udah pulang. Bella juga palingan lagi tidur,"
"EHEMM" suara deheman terdengar. Arsen melepaskan pelukannya lalu menoleh ke belakang, begitu juga Desya. Di depan sana Bella berdiri dengan bersedekap dada. Keduanya menjadi gugup.
"Inget belum halal! Hati-hati entar keterusan," ucap Bella. Tadinya sih Bella ingin mengambil minum. Namun ketika sudah sampai dapur, ia malah disuguhkan dengan pemandangan yang bisa dibilang romantis.
"Saya keatas dulu," Arsen mengabaikan ucapan Bella lalu melenggang pergi begitu saja.
Bella yang melihatnya menahan tawa. Ia mengalihkan pandangannya pada Desya yang sibuk memasak. Ah, ralat sepertinya sok sibuk untuk menetralisir rasa malunya.
Bella melangkahkan kakinya menuju meja pantry lalu mengambil gelas dan mengisinya dengan air minum. Selagi menunggu Desya memasak, Bella duduk di kursi pantry sambil memainkan ponselnya.
Desya sudah selesai memasak bubur. Tinggal menunggu matang saja. Desya melangkahkan kakinya menuju Bella yang sedang fokus dengan ponselnya. Desya mendudukkan dirinya di samping Bella.
"Ngapain Bel? Fokus banget," tanya Desya.
Bella yang tadinya fokus pada ponselnya langsung menoleh kearah Desya.
"Ngagetin aja lo. Biasa main sosmed," jawab Bella. Ia kembali memainkan ponselnya.
"Ck! Jangan kebanyakan main handphone! Banyakin belajar sana." Desya mengambil benda pipih tersebut dari tangan Bella lalu menaruhnya di atas meja.
Bella mengerucutkan bibirnya, "Iya-iya. Lagian gue mainnya cuman sebentar kok,"
Desya memutar kedua matanya. "Sebentar gimana? Hampir 24 jam lo main handphone terus. Kalau dibilangin tuh nurut Bel. Demi kebaikan lo juga kan," Desya menasehati Bella layaknya seorang ibu yang menasehati anaknya.
Bella memeluk Desya dari samping. "Iyaa, siap bunda."
"Dih!" Desya menjadi geli. Padahal dulu ia selalu berharap Bella memanggilnya dengan panggilan bunda.
"Kenapa? Padahal dulu lo pengen banget di panggil bunda," kata Bella.
"Itukan dulu," jawab Desya.
"Terserah lo deh. Btw, lo masak apaan Des? Wangi banget, gue jadi laper." Bella mengendus-ngendus menikmati aroma bubur yang sedang dimasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Impian
Teen FictionBerbagai cara ia lakukan, berharap sang duda akan luluh. Namun, ketika dirinya sudah menyerah karena tidak tahan dengan sikap yang sang duda lakukan kepadanya. Sang duda dengan terang-terangan malah memperjuangkannya. Padahal dirinyalah yang meminta...