Setelah keluar masuk ruangan kaya orang gak ada kerjaan akhirnya aku berhasil menemukan nyonya Lee Tari di ruang khusus pelatihan yoga. Kalian tau yoga, kan? Bukan Yoga sok ganteng yang doyan ngegosting, tapi itu lho olahraga yang bikin urat ketar-ketir yang sangat tidak ramah bagi remaja jompo kaya aku. Awas aja kalau nanti aku disuruh yoga bisa-bisa badanku koyo semua, pegal linu pastinya harus minum oskadon sp biar pancen oye.
Aku capek banget gak kuat mau nangis dari tadi dapet hoax mulu. Katanya nyonya Lee Tari ada di sinilah, di situlah, tapi kenyataannya apa? Aku luntang-lantung gak jelas kaya lutung, mana di sini orang-orang dewasa semua aku kaya anak paud nyasar ke universitas. Tapi untung aja tadi ada unnie cantik yang bantu aku, bener-bener bantuin aku bukan cuma sekedar ngasih info kaya yang lain.
Wendy eonnie namanya, aku ketemu dia di lift waktu mau turun ke lantai enam. Dia kaya buru-buru gitu tapi tetep bantuin aku padahal udah aku larang karna gak enak hati tapi dia tetap dengan pendiriannya. Dia sampai nelpon beberapa orang dan nganterin aku ke ruang pelatihan yoga dan bertemu nyonya Lee Tari. Sepanjang jalan juga dia berusaha cairin suasana, kasian banget mana tadi aku cuma ngang-ngong-ngang-ngong doang saking nervousnya.
Pokoknya love banget buat Wendy eonnie. Dia dari departement mana ya? Ntar deh aku cari tau, hehe.
Sekarang aku berdiri kikuk di depan nyonya Lee Tari yang sedang membaca sesuatu di map berwarna merah muda di tangannya. Nyonya Lee Tari ternyata masih muda, wajahnya cantik dan condong seperti orang Amerika vibes bule pokoknya, badannya tinggi, langsing tapi menonjol di beberapa bagian. Duh, bodygoals banget pokoknya. Kalau disandingkan sama aku udah kaya gitar spanyol sama botol air yang udah penyek.
"Jung Jalea?" panggilnya memastikan.
Aku mengangguk, "Nee."
"Kau benar-benar tidak bisa menari? Bahkan dasarnya saja kau tidak tau?" tanyanya dengan wajah bingung.
Aku kembali mengangguk.
"Kau lulusan Saturday Audisi, kan? Bagaimana bisa lolos secara audisi itu adalah audisi tersulit yang perusahaan selenggarakan? Tidak banyak yang berhasil lolos dari audisi itu," tanyanya lagi.
"Sejujurnya aku hanya iseng mengikuti audisi tapi entah kenapa aku bisa lulus, aku sendiri saja bingung. Nyonya tanya saja kepada tuan Sooman jika penasaran, nanti kalau sudah menemukan jawabannya tolong beritahu aku, ya?" balasku diakhiri cengiran kuda.
Nyonya Lee Tari menaruh map itu kemudian mendekatiku, beliau menundukan badannya dan menatapku lamat-lamat. Ditatap intens kaya gitu ya aku parno, mana mata nyonya Tari tajem banget kaya matanya Hajun.
"Ah, aku tau kenapa kau diterima," ujarnya membuatku sedikit membolakan mata.
"Sungguh?" sahutku.
"Garis wajahmu yang menarik perhatian perusahaan. Kau memiliki aura visual yang begitu kuat, kau bisa menjadi harta karun perusahaan di masa depan. Aku mengerti kenapa tuan Sooman begitu menginginkanmu." Nyonya Tari melipat kedua tangannya di depan dada sedangkan aku hanya melongo.
"Visual? Maksud nyonya?" Aku berusaha mencernanya. Maaf, ya aku emang rada tulalit kaya remote tv punya nenek yang harus digebot-gebot dulu baru bisa berfungsi.
"Jika kau ingin menjadi idol kau harus punya bakat, jika tidak punya bakat kau harus punya tampang. Apa kau merasa punya bakat untuk menjadi seorang idol?"
Aku menggeleng pelan.
"Tampang yang menyelamatkanmu," jelasnya membuatku tertegun.
Jadi, aku hanya modal tampang saja? Meskipun aku nggak niat jadi idol tapi kenapa ini terasa menyakitkan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jung Jalea
FanfictionKarena sawah ayahnya gagal panen membuat Jalea terpaksa ikut ayahnya merantau ke kota Seoul. Hal itu membuat dia merasa sedih karna harus meninggalkan kota kelahirannya yang penuh kenangan. Namun, siapa sangka kepindahannya ke Seoul mendatangkan se...