Berdosah bgt gue up disaat kerjaan numpuk. Aku tuh suka lho baca komen2 kalian. Makanya ayo komen dan vote yang banyak biar aku tambah semangat buat update. Thanks.
________
Perlahan aku membuka mata. Mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina.
Putih.
Itu yang aku lihat. Ini di mana? Kayanya di surga deh. Duh, pede banget aku masuk surga sementara ibadah aja masih bolong-bolong. Berdosa banget, jangan ditiru.
Aku memegang kepalaku yang terasa pening kaya habis digendir palu segede gaban. Awalnya aku bingung kenapa aku ada di ruangan bau obat-obatan ini namun setelah tak sengaja memegang keningku yang diperban seketika aku ingat kejadian beberapa waktu yang lalu. Nyusruk dari kursi di hadapan bujang-bujang ganteng, malunya masih kerasa sampai lebaran.
Aku langsung menghafal silsilah keluargaku, syukurlah aku tidak amnesia. Mau nangis darah aja rasanya kalau beneran amnesia, aku udah hafal perkalian 1 sampai 100 soalnya.
Sayup-sayup telingaku mendengar suara seseorang di balik gorden, aku mengulurkan tangan untuk membuka gorden itu untuk mencari tau. Mataku sedikit menyipit, kulihat paman Munshik, nyonya Lee Tari, dan tuan Sioh sedang berdiri menghadap tuan Gungyon. Kurasa mereka sedang membahas sesuatu yang begitu penting terlihat dari raut wajahnya yang serius.
"Kalian tau? Dia memiliki ayah yang begitu menyayanginya. Jika dia sampai kenapa-kenapa ayahnya pasti akan membawanya pulang. Dan perlu kalian tahu, tuan besar juga sangat menyayanginya. Tidak percaya? Kalian bisa tanyakan kepada Munshik betapa sulitnya membawa anak itu ke perusahaan." Suara Gungyon terdengar mengintimidasi.
"Bahkan pekerjaanku taruhannya. Jika aku gagal membawa dia ke perusahaan aku bisa jadi pengangguran," ungkap paman Munshik dengan wajah sedih.
"Dengar? Munshik sudah bekerja selama belasan tahun di perusahaan ini tapi tuan besar berani memecatnya hanya karna anak itu. Sekarang kalian tahu betapa berhaganya anak itu untuk tuan besar?"
Tuan Sioh dan Nyonya Tari mengangguk kecil dan terus menundukan kepala.
Entah apa yang sedang dibicarakan, aku setia menatap mereka sampai paman Munshik tak sengaja melihatku. Beliau tampak terkejut dan memberi tahu tuan Gungyon, sontak mereka langsung menatapku. Tuan Gungyon tampak menghela nafas lega lalu menghampiriku, disusul oleh paman Munshik yang terlihat begitu cemas.
Ya Tuhan, baru sehari jadi trainee udah bikin orang-orang ketar-ketir.
"Bagaimana kondisimu, Jalea?" tanya tuan Gungyon lembut.
"Ah, aku baik-baik saja tuan. Hanya sedikit pening," balasku seraya memegang kepalaku.
"Apa kita perlu ke rumah sakit?" tawarnya.
"Tidak, tuan. Ini hanya luka ringan," balasku berusaha meyakinkan.
Tuan Gungyon tampak menelan salivanya kasar. Perlahan tangannya mengelus kepalaku, "Untuk beberapa waktu ke depan kau tidak diperbolehkan ikut kegiatan. Istirahatlah, sembuhkah dulu lukamu."
"Untuk kejadian ini saya mohon untuk tidak bocor ke publik. Jalea, kau mengerti maksud saya?" Tuan Gungyon menatap lekat mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jung Jalea
FanfictionKarena sawah ayahnya gagal panen membuat Jalea terpaksa ikut ayahnya merantau ke kota Seoul. Hal itu membuat dia merasa sedih karna harus meninggalkan kota kelahirannya yang penuh kenangan. Namun, siapa sangka kepindahannya ke Seoul mendatangkan se...