26

760 73 72
                                    

Hehe.

---

"Heh tutup cangkir! Apa nomormu masih aktif? Kkkkkkkk- aku sama sekali tidak menyangka jika selama ini kau menyukaiku. Dasar sinting! Aku sering insecure karna kau sering mengejekku jelek tapi ternyata kau menyukaiku! Tidak seru, love language mu mengejek!

Selain sinting kau juga cemen! Kenapa baru mengungkapkan sekarang di saat kita sudah berpisah? Akwokwo kau pasti takut aku tolak, ya? Tentu saja aku bakal menolak biar kamu sakit hati!

Aku ingin menyampaikan jika aku di sini baik-baik saja. Jauh lebih baik karna tidak ada setan odgj sepertimu. Aku berada di lingkungan yang baik dan bertemu teman-teman yang menyenangkan.

Selamat atas kepindahanmu. Berhenti menjadi orang sok keren, berhenti bershibal sekkiya jika tersulut emosi, jangan membuat orang tuamu marah.

Mari bersaing untuk menjadi orang sukses. Selamat berkenala, sampai bertemu di masa depan dengan versi terbaik diri masing-masing."

Berulang kali aku membaca ulang pesan yang kukirimkan semalam kepada Hajun namun tak kunjung ada balasan. Dih, kok aku ngarep sih? Lagipula harusnya aku seneng karna terbebas dari manusia menyebalkan seperti dia. Namun, aku tidak bisa membohongi diri sendiri, Hajun terus-terusan menghantui pikiranku.

Astaga, hidup lagi capek-capeknya malah naksir buaya buntung yang dulu sering bikin darah tinggi. Stop, Jalea! Jangan naksir cowo sinting itu! Sadar, sadar, sadar!!!

Aku menghela nafas berat lalu melirik jam dinding. Sebentar lagi paman Munshik akan datang menjemput, sebaiknya aku segera siap-siap daripada galau merenung terus seperti ini. Buru-buru aku mematikan ponselku dan menyimpan ke dalam laci. Aku merapihkan kembali rambutku lalu bergegas keluar kamar.

Di ruang tamu ayah tampak sibuk memeriksa barang-barang keperluanku, aku menghampirinya membuat fokusnya teralihkan.

"Semuanya sudah lengkap? Tidak ada yang ketinggalan, kan?" tanya ayah.

Aku mengangguk kecil dengan wajah agak cemberut. Gak tahu kenapa tiba-tiba moodku jadi jelek begini. Hajun sialan, menyingkirlah dari pikiranku!

"Apa kau yakin ingin kembali? Ayah sama sekali tidak memaksamu untuk ini. Jika kau ingin berhenti katakan saja. Tidak apa jika harus membayar uang ganti rugi, ayah tidak keberatan," ujar ayah dengan wajah serius.

Dengan cepat aku menggelengkan kepala dan merubah ekspresi wajahku menjadi ceria.

"Aku akan tetap kembali. Aku sudah berjalan cukup jauh, malas sekali rasanya jika harus mundur kembali. Lagipula menyenangkan berada di sana. Makanannya enak-enak tau, yah! Terus sekolahnya juga cuma empat hari. Aku gak perlu cape-cape les matematika lagi, hehe." Aku nyengir kuda membuat ayah geleng-geleng kepala dan tersenyum kecil.

Tumpengan dulu gak sih harusnya karna ayah udah gak maniak matematika lagi.

Tring!!

Kami refleks menoleh ke arah pintu. Ah, itu pasti paman Munshik yang datang. Aku segera menemuinya.

Namun, ketika pintu terbuka bukan paman Munshik yang terlihat melainkan nenek Muyoung. Aku terkejut begitupun dengan ayah. Aku mengerjap beberapa kali melihat penampilan nenek yang benar-benar shinning shimmering splendid seperti lampu disko warung remang-remang.

Jung JaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang