Menggeleng, Jaejoong tidak menggubris ucapan Yunho dalam bentuk pamer kekayaan. Ia melangkah dan terhenti, ketika pria itu membuka sebuah kamar di belakangnya dengan kartu akses tadi. Menoleh, Jaejoong nampak kesal, sementara Yunho terkekeh pelan seraya membuka tangannya mempersilahkan Jaejoong masuk.
Ia berbalik, dan masuk ke dalam, Yunho mengikutinya sembari menutup pintu. Ketika pintu benar-benar terkunci Jaejoong baru sadar bahwa dirinya berduaan dengan pria ini. Ia memang sudah memperingatkan Yunho agar tidak macam-macam, tapi apakah pria itu bisa dipercaya? Maksudnya, Yunho tidak akan melakukan hal aneh padanya kan?
Ia bergidik, dan kala Yunho melaluinya, Jaejoong dengan sigap melihat pergerakan pria itu, Yunho langsung duduk di sofa dan kemudian merebahkan tubuhnya di sofa nyaman itu. Ia bingung dan perlahan melangkah menuju sofa, duduk di sana dan menatap lekat Yunho. Pria itu memejamkan matanya. Nampak enggan melanjutkan perdebatan mereka.
Jaejoong pun merasa jauh lebih leluasa jika begini, ia meletakan tas di atas meja dan melihat-lihat kamar besar ini. Tidak ada label ini bentuk kamar suit atau lainnya. Well, Yunho sudah mengatakan ini kamar miliknya jika ke sini.
"Kau ingin makan sesuatu? Kurasa di dalam lemari es ada beberapa cemilan dan minuman bersoda."
Tanpa membuka matanya Yunho berkata demikian. Jaejoong jelas terkejut, sehingga ia memperhatikan wajah pria itu dengan seksama. Jika dipandang-pandang Yunho tampan, ah tentu sudah terlihat sejak awal. Pria itu tampan. Namun, ia tidak mengerti mengapa Yunho bersikap seperti ini.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan dariku?"
Mendengar pertanyaan itu Yunho membuka matanya dan tatapannya langsung tertuju kepada Jaejoong. "Apalagi kalau bukan dirimu."
Menunjuk dirinya sendiri, Jaejoong bingung. Apa lagi maksud pria itu. "Iya, maksudku apa yang kau inginkan?"
Menatap lekat Jaejoong, Yunho tersenyum lebar. "Perlu kujelaskan lebih lanjut?"
"Aku bukan pelacur!" ini statement Jaejoong, tidak akan berubah. Pria ini mungkin hanya menginginkan tubuhnya.
Tertawa Yunho merasa lucu dengan penegasan berulang kali dari Jaejoong. "Jennifer, ayo kita menikah!"
"Sinting!" Jaejoong marah lagi, apa sebenarnya tujuan Yunho.
"Aku serius, itu keinginanku, aku ingin menikah denganmu, lalu berumah tangga berdua, menua bersama-sama dan memiliki anak sebanyak yang kau inginkan."
Dari nada suara Yunho, pria itu terlihat meyakinkan dan serius. Jaejoong menatap lekat pria itu kemudian mengalihkan pandangan ketika Yunho mengedipkan mata dengan genit padanya. Sialan, ia nyaris saja mengira Yunho serius. Namun, apa mungkin pria itu cuma menjadikan ini candaan.
"Jangan berbicara omong kosong, Yun. Aku tidak membutuhkan uangmu atau pun aset yang kau punya, aku—"
"Aku bisa memberimu cinta, menghujanimu dengan kasih sayang, kau saja yang tidak memberikan aku kesempatan melakukan itu, ah bukankah sekarang aku sedang melakukannya, membuatmu lebih baik, kau ada masalah di mansion?"
Mendesah, Jaejoong tidak paham cara pria itu bertindak, ia mendelik dan berucap, "Bukan urusanmu."
"Nah kan, kau yang tidak memberiku kesempatan," Yunho tidak bergerak dari posisi nyamannya. Ia tersenyum kepada Jaejoong dengan jahil.
Jaejoong memandang ke arah lain. Ia benar-benar tidak ingin berdebat sekarang. Mengapa ia begitu rumit. Apa semestinya ia tidak perlu lari dari rumah? Toh, hasilnya akan sama saja. Ia tidak akan mendapat kesempatan dicintai, jika begini maka ia bagaikan mendapat luka yang sama dua kali.
"Sayang," Yunho memanggil Jaejoong, tidak peduli andai wanita itu protes atas panggilan mesranya.
Mendengar panggilan itu, Jaejoong seolah spontan merespon dengan menatap ke arah Yunho. Ia sendiri terkejut, mengapa ia bersikap demikian. Lantas bibirnya tiba-tiba merespon, "Ya?"
Yunho nampak bersemangat, ia langsung bangkit dan duduk di sofa dengan tegap. "Sayang!" panggil Yunho lagi.
Jaejoong mendesah pelan, kemudian mendengus, "Menyebalkan."
"Kau mengakui sekarang hmm? Aku calon suamimu?"
"Never!"
"Oh ayolah, aku sedih. Kau menolakku lagi."
"Tidak begini caranya Jung."
"Menikah denganku?"
"Sinting!"
"Je—"
"Aku tidak ingin berdebat, aku lapar!" ujar Jaejoong. Ia tidak akan bisa membuat Yunho paham bahwa dirinya tidak perlu harta melimpah, ia hanya ingin dicintai dengan layak. Itu saja. Ya, sesederhana itu, namun tidak bisa ia miliki secuil pun. Andai benar pria ini mencintainya seperti kehendaknya barangkali ia tidak akan mempertanyakan maksud sikap Yunho mendekatinya.
"Baiklah, kau mau makan apa? Aku tidak ingin kau sakit," sahut Yunho dengan lembut.
Sejenak, Jaejoong terpesona dengan suara lembut bak penuh perhatian Yunho, ia memang baru kenal Yunho, tapi sorot mata pria itu menatapnya saat ini nampak membuat ia meleleh. Ia memang tidak pernah mendapat perhatian melimpah, tetapi ia tahu pandangan mata ini, dahulu ibunya sering menanyakan hal ini kepada Jiyoung, suara lembut dengan tatapan penuh sayang. Bahkan, meski diangkat menjadi anak pun, ia belum menemukan pandangan seperti ini dari Namgil dan juga Ahjoong.
Menatap lekat wajah Yunho, Jaejoong rasanya terharu saat ini. Entah apa Yunho pandai memainkan perasaan atau memang semua ini benar ia rasakan. Jaejoong menjauhkan pandangan segera, ia tidak ingin terlena jauh.
"Apa saja," sahut Jaejoong dengan grogi.
"Katakan lebih jelas, Jennifer. Aku bukan pencenayang, kau ingin steak? Pasta? Atau masakan korea lainnya?"
"Apa yang bisa kokimu masak?"
"Apa saja yang kau mau."
"Lasagna, steak ayam dengan saus jamur, mashed potato?"
"Okay, ingin juice atau smoothies?"
"Smoothies, maaf merepotkan," Jaejoong menyadari ia terlalu banyak keinginan. Berdeham, ia menunduk, sementara ekor matanya mengikuti pergerakan Yunho, pria itu mengambil telepon yang ada di dekat sofa dan langsung menelepon resepsionis, lagi Yunho menambahkan menu-menu dessert lainnya yang tidak ia sangka.
"Akan tiba secepat mungkin, Sayang. Kau ingin bersantai dahulu?"
Menggigit bibirnya, Jennifer pantas berucap, "Boleh aku tinggal di sini? Aku akan membayar biayanya, aku perlu menjauh sebentar dari keluargaku."
Sejenak, Yunho terkejut namun sejurus kemudian ia tersenyum lebar. "Tentu selama yang kau inginkan! Aku bisa di sofa dan kau—"
"Kau bisa tidak mengikutiku?"
Menggeleng, Yunho menjawab dengan lugas. "Tidak, aku takut kau berbuat konyol. Kau menangis ketika mengangkat teleponku, aku tahu ada sesuatu di sana dan aku ingin memastikan kau baik-baik saja."
Begitu terkejutnya Jaejoong, ia bingung mengapa Yunho sepeka itu? Pria itu bukan asal tebak kan? Jaejoong tidak mengatakan apa-apa pada siapapun tentang apa yang diketahuinya saat menguping pembicaraan orang tua angkatnya. Ia lagi-lagi terkesima dan menatap lekat Yunho.
.
.
.Eyd ga beraturan, typo dimana" no edit.
Rules 40 komentar.
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Love
FanficYunJae / GS / DLDR / Lil bit ANGST. Jaejoong = Jennifer = Jaejoong! No War.