7. Titik Terendah Seorang Wildan Pamungkas

179 19 0
                                    

Farah, Farzan, dan Inara. ketiganya sangat sibuk sekarang. Mereka diberi tugas oleh pak Susanto yang mengampu pelajaran geografi, beliau menyuruh untuk mengerjakan 50 soal yang harus ditulis soal dan jawaban, belum lagi soal geografi yang sifatnya beraneka macam. Seperti disuruh menggambar dan menghitung, kalaupun ada bacaan pasti panjang.

Maka dari itu, mereka mengerjakannya sampai jam 8 malam, dan ini hanya tinggal beberapa soal lagi. Tapi Farah mengeluh.

“Cape, anjir!” keluh Farah mengibaskan tangannya yang terasa pegal.

“Semangat.” kata Farzan tanpa ekspresi, ia juga merasa lelah.

Inara terkekeh. “Dikit lagi selesai, ayo semangat!”

“Gue masih lima soal,” ujar Farah.

“Lama lo. Nih, gue udah selesai,” kata Farzan menunjukan pekerjaannya.

“Lo gimana Ra?” tanya Farzan yang sedari tadi melihat Inara sibuk menulis.

“Udah!”

Farah mendegus kesal. Selalu saja tertinggal seperti ini, dengan gerakan cepat ia menulis dengan terburu-buru tidak baik membuat mereka menunggu. Terutama Farzan, karena tadi ia ke rumah Inara nebeng dengannya.

Walaupun begitu, Farah tetap menyalin jawaban milik Inara dan Farzan. Matanya bergerak ke kanan dan ke kiri.

“Gimana kalau besok kita berangkat rada siang?” usul Farzan.

“Buat apa?” tanya Inara.

“Biar nggak ada yang nyontek,” balas Farzan.

“SETUJU!” teriak Farah walaupun ia masih sibuk menulis.

“Nggak deh, kalian aja,” putus Inara.

“Yah, sesekali lah, Ra,” bujuk Farah

Inara menggeleng pelan, ini tidak baik baginya terlebih lagi besok ia terjadwal piket. “Nggak mau,”

“Ayo, Ra. Sekali aja,” bujuk Farzan menatapnya serius.

“Ra, lo paling nggak suka, 'kan kalau ada yang nggak ngerjain tugas dan berujung nyontek? Nah, ini kesempatan kita. Kali ini aja deh,” bujuk Farah menampilkan mata imutnya.

Inara menghela napasnya, setelah berpikir jernih ia mengangguk, tidak ada salahnya. “Iya, deh.”

“Asik!” seru Farah.

“Kita besok kumpul di persimpangan jalan deket sekolah. Nanti berangkatnya bareng,” tutur Farzan

“Asiap!” seru Farah bersemangat, sedangkan Inara hanya mengangguk ragu.

“Siap-siap. Tugas udah selesai belum?” tanya Farzan kesal.

“Bentar dong, tinggal dua nih,” jawab Farah.

Farzan memilih diam, ia memakan gorengan yang sudah mama Inara belikan.

“INARA YUHU!!” teriak seseorang di depan pintu.

“Assalamualaikum, orang gan—” ucapan Wildan terhenti saat melihat teman-teman Inara.

Bukannya malu, Wildan hanya tidak suka dengan salah satu teman Inara. Ia tidak suka jika Inara dekat dengan laki-laki lain selain dirinya.

Inara langsung berdiri mendekati Wildan. “Ada apa, Wil?” tanya Inara berbisik.

Inara dapat melihat wajah kusut Wildan, entah apa yang terjadi dengan anak itu. Ia tidak tahu, tapi yang pasti ada sesuatu yang Wildan sembunyikan. Ingin bertanya, tapi suasana sangat tidak tepat.

AMBIVALEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang