30. Awas, Ada Ular!

101 17 5
                                    

SELAMAT HARI SENIN!

GIMANA, SIAP MENYAMBUT HUT RI?🇮🇩

UDAH IKUTAN LOMBA MAKAN KERUPUK BELUM?

HEHE^^

Happy reading ❤️

Inara melepas helmnya dengan kesal. Tadi habis ashar sekitar jam tiga sore, Wildan mengajaknya pergi ke alun-alun. Katanya sih, bosan teman-temannya juga ada urusan sendiri, makanya mengajaknya. Tapi dengan kesepakatan, harus pulang sebelum Maghrib karena Papa Dodi ada di rumah. Inara sangat takut dengan papanya sendiri, Wildan mengiyakan karena ia juga takut, Om Dodi akan membakarnya hidup-hidup.

"Nih helm-nya," ucap Inara menyerahkan helmnya pada Wildan.

"Nih hilim-nyi," tiru Wildan sambil mencibir.

Inara mendegus, ini memang salahnya. Harusnya tadi, ia tidak pergi bersama Wildan. Karena jika pergi dengan Wildan, uangnya akan terkuras. Bayangkan saja, tadi saat di alun-alun ia yang harus membayar makanan, karena Wildan tidak bawa uang, belum lagi saat pulang motor Wildan macet karena kehabisan bensin lagi-lagi harus Inara yang membelikan.

"Jangan marah, Ra. Nggak baik!" seru Wildan sambil cengengesan tidak jelas.

"Pulang sana!" usir Inara.

"Dih, ogah! Gue mah, pengennya sama lo terus Ra," ujar Wildan geli.

Karena sudah merasa kesal karena uangnya yang terkuras habis. Inara memutar tubuhnya dan berniat masuk ke rumah. Tapi, langkahnya terhenti saat melihat lelaki paruh baya dengan tatto di sekujur tubuhnya, siapa lagi kalau bukan Papanya. Dengan segera Inara membalikan badan dan menatap Wildan seolah meminta bantuan.

Sialan, Wildan juga sepertinya tidak bisa berkutik, saat Om Dodi menatapnya dengan tatapan dingin. Ia meneguk ludahnya kasar, tapi ia tidak bisa diam saja seperti ini.

"Eh, Om!"

"Gue balik dulu, Ra. Mari Om!" pamit Wildan bergegas.

Baru saja menyalakan mesin motornya, telinga Wildan menangkap suara minta tolong. "Ra, lo denger nggak?"

"Iya, Wil, itu kaya suara ... "

"TANTE ENDAH!"

"MAMA!"

Keduanya saling menatap, kemudian Wildan mengegas motornya dengan cepat, sedangkan Inara berlari menuju rumah Wildan.

Wildan turun dari motornya dengan tergesa, ia segera masuk ke dalam rumah begitu juga dengan Inara. Mereka berdua melihat Yudha yang ada di pelukan Tante Endah, keduanya berada di ruang tamu dengan mata yang terus menatap ke langit-langit.

"Ma, ada apa?" tanya Wildan berjalan mendekat, tapi buru-buru Inara cegah, ia menarik tangan Wildan agar tidak mendekat.

"Jangan, Wil. Lihat!" tunjuk Inara dengan mengarahkan telunjuknya ke atas.

"Wildan, tolong nak," ujar Endah ketakutan.

"Tante tenang dulu, aku panggil Papa sekarang," pamit Inara.

"Pa! Papa! Buruan kesini!!" panggil Inara sedikit berteriak.

Papa Dodi, yang dari rumah mendengar kegaduhan dari rumah Wildan, segera meluncur ke rumah Wildan. "Ada apa?"

"Om, tolong i-itu ada ular!" seru Yudha yang sedari tadi memeluk Endah.

Papa Dodi yang tadinya menghisap rokok, lantas membuangnya. "Kalian keluar dulu."

Wildan mengendong Yudha untuk keluar bersama Mamanya. "Ayo cil."

Mereka ber-empat menunggu di teras depan. Sedangkan Om Dodi mengambil sapu untuk memukulnya.

Om Dodi mengangkat sapu ke atas, beliau mengarahkan ke ular yang berada di atas, ingin langsung memukulnya, tapi gagal dan ular itu malah jatuh ke lantai dan keluar ke teras, membuat Yudha menjerit ketakutan.

"Awas!" Om Dodi menyuruh mereka untuk sedikit menjauh.

Om Dodi mulai memukuli ularnya dengan ganas. Mata Yudha sudah ditutup oleh Tante Endah sambil merapalkan doa.

"Jabang bayi Ojo kaget ... Jabang bayi Ojo kaget." kata Endah.

Menirukan apa yang Mamanya lakukan, Wildan menyuruh Inara untuk menutup matanya dan tangannya terulur untuk membekap mulut dan hidung Inara. "Jangan lihat Ra!"

"Hmph ... " Inara berusaha untuk melepas tangan Wildan, dari mulut dan hidungnya. Ia sama sekali tidak bisa bernapas.

"Wildan, ih!"

"Eh, eh, salah Ra!" seru Wildan, saking paniknya ia malah membekap mulut Inara bukannya menutupi mata Inara.

***

Inara memasuki koridor sekolah yang masih sepi. Kakinya berjalan dengan santai, tapi kepalanya dipenuhi oleh bayang-bayang ular yang ada di rumah Wildan kemarin. Membayangkannya saja sudah mampu membuat tubuhnya merinding.

"Ra, awas!"

Itu, suara Farhan yang menarik tangannya ke belakang saat ingin melangkah memasuki kelas.

"Hah?"

Inara masih tidak sadar, saat Farhan menarik tangannya. "Ada apa?"

"Awas, ada ular!"

"Ular?" pekik Inara dengan suara tertahan.

Inara melihat di pojok kelas, ada Farzan yang sedang berusaha mematikan ular itu. Mendadak kepala Inara pusing, dari kemarin, ia sudah cukup kenyang melihat ular. Mana kelas masih dalam keadaan sepi sepeti ini.

"Duh," keluh Inara memijat keningnya.

"Kenapa, Ra?" tanya Farhan.

"Nggak, nggak papa Din,"

Part-nya dikit ya?
Maaf ya, aku lagi writter blok😭

Tapi tetep update 2kali kok 😉

See you yaa✨

AMBIVALEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang