34. Kesederhanaan Cinta Untuk Jenny

90 13 0
                                    

EYYO SELAMAT HARI KAMIS

KAMISYOUU😍

BTW UDAH BULAN SEPTEMBER AJA NIH.

SIAP MERAMAIKAN PART INI?

JANGAN LUPA BUAT VOTE DAN COMENNYA

Happy reading ❤️

“Apaan, sih, lepas!” protes Jenny pada Wildan.

Wildan mengabaikan perkataan Jenny, yang terpenting sekarang adalah membawanya pulang. Ia sudah mencuri start lebih awal dari Ariel.

“Tangan gue sakit anjir!” umpat Jenny.

Refleks, Wildan melepas tangannya. Ia lupa tangan kiri Jenny penuh luka sayatan. “Sori, salah.”

Perlahan, Wildan mengandeng tangan kanan Jenny dengan lembut. Begitu ia tahu Jenny terluka ia langsung mengajaknya pulang.

“Ayo naik,” titah Wildan ketika sudah sampai di parkiran.

“Ogah!” tolak Jenny mentah-mentah.

“Dih ... ”

Wildan mengeluarkan selebar uang berwarna biru dari sakunya. “Lumayan, gue bawa duid gede.”

Sekembalinya Papa Pram dari Kalimantan, membuat uang saku Wildan naik. Biasanya hanya sepuluh ribuan saja, tapi kali ini dapat lebih.

“Lima puluh ribu doang!” protes Jenny merotasikan matanya sambil bersedekap dada.

“Yee ... Masih untung Jen. Ayo! Gue traktir batagor,” ajak Wildan.

Kenapa tidak membeli makanan yang lain? Itu karena Wildan tahu, hanya batagor makanan yang murah juga mengenyangkannya. Coba aja kalau ia pergi dengan Inara, pasti Inara lah yang ia suruh membayar. Sungguh pelit.

“Yaudah ayo,” ujar Jenny mempercepat.

Wildan menaiki motornya terlebih dahulu dan memakai helm miliknya. Matanya melirik Jenny, yang tangannya terulur. “Ngapain lo? Minta sumbangan?”

Jenny berdecak kesal. “Helm-nya!”

“Oh, gue cuma bawa satu,” ucap Wildan sambil memukul helm yang sudah ada di kepalanya.

“Gimana sih?” sewot Jenny, bersama dengan Wildan hanya membuatnya kesal.

Dengan gerakan cepat, Wildan mengambil helm di sebelahnya. Entah itu milik siapa, yang penting ia bisa pulang bersama dengan Jenny.

“Nih, pake!” suruh Wildan menyerahkan helm sport dari motor KLX disebelahnya.

“Masa pake ini sih?” protes Jenny tidak suka, helmnya laki banget.

“Ribet lo! Buruan yang penting bisa dipake,” ujar Wildan ikutan kesal.

“Oy! Itu punya gue!” teriak Malik mendekat.

Keduanya menoleh terkejut. Terlebih lagi Wildan yang sudah kelihatan seperti maling yang tertangkap basah.

“Ehe, pinjem ya, bro. Mau pdkt nih,” bisik Wildan di samping Malik.

“Nggak modal banget lo!” ejek Malik tertawa.

“Emang,”

Bukan Wildan yang menjawabnya. Tapi itu Jenny, yang kesalnya sudah bertambah dua kali lipat.

“Pake aja,” ujar Malik memberi izin.

“Nggak mau ih, gede banget ini!” seru Jenny.

Wildan berdecak, lalu melepas helm miliknya. “Lo pake punya gue buruan!”

AMBIVALEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang