10. Lelah Secara Mental

135 16 0
                                    

HALLO APA KABAR?

SELAMAT HARI SABTU!

SEBELUMNYA MAU TANYA DONG, KALIAN UMUR BERAPA NIH?

SOALNYA ADA BAB KEDEPAN YANG ...

YANG APA HAYO😭

EH NGGAK BOLEH SPOILER HEHE🥵

OKE SELAMAT MEMBACA YAAA 😚

Happy reading ❤️

Brak!

Kelopak mata Inara langsung terbuka lebar. Jantungnya berdetak kencang, ia meyibak selimutnya lalu mendudukkan tubuhnya, ia memijat keningnya yang berkeringat dingin. Terasa pusing, mungkin karena kaget mendengar suara pintu yang dibanting begitu keras. Ia meneguk ludahnya, berjalan pelan ke arah pintu, dan mengintipnya.

Inara melihat ayahnya, Papa Dodi. Pulang dalam keadaan mabuk berat seperti biasanya. Terlihat juga ibunya, Mama Ina. Menutup pintu, agar tidak ada tetangga yang melihat. Walaupun, tetangga mereka sudah tahu tabiat buruk Papanya.

“Mas ...” Ina berusaha menenangkan suaminya. Ingin mengajaknya masuk ke kamar, tapi Papa Dodi menepis tangannya.

Papa Dodi malah berjalan sempoyongan dengan meracau tidak jelas. Inara sedikit menutup pintu kamarnya, kala Papa Dodi malah berjalan ke arahnya, Inara merasa takut. Tapi untungnya Papa Dodi berjalan mundur.

Prang ....

Tangan ayahnya, menyenggol bingkai foto yang ada dimeja. Mama Ina, mendekatinya dan mengajak ayah Inara untuk masuk ke kamarnya.
Inara bernapas lega, untungnya papa sudah dibawa masuk oleh mamanya.

Inara keluar dari kamarnya, mengambil bingkai foto yang tergeletak di lantai dengan pecahan kaca yang berserak. Matanya berair, entah mengapa perasaannya tidak enak.

***

“RA!”

“Inara yuhu!!!” Farah melambaikan tangannya didepan muka Inara.

Lamunan Inara buyar seketika. Ia menerjapkan matanya berulang. Tidak sadar, ternyata sudah berada di depan kelas. Ia merasa tidak bersemangat hari ini.

“Ra, kenapa? Tumben berangkat siang?” tanya Farah penasaran, selama ini Inara tidak pernah berangkat lambat seperti ini.

Inara menatap jam yang melingkar dipergelangan tangannya. Ia tertegun, jam sudah menunjukan pukul tujuh kurang sepuluh menit. Sebelumnya tidak pernah.

Farah menempelkan punggung tangannya, ke dahi Inara. “Nggak panas. Lo kenapa Ra? Kok, dari tadi cuma diem?”

“Eh, nggak papa Far,” ujar Inara lemas.

Farah tersenyum, lalu mengandeng tangan Inara untuk masuk ke kelas. “Ayo, masuk!”

Saat memasuki kelas, mata Inara tertuju pada gerombolan siswa yang sedang sibuk mengerjakan sesuatu. Matanya menyipit, mencoba mencari tahu kebenarannya.

“Ra, gue ada berita bagus! Tadi nih, pas gue—”

“Apa ada tugas?” potong Inara cepat, ia menatap Farah penuh tanya, dengan harap-harap cemas.

“Tentu aja! Pak Susanto mana mungkin nggak ngasih tugas ...” Farah menjeda kalimatnya.

“Jangan bilang lo nggak ngerjain?” tanya Farah tidak percaya.

Inara langsung cemas seketika, terlihat dari wajahnya. Ia langsung duduk di bangkunya, membuka tasnya kasar dan mengambil bukunya cepat. Bahkan ia mengabaikan sapaan dari Farzan di belakangnya.

AMBIVALEN (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang