10.

64 8 0
                                    








"Kamu sudah sadar?"

Yoongi yang baru saja masuk ke dalam kamarnya bertanya karena terdengar lenguhan kecil dari pemuda itu, dengan tangan kanan sudah ada benda yang mengepul asap di atasnya bau aromanya pun sangat menenangkan. Kopi sarapan pagi yang akan mengawali hari-hari berat Yoongi, dia turun sebentar hanya untuk menyajikan minuman kesukaannya ini simple saja tinggal memanaskan air lalu menuang kopi 𝘴𝘢𝘤𝘩𝘦𝘵𝘢𝘯 ke dalam cangkirnya.

Namun saat kembali pada kamarnya, ada pergerakan di sana dengan sigap Yoongi datang mendekat untuk melihatnya lebih intens kopi yang baru di seruputnya pun di letakkan pada atas meja dan terlupakan.

Karena tadi malam Yoongi harus tidur dalam waktu tiga jam saja, terbangun akibat suara perut yang minta diisi tapi bukannya makan dia memilih meminum kopinya daripada selembar roti.

Teringat tadi malam pemuda yang menerima uangnya nanti akan kembali untuk menjadi saksi di kantor polisi, kejujuran anak itu memudahkan kasus ini walaupun dirinya harus berkorban mengeluarkan uang banyak. Yoongi pun harus segera pergi setelah pengecekan kalau Jimin baik-baik saja, kalau ada yang sakit Yoongi bisa membawakannya ke rumah sakit tanpa perlu persetujuan anak ini seperti sebelumnya.

Jimin membuka matanya perlahan-lahan, membiasakan manik matanya untuk menerima cahaya di ruangan ini karena perasaannya matanya sudah lama tidak terbuka begitu berat dan sedikit perih mendapatkan hal baru. Kening berkerut samar, saat maniknya sudah bisa menerima pencahayaannya yang tidak begitu silau tapi mengapa matanya seperti mendapatkan cahaya yang begitu menyakitkan mata?

Di mana dia saat ini?

Itulah pertanyaan yang pertama kali Jimin ucapkan di dalam kepalanya, melihat di sekelilingnya begitu asing sangat besar pun luas tapi dia tidak melihat semuanya dengan baik. Karena tubuhnya benar-benar sakit, ngilu kalau melakukan pergerakan kecil.

Jimin baru teringat bahwa dirinya ini korban kekerasan mungkin bisa di bilang hampir terbunuh, tapi dia tidak melanjutkan ingatannya kembali terputar. Jimin memilih memejamkan matanya, menarik napasnya panjang pun membuangnya sedikit demi sedikit. Menenangkan pikiran dan hatinya begitu perlu untuknya, karena semua ini untuk kebaikannya sendiri.

Oh!

Jimin terkejut bukan main saat matanya terbuka, ada seseorang dewasa tengah duduk di tepi ranjangnya sambil menatap dirinya khawatir. "Bapak yang menyelamatkanku?" tanyanya lemah.

Dan Yoongi mengangguk sambil tersenyum simpul.

Hal itu membuat Jimin tersenyum lebar sampai matanya tenggelam akan lemak pipinya. "Syukurlah aku masih di beri kehidupan, terimakasih Pak karena sudah menyelamatkan saya."

"Bukan masalah, yang penting kamu baik-baik saja sekarang. Ada yang sakit? Kalau ada saya akan menelepon rumah sakit untuk menjemputmu di sini." Yoongi mengulurkan tangannya mengambil cangkirnya, lalu menyeruput pelan air kopinya.

Yoongi sepertinya melupakan apa pesan yang di katakan Jimin saat hendak di angkat dari pingsannya, bagaimana tidak untuk mengingat hal itu Yoongi saja tidak ingat dirinya sudah makan atau belum kemarin siang? Karena sibuknya dia melakukan pekerjaan ini rasa laparnya tidak di hiraukan.

Jimin membesarkan kedua mata kecilnya saat mendengar nama rumah sakit, dia bergerak untuk bangkit dari tidurnya tapi di tahan pergerakannya karena Yoongi lebih dulu memperingatinya. "Jangan bergerak. Diam saja, di tulang rusukmu sepertinya retak. "

"Ja—jangan di rumah sakit, ku mohon." Jimin tidak menghiraukan peringatan yang di berikan orang dewasa di depannya, malah memberikan tatapan mata penuh memohon untuk tidak membawanya.

Hunting Time (Yoonmin Story) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang