23. Trust Fall

779 96 23
                                    


Naraya memberhentikan langkahnya dan menghembuskan nafas kesal saat ia merasa seseorang mengikuti langkahnya sejak ia keluar dari ruangan Jeno sedari tadi. Ia pun berbalik dengan emosi dan menatap Kavi-seseorang yang mengikutinya sedari tadi itu-dengan tajam.

"Lo bisa berhenti ngikutin gue, gak?"

Kavi mengusap tengkuknya canggung, "Lo mau balik? Gue anter-"

"Gak perlu!"

"Nar.." Lirih Kavi dengan wajah sedih, "Jangan bikin hubungan kita kayak gini."

"Bukan gue, Kav. Satu-satunya yang bikin hubungan kita kayak gini itu adalah lo!"

Kavi diam. Tatapan Naraya menusuknya begitu dalam hingga hawa dingin basement parkiran Rumah Sakit itu sangat terasa di kulitnya membuat tubuhnya meremang.

"Terus gue harus gimana? Menurut lo gue harus gimana untuk memperbaiki ini semua? Lo bahkan ngehindar dari gue. Terus cara gue memperbaiki hubungan kita yang udah terlanjur kayak gini itu gimana kalo lo ngehindar dari gue?"

"Gak perlu di perbaiki. Mungkin emang udah waktunya kita untuk sendiri-sendiri kayak gini."

Naraya pun berbalik tetapi dengan cepat Kavi menangkap lengan gadis itu dan memblokir jalan Naraya agar tak menjauh dari sisinya.

"Nar, tolonglah.." Kavi benar-benar frustasi saat ini. Jika Naraya memaksanya untuk menangis mungkin ia akan menangis sejadi-jadinya saat ini.

"Gue minta maaf. Gue bener-bener minta maaf sama lo. Apapun kesalahan yang udah gue bikin gue bener-bener minta ma-"

"Gue udah maafin lo. Lo gak perlu minta maaf karena gue gak se-baper itu sampe lo harus minta maaf berkali-kali kayak gini."

"Terus apa? Yang bikin lo menghindar dari gue apa? Lo-" Kavi teringat sesuatu saat melihat raut wajah Naraya yang mulai tak nyaman di dekatnya. "Jangan bilang alasannya karena gue cinta sama lo?"

"Lo gak cinta sama gue."

"Nar!"

Naraya mengangkat kepalanya dan menatap Kavi tak gentar, "Selama ini lo cuma terbiasa sama gue. Cewe satu-satunya di hidup lo cuma gue beberapa tahun ini dan-"

"Lo kenapa sih, Nar? Lo itu gak tau gimana perasaan gue! Lo gak boleh asal nyimpulin kayak gitu!"

"Jadi.. lo beneran cinta sama gue?"

Kavi mengusap wajahnya frustasi sebelum mendekat dan memegang kedua bahu Naraya lembut.

"Gue cinta sama lo, Naraya. Gue bahkan lebih cinta sama lo daripada diri gue sendiri."

Naraya menelan ludahnya sebelum mundur dua langkah membuat tangan Kavi di bahunya terlepas, "Yaudah."

"Yaudah?"

Naraya mengangguk, "Iya. Yaudah. Berarti lo bener. Alasan gue ngehindarin lo karena lo cinta sama gue. Dan harusnya lo udah tau itu dari dulu. Gue udah bilang berkali-kali juga kan sama lo tentang itu?"

Kavi tertegun dengan tatapan yang menajam dan tangan yang semakin erat terkepal, "Alasannya apa? Kenapa lo harus ngehindar dari gue kalo gue cinta sama lo? Emang gue se-gak pantes itu buat cinta sama lo sampe lo harus ngehindar dari gue?"

"Lupain gue, Kav." Lirih Naraya tercekat, "Lupain gue kalo lo masih mau sahabatan sama gue. Lupain gue kalo lo mau hubungan kita kembali kayak dulu."

"Lo-" Kavi menarik rambutnya ke belakang kasar dan menahan umpatannya, "Lo apa-apaan sih, Nar? Lo pikir segampang itu? Lo pikir perasaan gue apaan? 20 tahun, Nar! 20 tahun gue cinta sama lo bahkan nanti-sampe tua nanti- gue berani bertaruh gue bakalan tetep cinta sama lo! Dan sekarang lo malah nyuruh gue ngelupain lo gitu aja? Lo-"

I OWE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang