27. Lost Boy

558 79 26
                                    


Freya-kakak perempuan Jeno memasuki ruangan adiknya dengan tubuh gemetar. Matanya pun sudah berkaca-kaca sedari tadi dan ingin segera tertumpah ruah jikalau dia tak sekuat hati menahannya. Ia menarik nafas dan berjalan mendekat saat melihat Jeno terbaring di atas hospital bed dengan kepala yang masih diperban. Perempuan itu menatap Jeno lama sebelum terduduk lemah di kursi dengan air mata yang tidak di komando sudah mengucur deras.

Freya pun menangis sesegukan melihat kondisi adiknya dan ia menyalahkan dirinya berkali-kali karena terlambat tau mengenai ini semua.

"Freya?" Jeno yang baru saja membuka mata kaget saat menemukan Freya yang menunduk sambil menangis. "Lo-"

"Kenapa, Jen?" Freya mendongak dengan mata yang basah, "Kenapa lo gak bilang kalo lo sakit? Kenapa lo gak bilang kalo lo koma karena operasi pendarahan otak? Kenapa lo gak bilang sama gue?!"

Jeno mendudukan dirinya, panik, "Fe tenang dulu-"

"Tenang?!" Freya tersenyum sarkas dengan pipi yang basah, "Gimana gue bisa tenang, Jen? Gue cuma punya lo! Gue Kakak lo! Gue Kakak kandung lo! Gue berhak tau semuanya! Tapi-Hiks-kenapa? Kenapa lo giniin gue, Jen? Hiks!"

Freya menangis semakin keras membuat Jeno memeluknya sambil tersenyum terharu dengan mata yang ikut berkaca-kaca. Ia mengelus punggung kakaknya itu naik turun seakan menenangkan.

"Karena gue gak mau lo kayak gini." Lirih Jeno di pelukannya, "Gue gak mau liat Kak Freya gue nangis makanya gue gak mau kasih tau lo tentang penyakit gue."

Freya semakin menangis dan memeluk Jeno semakin erat.

"Lagian sekarang gue udah gak pa-pa kok. Minggu depan perbannya udah boleh dibuka terus dibolehin pulang deh sama Dokter."

Freya melepas pelukannya, "Tapi tetep aja, Jen! Syukur banget lo udah gak pa-pa sekarang. Dan kalo misal lo gak baik-baik aja gimana? Gue harus apa? Gue harus ngerasain perasaan bersalah kayak gimana lagi, Jen? Gue-"

"Shhtt!" Jeno memeluk Freya lagi, "Udah Fe udah! Yang penting gue udah baik-baik aja. Gue minta maaf karena gak ngasih tau lo cuma gue sekarang beneran gak pa-pa. Jadi lo gak perlu ngerasa bersalah, okay?"

Freya sesegukan dengan air mata yang masih bercucuran. Tak lama, ia pun mengangguk lemah membuat Jeno tersenyum dan mengacak rambut kakaknya itu dengan sayang.

"Sekali lagi maafin gue, Jen. Gue bener-bener gak becus jadi kakak lo." Ucap Freya ketika sudah melepas pelukannya Jeno dan sudah mulai tenang.

"Apasih becus-becus? Lo itu kakak paling becus sejagad raya asal lo tau!" Ucap Jeno membuat Freya mendengus. Jeno pun terkekeh.

"Btw, lo tau dari siapa gue disini? Hema apa Kavi? Ck! Mereka tuh emang ember ternyata, padahal gue udah larang buat kasih tau lo-"

"Gue nguping." Sela Freya membuat Jeno terdiam, "Kavi sama Hema ngomongin lo di lorong. Kebetulan gue lewat jadi yaudah."

"Jadi lo nguping?" Hema muncul tiba-tiba di balik pintu membuat Jeno dan Freya mengarahkan pandangan kaget ke lelaki tersebut. "Karena gue larang lo buat ngobrol sama gue dirumah sakit lo nya malah mata-matain gue dan nguping semua pembicaraan gue?"

Freya menghela nafas lelah. Ia merapihkan rambutnya sebelum berdiri. Ia pun menatap Jeno, "Jen, gue keluar dulu. Ntar gue kesini lagi."

"Maksud lo apa?" Hema memblokir jalan Freya yang akan keluar, "Gue masuk lo malah keluar. Maksud lo apa?"

"Gak maksud apa-apa. Cuma aku pikir kamu sama aku gak bakal nyaman berada di satu ruangan kayak gini. Jadi, lebih baik aku keluar dulu. Permisi." Freya menggeser tubuhnya ke kiri dan Hema pun dengan sigap melakukan hal yang sama, "Kamu kenapa sih, Hem?"

I OWE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang