37. The Night

878 96 27
                                    



Kavitalan memasuki Dream Cafe dengan langkah lesu membuat Karina pun langsung menghampiri laki-laki itu.

"Kav lo abis darimana? Gue panik tau gak pas lo tadi tiba-tiba pergi gitu aja? Gue telponin dari tadi juga gak di angkat dan-Astaga, Kav!"

Karina menahan tubuh Kavi yang terlihat sempoyangan di depannya. Kemudian tanpa pikir panjang Karina pun mengalungkan lengan Kavi pada bahunya lalu memapah lelaki itu ke meja yang tak jauh darisana.

Kavi menjambak rambutnya dengan siku bertumpu meja. Dia lelah. Sangat lelah. Untung saja ia masih berpikir bisa berpikir jernih membuat dia langsung menuju Dream Cafe sebelum ia salah langkah dan berakhir mencelakai dirinya sendiri.

"Kav? Lo okay? Lo keliatan kacau banget!" Tanya Karina khawatir yang sudah duduk disebelah Kavi. Ia pun menuangkan air mineral untuk Kavi.

"Ada minuman gak, Rin?"

"Minuman? Ini air minum dulu-Maksud lo-"

"Iya minuman sisa Hema. Liat di kulkas private room deh, Rin. Tolongin."

Karina tertegun. Dia akhir-akhir sudah sangat sering menemani Kavi minum disini padahal laki-laki itu memiliki toleransi yang sangat rendah terhadap alkohol. Namun, Karina pikir mungkin saja sepertinya masalah yang Kavi rasakan jauh lebih berat dibanding alkohol yang memasuki tubuhnya lelaki itu.

"Lo bisa cerita sama gue, Kav. Gak semua hal bisa diselesaiin dengan lo minum-minum kayak gitu." Ucap Karina berusaha untuk membuat Kavi sadar bahwa kehadirannya jauh membuat laki-laki itu lebih tenang daripada minuman beralkohol tersebut.

Kavi menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi, ia tersenyum tipis, "Udah selesai, Rin. Masalah gue semuanya udah selesai dan endingnya gak bahagia sama sekali. Jadi yaudah."

"Kav,"

"Naraya udah tau semuanya." Ucap Kavi sebelum Karina melanjutkan ucapannya. "Dan seperti apa yang gue bilang sama lo waktu itu kalo Naraya gak bakal percaya gue. Dia keras kepala. Dan dia milih untuk ninggalin gue demi untuk ngelindungin bokapnya."

Karina geleng kepala tak percaya, "Gak mungkin!-Maksudnya-lo udah ceritain ke dia kalo bokapnya itu jahat banget? Dia-"

"Udah. Tapi tetep aja. Selagi bokapnya masih baik di depan dia. Naraya gak akan pernah percaya sama gue."

Karina lagi-lagi menganga kaget. Gadis itu ikut frustasi sampai tak bisa berkata-kata. Dia bahkan menyibak poninya berkali-kali sebelum kembali fokus kepada Kavi yang berada di sampingnya.

"Terus sekarang apa yang bakal lo lakuin?" Tanya Karina.

Kavi menoleh menatap Karina yang seperti menunggu jawabannya, "Besok gue bakal kasih bukti rekaman itu ke polisi."

"Lo serius?!" Pekik Karina sedikit lebay karena baru kali ini melihat Kavi akhirnya membahas bukti rekaman tersebut.

Kavi mengangguk, "Saat ini cuma itu yang bisa gue lakuin, Rin."

"Enggak, Kav. Lo harus pikirin dulu. Maksudnya gue sangat mendukung kalo akhirnya lo mutusin buat nindak-lanjutin kasus Rian Prasetyo. Lo tau sendiri kalo gue yang maksa lo dari dulu untuk ngelakuin itu. Cuma sekarang posisinya lo sama Naraya lagi berantem. Kalian salah paham-"

"Salah paham darimananya, Rin? Gue sama Naraya udah nyerah satu sama lain. Meskipun kita bareng cuma sebagai sahabat tetap aja itu bakal nyakitin gue sama dia secara gak langsung. Jadi gue pikir udah waktunya gue mikirin diri gue sendiri karena selama ini kayaknya gue selalu mikirin Naraya sampai gue lupa untuk mikirin diri gue sendiri lebih dulu."

Karina langsung terdiam secara shock mendengar itu.

"Paling gak kalo misal kisah gue sama Naraya gak bahagia pada akhirnya gue bisa punya harapan untuk bikin akhir bahagia untuk diri gue sendiri, Rin. Dan dengan gue menindak-lanjuti kasus Rian Prasetyo mungkin aja gue bisa ngumpul lagi bareng keluarga gue kayak yang lo bilang selama ini. Iya, kan?"

I OWE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang