30. The Gun

514 78 37
                                    



"Kav?" Panggil Naraya saat melihat Kavi menggeliat dari tidurnya, "Lo gak pa-pa?"

Kavi mengerjap dan ketika matanya terbuka lebar wajah cantik milik Naraya yang terlihat sedih tertangkap oleh pandangan matanya. Ia pun berusaha mendudukkan diri sambil menelusuri dimana ia berada saat ini, Naraya dengan sigap membantunya lalu memberi segelas air untuknya.

"Minum dulu, Kav. Lo semalem mabuk-"

"Karina mana?" Kalimat tanya itu satu-satunya yang keluar dari mulut Kavi membuat Naraya terdiam.

Kavi tentu saja sangat mengingat kejadian kemaren. Dimana setelah dia memasuki gerbang kampus dengan fotonya yang terpampang dimana-mana dia memilih kabur tak tentu arah hingga berakhir di depan Apartemen milik Karina. Dia benar-benar menunggu Karina selama berjam-jam dengan niatan memohon agar gadis itu membunuhnya karena jujur saja ia sudah tak sanggup untuk menjalani hidup yang kian hari kian memojokkannya. Dan setelah kejadian itu, ia tak lagi mengingat apapun. Dia bahkan tidak mengingat kenapa ia berakhir di ruangan yang sangat familiar karena ini adalah Apartemennya Hema. Kavi pun mulai memegang kepalanya berusaha untuk mengingat apa yang terjadi dan usahanya malah sia-sia karena kepalanya semakin sakit membuatnya kian meringis.

"Kav? Lo gak pa-pa? Ada yang sakit?" Tanya Naraya dengan raut wajah panik.

"Kenapa gue bisa disini? Semalem gue bareng Karina dan-"

"Dan dia berniat ngebunuh lo makanya gue, Jeno sama Naraya langsung jemput lo dan itu juga alasan yang sama kenapa lo bisa disini sekarang." Hema masuk ke dalam kamar itu dengan semangkok bubur hangat di tangannya.

"Ngebunuh?" Kavi mengernyit, "Ngebunuh siap-gue? Maksudnya Karina mau ngebunuh gue?"

"Iya." Jeno pun datang dan bersender di ambang pintu dengan melipat tangan di dada, kakinya ia silangkan membuat ketiganya menatapnya, "Dia bilang dia nendang lo ampe pingsan dan bakal bunuh lo kalo aja gue sama yang lain telat buat jemput lo kesana."

Kavi ternganga tak percaya. Ia bahkan berkali-kali membuka dan menutup kembali mulutnya lantaran shock. Kemudian ia geleng kepala seakan tak menerima kalimat Jeno barusan.

"Enggak! Gak mungkin! Kalian beneran percaya gitu aja dengan omongan Karina? Maksud gue-Eh btw, kalian gak macem-macemin dia, kan? Kalian gak sampe bikin dia celaka dengan alasan bales dendam-"

"Enggak, Kav. Lo tenang aja." Naraya mengusap bahu Kavi yang awalnya tegang seketika mulai rileks.

"Tadinya gue sama Jeno emang pengen cari gara-gara soalnya cewe itu udah keterlaluan banget, Kav!" Seru Hema menggebu-gebu, "Cuma Naraya ngelarang. Naraya bilang lo pasti gak suka sama tindakan impulsif kayak gitu."

"Lagian dia juga gak ada di Apartemen." Sambung Jeno yang sudah bergabung di tempat tidur, "Gak tau kemana. Kabur kali!" Hema dan Naraya pun menyetujui ucapan Jeno.

Kavi menghela nafas lega sejenak sebelum kemudian kembali menatap ketiga temannya, "Dia gak salah sama sekali."

"Kav,"

"Bentar, Hem. Gue belum selesai ngomong." Kata Kavi cepat membuat Hema terdiam sambil menghela nafas kasar.

"Gu serius. Dia gak salah. Dia ngelakuin hal yang bener. Awalnya emang gue kesel banget sama dia. Cuma setelah gue pikir-pikir kalo aja dia gak ngebongkar semuanya gue gak bakal tau mana temen yang tulus sama gue dan mana yang enggak."

Ketiganya terdiam memandang Kavi yang terlihat benar-benar tak keberatan sama sekali dengan tindakan Karina yang sudah sangat kejam kepadanya.

"Dan soal ngebunuh. Bukan dia yang pengen tapi emang gue yang minta." Lanjut Kavi lagi, "Gue mabuk berat. Pikiran gue cuma kepengen mati malam itu biar beban hidup gue hilang. Tapi Karina langsung nampar gue dan ngambil pisau di tangan gue. Dia juga nyimpen pisau itu di dalam tas dia." Kavi mendongak menatap ketiga temennya, "Lo semua tau lo pointnya apa?"

I OWE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang