Chapter 15

997 199 8
                                    

_______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______

Helaan napas terdengar dari seorang gadis bersurai hitam. Dia memijit pelipisnya pelan untuk mengurangi rasa nyeri di kepala. "Dakara... sudah kubilang kalau aku--"

"Ah, ah, ah! Tidak ada alasan, Blizz." Hawks menggelengkan kepala dan bersendekap di dada.

"Jika kau tidak melakukan apapun selama magang ini, maka aku juga tidak bisa memberi evaluasi kerjamu pada UA. Dan kau tahu, itu akan memengaruhi nilai sekolahmu, kan," lanjutnya tersenyum miring.

Krrttt..

Ranka membalas senyum Hawks dengan senyuman manis. Tapi jika dilihat dari dekat, urat-urat di sekitar lehernya sudah tercetak jelas. Gadis itu menggertakkan gigi diam-diam untuk meredam rasa kesal.

'Magang sialan! UA sialan! Jika bukan karena gaji yang menanti, akan kurebus ayam ini dan kucabuti bulu-bulunya!!' batin gadis itu masih mempertahankan senyuman.

"Haaah, baiklah. Jadi? Apa yang harus ak--kami lakukan?" Tanya Ranka setelah menormalkan wajah, sedikit melirik Tokoyami yang ada di sampingnya.

Hawks menjentikkan jari. "Balapan."

Kedua remaja di hadapannya memiringkan kepala, lalu melirik satu sama lain dengan raut wajah kebingungan.

Hawks mulai berjalan keluar agensi, diikuti kedua remaja itu. "Kalian tahu, sejujurnya aku tidak tertarik dengan anak magang, tapi kali ini pengecualian," ujarnya melirik ke belakang.

"Dunia pahlawan itu penuh kompetisi, loh. Menjadi pahlawan bukan hanya tentang menyelamatkan orang yang sedang dalam masalah, tapi juga membuat mereka merasakan perasaan aman, contohnya seperti saat ini-- Hai!"

Hawks membalas lambaian dari salah satu pejalan kaki dengan senyuman lebar. Teramat lebar. Sampai-sampai Ranka berpikir kalau mulut pria itu bisa sobek jika tersenyum lebih lebar lagi.

"Jadi maksud Anda kami harus berpatroli sambil tersenyum seperti orang bodoh, begitu?" Tanya Ranka sedikit tidak yakin.

Panah tak kasat mata seolah menusuk tepat ke jantung Hawks. Secara tidak langsung, Ranka telah mengatakan kalau dirinya terlihat seperti orang bodoh.

"Kalau yang seperti itu aku tidak bisa," Tokoyami berkomentar.

"Same," jawab Ranka datar.

Hawks tertawa canggung, lalu menoleh kearah dua anak didiknya. "Bukan seperti itu maksudku, yang tadi hanya contoh. Memang bagus jika kalian bisa bersikap ramah, tapi yang terpenting adalah menanamkan kepercayaan yang kuat dalam diri masyarakat."

Ranka menoleh ke seberang jalan. Menatap bulu Hawks yang tengah meraih balon berwarna hijau, lalu menyerahkannya pada sang pemilik, anak kecil berusia 5 tahun dengan mata coklat dan pipi chubby.

Alis Ranka terangkat dengan penuh ketertarikan saat melihat balon itu meletus di detik berikutnya.

Dia terkekeh geli mendapati ekspresi yang dikeluarkan bocah tersebut. Alis bertaut, mata berkaca-kaca, bibir mengerucut, dan pipi yang menggembung. Dia yakin bocah itu akan menangis dalam hitungan detik.

HUNTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang