Chapter 12

1K 183 12
                                    

_______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_______

Krieett

Pintu pagar yang sedikit berkarat berderit nyaring ketika seseorang mendorongnya. Ranka si pelaku, berjalan masuk ke halaman rumah, tak lupa menutup kembali pintu pagar.

Begitu masuk ke dalam rumah, dia dikejutkan dengan kehadiran sosok yang familiar di dapurnya, mengenakan apron biru, dan tengah sibuk mengaduk sesuatu di dalam panci. Orang itu tampaknya tak menyadari kehadiran Ranka.

Gadis itu mendekat dan membuka mulut untuk bicara, "Kapan kau datang?"

"HUAH!" Orang itu berjingkat saking terkejutnya dan berbalik untuk melihat Ranka.

"Kau mengejutkanku, kapan kau pulang?" Balas Takahiro sambil mengelus dada.

"Aku yang tanya duluan."

"Baru saja. Kudengar kau pingsan, ya? Tidak biasanya..."

"..." Ranka melengos pergi tanpa sepatah kata dan masuk ke kamarnya di lantai dua.

"Hei! Aku bertanya padamu!!" Ucap Takahiro bersungut-sungut.

Oh, ayolah. Gadis itu mana mau menjelaskan hal yang jika dipikirkan saja membuatnya kesal. Terlebih alasan itu sangat tidak penting.

Keisengan Monoma? Meteor jatuh? Pingsan karena kepanasan?

Ha! Daripada mendengar tawa menyebalkan pria bau tanah itu, lebih baik Ranka menutup mulutnya rapat-rapat.

Setelah selesai mandi busa selama setengah jam, Ranka memutuskan untuk turun mencari makan malam. Dia berjalan melewati Takahiro menuju kulkas. Mengambil tart cake yang sisa setengah dan susu kotak full cream.

"Hei, aku sudah memasak kare. Makanlah ini dulu sebelum makan tart itu. Tenang saja aku tidak memasukkan yang aneh-aneh," ucap Takahiro sungguh-sungguh.

Ranka menatapnya antara tidak percaya dan jijik. Oh, tidakkah pria itu tahu kalau apa yang dia katakan justru membuatnya semakin tidak meyakinkan?

Dia menatap kearah panci yang berisi kare buatan Takahiro. Kening gadis itu mengernyit. Cairan berwarna hitam dengan beberapa bahan makanan yang masih utuh mengambang disana. Jangan lupakan aura hitam yang muncul di sekitar panci itu.

'Kare? Itu terlihat seperti racun untukku.' batinnya menatap horor.

"Tidak terima kasih, aku masih ingin hidup."

Setelah mengatakan hal itu, Ranka mengambil ramen instan dari tempat penyimpanan lalu memasak dan memakannya dengan senang hati.

"Kau benar-benar tidak menghargai usahaku," Takahiro memasang wajah sedih. Pipi menggembung, bibir mengerucut, dan tatapan memelas.

Mulut Ranka membuka dan menutup. Dia mengangkat ramennya setinggi dada sebelum bicara. "Berhenti memasang wajah menjijikkan itu sebelum kulempar ramen ini padamu."

HUNTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang