Suara bising dari dapur terdengar jelas dari ruang tamu tak hanya suara bising kini ada aroma harum berasal dari dapur juga.
"Lan! bini lu pinter masak, enak banget hidup lu." puji Jefran yang begitu sampai di ruang tamu.
"Mending lu pulang," jawab Arlan.
"Lah lan kok gitu! Ingat ya berbagi itu indah," jelas Jefran.
"Lu pulang atau gaji lu habis gua potong?"
"Kebiasaan ngancem mulu, iya-iya pulang gua."
Jefran membuka pintu, sesekali ia melirik Arlan dengan tatapan memelas namun Arlan tak menghiraukan tatapan itu.
BRAK!
Jefran membanting pintu.PRANG!
"Astagfirullah!" teriak Annur dari dapur.
Arlan berlari ke arah dapur mendapatkan Annur membungkuk untuk membereskan serpihan piring tersebut.
"Biar gua," ujar Arlan mengambil alih.
'Anj*ng awas aja lu Jef! kalo si Annur kenapa-kenapa gua pindahin lu ke desa.' batin Arlan geram.
Kini Arlan sibuk membersihkan serpihan piring itu sampai bersih setelah bersih ia menyuci tangan di whastapel dan beralih menghampiri sang istri.
Mengecek dari ujung kepala sampai kaki. "Lu gak papa kan?"
"Kak?"
"Iy--" terkejut.
"Cadar lu mana?!" sentak Arlan yang baru menyadari bahwa istrinya tak memakai cadar.
"A-aneh ya kak?" tanya Annur gugup dan langsung menunduk.
"An--"
"Cantik kok." sela Arlan.
BLUSH!
Pipi Annur seketika merah padam. Ia terus saja menundukkan kepalanya enggan mengangkatnya.
"Kan udah di bilang cantik, kok masih nunduk?"
"Angkat."
Annur tak berkutik ia menjauh dari Arlan, mengendap-endap dan berlari ke anak tangga yang menuju lantai dua tempat kamarnya berada.
Sedangkan Arlan kembali terkekeh melihat tingkah istrinya."Gemes banget sih," menatap Annur yang semakin menjauh.
"Untung aja Jefran gak masuk sampai dapur, awas lu Jef!"
Nampaknya Arlan masih kesal dengan Jefran yang membanting pintu tadi. Arlan kemudian menghela nafas mencoba menektralisirkan pikirannya agar terhindar dari amarah.
"Sabar."
Beberapa menit kemudian. Annur kembali dengan memakai cadarnya, Arlan tersenyum. Arlan kini menghampiri Annur yang baru saja duduk di salah satu kursi meja makan. Arlan dengan santainya mengangkat cadar istrinya dan
CUP!
Ia mengecup pipi istrinya di iringi dengan senyum."Udah jangan malu sama suami sendiri juga."
Setelah mengatakan itu Arlan berpaling membuka ikatan cadar Annur. Senyum kembali terukir di bibir Arlan.
"Gini kan cantik."
"Eit!! jangan tunduk lagi," sahut Arlan ketika melihat Annur yang ingin kembali menundukkan wajahnya.
"T-tetap aja Annur malu, ih jangan di tahan kak."
Mengelus kepala istrinya. "Wajib mendengar perkataan suami, lu emang mau dosa?"
Annur menggeleng cepat.
"Bagus, yaudah makan yuk ...,"
"Iya kak."
_______________
Setelah makan Annur beranjak mengumpulkan piring namun lagi-lagi Arlan menahannya.
"Lu udah masak, biar gua yang cuci."
"Emang bisa?" tanya Annur.
"Tentu gak bisa, kan di awasin ama lu ... sekalian belajar."
Terkekeh. "Yaudah Annur ajarin."
Annur memberi arahan pada Arlan sang suami, walaupun baru pertama kali bagi Arlan namun bagi Annur Arlan yang sigap tangkap itu membuat Annur merasa bersyukur memiliki suami sepertinya.
Selang beberapa menit kemudian.
"Beres."
Annur tersenyum, berjalan mengambil tisu di atas meja dan melap butir-butir keringat sang suami.
"Kak Arlan capek? Mau Annur pijitin?" tawar Annur pada Arlan.
"Boleh tapi gua mandi dulu."
Mengangguk. "Iya kak, biar Annur siapin air hangat."
Arlan lagi-lagi mengelus kepala istrinya dengan lembut. "Udah gak papa, istirahat aja." sahut Arlan menuntun istrinya duduk di kursi.
"Gua mandinya bentaran doang ya."
Setelah mengatakan itu Arlan beranjak pergi dari ruang tamu.
"Annur bisa gila kalo dekat kak Arlan terus," mengecek suhu pipinya.
"Kan panas."
________________
Keesokkannya saat malam hari terdengar hujan dan suara guntur mengema di setiap ruangan. Terlihat Arlan yang masih memejamkan matanya seketika berkeringat dingin, Annur terbangun sadar ada yang tak beres ia langsung membangunkan Arlan.
"Kak Arlan kenapa? Kak bangun!" sentak Annur khawatir melihat kondisi Arlan.
Arlan membuka perlahan matanya senyum kecut terpampang di wajahnya.
"L-lu bisa keluar gak? g-gua lagi pengen sendiri," ujar Arlan berusaha berkomunikasi dengan Annur.
"Annur gak bisa ninggalin kak Arlan kek gini," tolak Annur.
Bukannya senang Arlan malah menatap tajam ke arah Annur. Baru kali ini melihat tatapan itu di terlontarkan padanya, Annur pun menunduk seketika.
"Gua yang keluar," sergah Arlan bangkit dari tidurnya beranjak meninggalkan kasur.
BRAK!
Arlan membanting pintu di hadapan Annur, Annur merasakan pedih di hatinya dan tanpa sadar mengeluarkan air mata dengan mulutnya yang tak henti mengucapkan istighfar.
Annur menghapus air matanya ia kini beranjak dari tempat tidurnya, mengintip dari balik pintu tampak Arlan memasuki kamar tamu dengan ngos-ngosan serta keringatnya yang tak henti-henti.
Annur menunggu beberapa jam di balik pintu dan akhirnya melangkah ke kamar tamu yang berada tak jauh dari kamarnya.
KLEK!
Saat membuka pintu Annur langsung tertuju pada Arlan yang sudah terlelap walaupun masih berkeringat dingin. Annur duduk di tepi kasur, ia meraih tangan Arlan dan menggenggamnya.
"Annur bakal ada di samping kak Arlan walaupun harus merasakan hati Annur sakit saat mendapatkan tatapan seperti tadi."
GRET!
"Eh?!"
Arlan seketika menguatkan genggaman tersebut dengan mata yang masih terpejam.
"Maafin aku," gumam Arlan di sela tidurnya.
"Udah Annur maafin."
•••••••
Annur terbangun dari tidurnya dengan keadaan masih mengenggam tangan Arlan. Ia menatap jam yang menunjukkan pukul 23 : 00, Annur bergegas melepas genggaman tangannya. Ia juga sesekali mengecek kondisi Arlan, Arlan kini sudah tertidur pulas beriringan dengan hujan yang berhenti.
"Annur pamit dulu kak," ujar Annur beralih meninggalkan ruangan itu, menuju kembali ke kamar.
~ig : cacarslan_
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNUR
RomanceGadis muslimah bercadar yang bernama Annur Qisya Syakella harus melangsungkan pernikahan dengan seorang ceo tampan pengusaha sukses yang bernama Arlan Pratama. Dugaan Annur setelah ia menikah dengan Arlan, Arlan mungkin akan menyiksanya karna tak te...