20# KEPUTUSAN MASING-MASING

160 9 0
                                    

Arlan berjalan sempoyongan di dampingi oleh Kevin, saat akan mengulurkan tangannya untuk membuka pintu kamar tersebut. Ia terhenti dengan.

"Annur mau kuliah mi, Annur gak tau bakal bisa lagi bareng-bareng sama kak Arlan mi ..."

GREP!
Arlan mencengkram ganggang pintu itu, ia membalikkan badannya bergegas untuk pergi, namun Kevin menahannya.

"Lu yakin mau lepas Annur kayak gini?"

"Kalo itu bisa buat gua sama dia, gak sakit gua bisa apa Vin."

Arlan melenggang pergi, kembali dengan Annur dengan kedua orang tuanya.

"Umi gak perlu buat ngertiin Annur lagi, Annur udah tau mi ..., anak Annur gak selamat."

"Annur cuman ingin buat diri Annur sibuk dan gak terus-terusan berpatok pada ini, Annur yang gagal jadi ibu, Annur yang salah, jadi wajar kalo kak Arlan benci sama Annur."

Ajla memeluk erat tubuh Annur, mengelus kepalanya, isakan tangis mulai terdengar. Herdi hanya bisa memalingkan pandangannya.

.
.

Ujian masuk universitas pun semakin dekat, Annur menyiapkan diri dengan mencari beberapa buku referensi di Gramedia. Sadar tak sadar, bahwasanya Annur dan Arlan telah berpisah rumah semenjak 2 bulan terakhir.

Saat hendak meraih salah satu buku, Annur terhenti mendapat salah satu novel yang di rekomendasikan oleh Arlan untuknya.

'Ibu hebat' judul buku itu.

Annur seketika menatap langit-langit plafon, sekuat mungkin menahan air matanya untuk tak tumpah. Setelah Annur rasa air mata nya sudah bisa di kendalikan ia bergegas meraih buku tujuannya dan meninggalkan rak buku itu, membayar di kasih dan beralih menuju perpustakaan negara.

Hari-hari Annur ia habiskan pada perpustakaan ini, belajar dan terus belajar agar dapat masuk pada kampus impiannya sejak dulu. Lembaran demi lembaran Annur telusuri, saat hendak menutup buku dan memulai buku lain, Annur terhentikan dengan seorang pria.

Tok! Tok!
Pria itu mengetuk meja Annur.

"Boleh duduk di sini?"

"Silahkan." jawab Annur tanpa melihat ke arah pria itu sembari membereskan buku-buku miliknya.

"Mau ke mana?" sahut pria itu kembali.

"Tidak sepantasnya saya yang sudah menikah duduk santai membaca buku bersama pria lain."

Pria itu tak berkutik, ia menatap jari-jari milik Annur dan benar saja masih ada cincin yang melingkar di jari manisnya.

"Permisi ..." sambung Annur dan meninggalkan pria tersebut.

"Masih pukul 1, apa sebaiknya aku pergi ke makam saja? Boleh deh, Annur juga lagi kangen."

Annur menghentikan taksi dan menuju pemakaman, tak lupa pula Annur membeli 1 kantong bunga dan 1 botol air. Annur menelusuri jalan dengan berjalan kaki, mencari-cari batu nisan yang sangat ingin ia kunjungi.

"Ket--, kak Arlan?"

Tampak Arlan menyandarkan kepalanya pada batu nisan milik anak mereka. Annur melihat dari kejauhan ia seketika sadar dengan penampilan Arlan, mengingat-ingat dimana ia melihat penampilan yang sama.

'Perpus!' gumam Annur.

"Mungkin besok aja Annur kunjungi baby-nya, takut kalo misalnya kak Arlan gak nyaman ada di dekat Annur."

"Sejak Annur mutusin buat ambil langkah sendiri, kak Arlan gak pernah sekalipun datang ke rumah sakit lagi sampai Annur pulang ke rumah sama umi dan abah."

ANNURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang