23

364 93 49
                                    

Sejak kejadian di pulau Kama, keluarga Suh disorot penuh oleh masyarakat dan menjadi buah bibir di mana-mana—terlebih di kota Sokcho sendiri. Berita tentang penculikan dan bisnis gelap yang dikelola mereka membuahkan banyak kecaman.

Jinyoung sendiri tak merasa dia yang menjadikan usaha Gong Yoo kacau, kegaduhan ini terjadi karena sejak awal Nayeon selalu update ke media sosial dan membuka mata para penggunanya.


Soal keadaan Dahyun, sekitar beberapa hari sejak dia pulang, semua orang fokus untuk merawatnya. Ibu Dahyun bahkan datang ke Sokcho untuk menemaninya, membuat perkembangan gadis itu menjadi pesat dan dia terlihat baik-baik saja setelahnya—meskipun Jihyo meminta Dahyun agar selalu konsultasi dengan salah satu dokter kenalan ayah mereka, mengingat begitu ketakutannya gadis tersebut setelah diculik oleh Johnny.

Keadaan orang-orang yang terluka pun sudah membaik, berkat perawatan intensif yang Jinyoung anjurkan selama dia tinggal di Sokcho demi anak-anaknya. Pria itu juga membiayai semua pengeluaran—termasuk kerugian para penjaga pantai yang pos-posnya dirusak.


Hari ini, sebelum Jinyoung pulang ke Seoul dan kembali berkutat dengan bisnisnya, ia duduk di kafe Twice dan memperhatikan keadaan sekitar sambil mengangguk-angguk pelan. Seolah matanya tengah menilai apa yang sudah anak-anaknya dirikan selama di Sokcho untuk biaya perjalanan mereka.

Senyumnya terukir sangat tipis, namun sarat akan rasa bangga jika dilihat dari bagaimana dia menatap gadis-gadis di sekelilingnya.

"Apa kalian masih mau pergi setelah kejadian kemarin?" tanya Jinyoung membuahkan tatapan penuh kebingungan dari anggota Twiceminus Dahyun yang sedang istirahat. Mereka saling melempar kode lewat gerak mata, bertanya dengan bahasa tubuh tentang siapa yang akan menjawabnya.


"Err... soal itu ..." Nayeon meliriki Jihyo yang sibuk dengan ponsel pintarnya, membuat wanita tersebut menyenggol dan memelototinya karena bersikap tak sopan.


"Aku yang jawab?" tanya Jihyo menunjuk dirinya sendiri.


"Sekadar mengingatkan saja, kau ini leader, Jihyo," bisik Nayeon penuh penekanan, "dan berhenti memainkan ponselmu! Kita sedang bicara dengan ayah!"


"Oke?" Jihyo menatap Jinyoung yang menyeringai ke arahnya, kemudian mendengkus dan bangkit. Sejak sang ayah meminta semua anaknya berkumpul, Jihyo sebenarnya sudah sangat siap untuk menghadapi Jinyoung dengan segala risikonya. Bahkan sebelum dia meminta bantuan untuk menyelamatkan saudara-saudaranya.


"Jadi ...?"


"Bisa kita bicara di ruanganku saja?"


"Ohh, kau punya ruangan di sini?" tanya Jinyoung ikut bangkit dan mengikuti langkah anaknya sambil tersenyum lebar. "Aku juga menyediakan ruangan yang sama di perusahaan kita, khusus untukmu."


"Kita? Apa mungkin maksudnya perusahaanmu?" Jinyoung terkekeh-kekeh, kemudian duduk di kursi di mana Jihyo biasa bekerja selagi anaknya menutup pintu. Pria paruh baya itu bisa melihat dengan jelas ada kegugupan di wajah gadis kelahiran 1997 tersebut, tapi dia berusaha untuk mengabaikannya dan bersikap santai dengan memainkan pulpen di atas meja.


Jihyo mengatur napas untuk beberapa saat, kemudian menatap tegas ke arah ayahnya dan berkata dengan penuh keyakinan, "Langsung saja, aku akan mengganti semua yang sudah kau bayar."

Passing ByTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang