BAGIAN 14 [ABANG]

3.5K 349 4
                                    

°°°

Seperti yang sudah direncanakan, pagi ini Nana dan Jeffin sudah siap untuk pergi kerumah sakit, Nana yang akan menemani kakaknya untuk cuci darah, mengingat kemarin Jeffin yang sempat menunda hal tersebut.

Kedua orang tuanya sudah berangkat bekerja, kini hanya tinggal mereka berdua dirumah. Jeffin yang tengah merapikan rambut, sedangkan Nana yang tengah sibuk memilih lapisan pakaian yang ingin ia gunakan.

Sebuah benda bulat yang berada didinding telah menunjukkan pukul setengah sepuluh siang.

Cukup lama mereka bersiap-siap, sampai akhirnya mereka sudah benar-benar selesai dengan kebutuhan masing-masing.

Nana yang memakai topi beserta masker untuk menutupi wajah, dan Jeffin yang hanya mengenakan baju lengan pendek dengan jaket kecil juga celana panjang biasa.

Jeffin kemudian langsung berjalan kebawah diikuti oleh Nana yang berada dibelakangnya. Tidak ada yang mereka bawa kecuali uang yang telah diberikan oleh ayah untuk pengobatan kakaknya. Mungkin selebihnya adalah uang untuk berjaga-jaga.

Pagi tadi Nana sudah meminum obatnya, ia berjaga-jaga supaya mampu bertahan lebih lama berada diluar sana.

"Na, nanti habis nganterin Abang kamu langsung pulang ya? "

Nana yang tengah memakai sepatunya diambang pintu tersebut lalu mendongak menatap Jeffin yang berada tak jauh di hadapannya. Mengapa kakaknya memintanya untuk pulang terlebih dahulu?

"Kenapa? "

"Gak papa, Abang cuman pengen kerumah Tirta sebentar. "

Nana menghela napasnya pelan. Bagaimana bisa seseorang yang telah melakukan pencucian darah tersebut langsung pergi untuk bermain. Dipikir apa tidak ada efek sampingnya gitu?

"Gak, Abang gak boleh main dulu. Nanti kalau kenapa-kenapa mama marah, " ucap Nana melarang. Ia juga tidak ingin ada kejadian buruk yang akan menimpa kakaknya diluar sana, mengingat Jeffin yang seringkali pingsan secara tiba-tiba.

"Cuman sebentar doang, Na. Gak sampe sore-"

"Gak boleh! Kalau mau Abang izin sendiri sama mama. "
Setelah selesai menali sepatunya tersebut, Nana langsung berdiri dan menepuk celana belakangnya yang mungkin terkena sedikit debu.

Disini Jeffin hanya bisa pasrah saja, niatnya untuk mencari pekerjaan diluar sana harus tertunda karena Nana nya yang melarang dirinya.

°°°

Terik matahari yang panas tersebut mampu membuat Nana harus menunduk ketika berjalan. Kulitnya yang sensitif membuat dirinya kesusahan untuk berjalan dibawah sinar matahari, walaupun itu adalah sinar matahari pagi namun dirinya harus tetap berjaga-jaga dan menutup area kulit terutama bagian leher dan tangannya yang sangat sensitif. Tentu saja hal itu tidak mudah dilakukan.

Jeffin berjalan disampingnya, ia bisa melihat betapa berusahanya Nana agar terhindar dari sinar matahari yang dapat membuat kulitnya memerah kapan saja. Melihat hal itu membuat Jeffin menjadi tidak tega jika harus mengajak sang adik ketika pergi keluar. Mereka tidak dapat menaiki kendaraan umum karena memang keduanya tengah menghemat pengeluaran.

Mungkin jika ada ayah disini maka Jeffin lah yang akan pergi kerumah sakit sendiri tanpa harus dibantu dengan Nana. Namun mengingat ayahnya itu yang memang sibuk dengan kerjanya membuat keduanya terpaksa berjalan kaki walaupun jarak dengan rumah sakit sedikit jauh.

Nana merasa tenggorokan nya kering. Lelaki itu mencoba menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan penjual minuman agar bisa menghilangkan rasa dahaganya.

Forgotten Nana [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang