BAGIAN 19. [TIDAK DIPEDULIKAN]

3.8K 411 4
                                    

Kalau lupa kalian baca ulang chapter yang diatas ya...

~ Happy Reading ~

°°°

Malam ini udara terasa cukup dingin. Pemuda yang sebelumnya tengah meringkuk di lantai bawah tangga-tangga yang tak terlalu tinggi tersebut terbangun dengan kepala yang terasa amat pusing.

Ia merasakan ada yang keluar dari hidungnya. Ya, itu adalah noda merah yang beberapa saat lalu telah keluar, dan kini membuat bercak di area mulutnya.

Pemuda itu mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi, ia sedikit lupa karena kepalanya yang tidak sengaja membentur anak-anak tangga dan membuatnya cukup susah untuk mengingat.

"Sshh... " Suara ringisan keluar dari mulutnya, pandangannya berkunang-kunang dan sedikit buram. Ia mencoba untuk mengumpulkan kesadarannya terlebih dahulu agar dapat mengerti situasi keadaan.

Di usapnya kasar darah yang mengalir dihidungnya tersebut. Entah sejak kapan ia berada ditempat ini, seingatnya terakhir kali dirinya yang tengah mencoba memasak makanan untuk ia makan malam ini.

Dilihatnya sebuah arloji yang terletak di pergelangan tangan kirinya, jam telah menunjukkan pukul sepuluh malam, itu tandanya ia sudah lama berada di luar rumah yang dingin ini.

Nana mencoba untuk bangkit walaupun kesadarannya yang masih belum terkumpul sepenuhnya. Kedua tangannya berpegangan pada tembok mencoba untuk menjaga keseimbangannya agar tidak terjatuh. Cukup sulit karena kepalanya yang terus terasa pusing, ditambah lagi kini perutnya yang terasa keram, membuat setiap pergerakannya terasa begitu sakit.

Dinginnya malam sangat menusuk di Indra perabanya. Pemuda itu mencoba untuk membuka pintu dapur yang masih tertutup, sekarang ia ingat kalau tadi terakhir kali dirinya tengah di pukuli oleh sang ayah.

Nana tahu ini adalah kesalahannya. Pemuda itu mencoba untuk membuka pintu walaupun sama sekali tak ada hasilnya. Ia mengetok perlahan benda yang terbuat dari kayu tersebut dan mencoba untuk memanggil nama seseorang.

"Ayah? Mama? " Suaranya begitu lirih, tenggorokan nya terasa sakit saat ini. Ia memegangi perutnya dengan sebelah tangan, pukulan yang diberikan ayah tidaklah main-main hingga membuat perutnya yang kini belum di isi makanan sejak siang tadi terasa begitu mual.

Suara ketokan pintu yang ia timbulkan sama sekali tidak membuat seseorang yang berada didalam rumah tersebut untuk membuka pintu. Entah kedua orang tuanya yang tengah berada dirumah sakit, atau memang mereka sengaja membiarkan dirinya di luar ruangan tanpa baju tebal yang membuatnya merasa hangat.

Daya tahan tubuh anak itu tidaklah sekuat orang-orang lainnya. Hanya terkena udara dingin saja, mampu membuat darah yang berada didalam hidungnya tersebut terus mengalir.

Luka lebam di wajahnya terlihat sangat jelas, membuktikan bahwa memang pukulan ayah tidak main-main kepadanya.

Nana mencoba untuk memegang gagang pintu yang terbuat dari besi tersebut. Ia gerakan berusaha untuk membuka benda tersebut dan berjalan masuk kedalam rumahnya. Namun hasilnya sama saja, pintu ini dikunci dari dalam oleh ayah. Mungkin untuk malam ini memang dirinya harus berada diluar dahulu dengan udara dingin yang mampu membuat kondisinya menurun.

Mungkin ini adalah hukuman yang diberikan oleh ayahnya. Tapi apakah bisa hukuman itu diganti? Badannya terasa seakan remuk saat ini juga. Hal ini adalah salah satu kelemahan pemuda itu. Kulitnya yang sensitif terhadap cuaca malam hari, mampu membuat dirinya sedikit kesulitan untuk menyesuaikan lingkungannya.

Forgotten Nana [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang