BAGIAN 37. [SECEPAT ITU?]

3K 379 0
                                    

°°°

Kedua matanya sudah cukup memberat. Pemuda itu kini tetap menunggu sang kakak sambil membaca buku-buku pelajaran yang berada diatas mejanya.

Kata abangnya, ia akan pulang ketika jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam hingga setengah dua belas malam. Namun hingga saat ini dimana waktu telah menunjukkan pukul dua belas tepatnya tengah malam, sama sekali belum ada pertanda jika kakaknya itu telah pulang.

Tidak lupa juga sedari tadi Nana mengecek ponselnya, melihat apakah ada notifikasi dari Jeffin mengenai kabar lelaki itu. Jujur saja, melihat waktu yang semakin larut malam membuatnya begitu cemas. Bahkan mungkin beberapa menit lagi dini hari akan segera tiba.

Nana meletakkan kepalanya kembali di sebuah meja dengan tumpuan kedua tangan yang ia lipat disana. Mengingat perutnya yang semakin hari semakin salah membuatnya cukup pusing memikirkan, sebenarnya apa yang diinginkan perutnya itu. Diisi makanan salah, tidak di beri makan pun tetap sama.

Atau semua ini mungkin kesalahannya karena dirinya yang setiap hari memaksakan makanan yang sama tersebut untuk masuk kedalam perutnya. Mi dan mi, seperti nya hanya itu saja bahan pokok yang ia miliki.

Semakin hari dirinya semakin bingung. Tidak tahu apa yang ingin ia lakukan untuk hari berikutnya. Hanya hal-hal yang sama setiap harinya tentu saja membuatnya bosan.

"Nana? Kenapa belum tidur? " Tanya sang kakak yang entah sejak kapan kini sudah masuk kedalam kamarnya.

Nana yang semula tengah meletakkan kedua kepalanya dengan tumpuan tangan itu lantas segera menoleh ke sumber suara. Pemuda itu sedikit terkejut, sejak kapan kakaknya berada ditempat itu?

Mungkin karena dirinya yang merasa cukup kelelahan hari ini membuatnya tidak dapat fokus mendengar suara decitan benda yang berada dari pintu kamarnya.

"Abang—"

"Kenapa belum tidur? " Ulang Jeffin dengan nada yang sengaja ia kaku kan. Bukan apa, lelaki itu cukup kelelahan karena seharian ini bekerja tanpa waktu istirahat sama sekali.

Ternyata memang benar kata Tirta, jika dirinya itu sangat mudah merasakan lelah karena bekerja dengan waktu yang berlebih. Terlebih lagi ini adalah tengah malam, jam pulangnya.

"Aku lagi nungguin Abang disini. Abang pasti capek ya pulangnya kemaleman? " Tanya Nana yang dianggap basa-basi oleh Jeffin.

"Abang pengen mandi terus tidur. Kamu tidur aja, gak usah khawatirin Abang. " Suruhnya yang sama sekali tak mendapatkan jawaban dari Nana karena pemuda itu terdiam dengan ucapan kakaknya.

Nana berpikir, mana mungkin tengah malam seperti ini kakaknya itu diharuskan untuk mandi? Apa tidak lebih baik nanti subuh saja?

Bukan apa, Nana hanya tak ingin jika kakaknya itu kedinginan. Terlebih lagi pasti tubuh Jeffin lelah karena seharian ini dirinya terus berada dikampus hingga larut malam tiba.

"Abang—"

"Udah Abang hilang, kamu tidur aja! " Kali ini nada yang dikeluarkan oleh Jeffin cukup tinggi membuat pemuda itu kembali terdiam.

Lelaki yang berbadan cukup tinggi itu lantas segera berjalan mengambil handuknya yang tergantung di dinding kamar. Setelahnya ia segera memasuki sebuah ruangan kamar mandi yang terdapat didalam kamar mereka.

Forgotten Nana [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang