BAGIAN 21. [SULIT]

3.8K 407 1
                                    

°°°

Seperti apa yang ia pikirkan, ternyata memang benar lelaki yang tadi tengah berada di perkumpulan anak-anak yang tidak memakai seragam lengkap tersebut adalah temannya, Nana.

Sedari tadi Jendral terus bertanya-tanya mengapa temannya itu malah mengikuti kegiatan ini yang jelas-jelas berbanding terbalik dengan kondisinya. Lelaki itu kini tengah berjalan dengan cukup cepat menuju ke ruang UKS setelah selesai dengan kegiatan upacaranya.

Bisa-bisa ia memarahi temannya yang tidak menjaga kondisinya tersebut, Jendral bahkan tidak pernah berpikir bahwa itu memang Nana sendiri yang melakukannya.

Didalam sini sudah tidak ada para dokter yang merawat, hanya dirinya dengan segelas es teh yang  terlihat sama sekali belum disentuh. Jendral menghela napasnya ketika melihat temannya itu yang kini sangat terlihat pucat.

"Udah tau sakit, malah dipaksain! " Ucap Jendral setelah sampai didalam sana. Nana sadar jika temannya itu tengah menyindirnya saat ini, hanya saja pemuda itu tidak terlalu mengambil hati karena ia tahu jika Jendral diam-diam mengkhawatirkan nya.

Terlihat jelas wajah itu tidak sesegar tadi ketika tengah pertama kali berangkat ke sekolah. Lebih pucat dan juga terlihat sedikit warna merah disana.

"Lo kenapa tadi harus ikut? Lo sendiri tau kan kalo Lo sensitif sama begituan. "

Nana mencoba untuk memposisikan tubuhnya duduk. Ia merasa sedikit baikan karena tadi telah diberikan obat oleh para dokter dan guru yang berada disekolahan ini. Pandangannya menatap sendu ke arah Jendral yang saat ini berada dihadapannya.

Pemuda itu tidak menjawab pertanyaan Jendral. Ia lebih memilih untuk diam dan mengalihkan atensinya kepada sebuah gelas dengan teh hangat yang mungkin saat ini sudah dingin karena tidak segera ia minum. Untung saja hal ini tidak berkelanjutan hingga membuatnya harus dirumah sakit, lelaki itu tidak ingin bertemu dahulu dengan kedua orang tuanya karena ia sudah tahu jika mereka mungkin akan mengabaikannya disana.

"Kok lu diem aja? Gue khawatir, Na. "

Dengan segera Nana langsung mengangkat kepalanya dan melihat temannya yang sedari tadi berbicara merasa diabaikan begitu saja dengan dirinya.
"Maaf, gue lagi pusing tadi. "

Jendral menghela napas kasar. Ia lantas segera mengambil kursi plastik yang tersedia disana, lantas dirinya menaruh kursi tersebut tepat di hadapan ranjang yang kini tengah diduduki oleh temannya. Dirinya tahu jika temannya tentu saja masih pusing, cuaca tadi terasa sedikit panas hingga membuat Nana yang sama sekali tidak memakai pakaian tebal itu akhirnya jatuh pingsan disana.

"Lo kenapa gak make baju panjang? " Tanya Jendral sambil menatap kearah Nana yang juga tengah menatapnya dengan pandangan sendu.

"Kan udah gue bilang, Jen... Gue buru-buru tadi pagi jadi gak sempet buat nyiapin ini itu. "

"Lah kan biasanya Lo malem-malem nyiapin semuanya. Tapi sekarang kok beda, ya? "

Kali ini Nana lah yang menghela napasnya. Ia kembali mengalihkan atensinya kearah dasi yang tengah dikenakan oleh sang sahabat.

"Semalem gue dimarahin sama ayah... Jadi gue gak sempet buat nyiapin apa-apa, "

"Dimarahin kenapa? " Tanyanya yang merasa penasaran dengan apa yang diucapkan temannya.

Forgotten Nana [END]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang