Jia dengan menangis berlari keluar rumah nya, ia tau semua anak seusianya lagi masa-masa nya bersenang-senang, namun, mengapa ia berbeda?
Zeyu menatap nya, Jia pun dengan cepat mengapus air matanya di wajahnya, dan menghampiri Zeyu di sana. "Mau aku traktir mie pangsit?" tanya Zeyu.
Jia menggelengkan kepalanya. "Ngga deh Xioa, aku lagi ngga mau makan mie"
Zeyu pun menggangguk mengerti.
"Kalo gitu bagaimana kalo kita main di warteg?"
"Aku juga ngga mau"
"Yah mau nya apa dong"
"Main di taman aja yuk, main ayunan"
"Boleh, ayo kita langsung ke sana"
.
Saat ini mereka sudah puas bermain, entah lah akhir-akhir ini Zeyu sangat mengerti keadaannya Jia. Mungkin masalah keluarga nya makin memburuk bukan membaik.
Dan mereka sedang duduk di kursi taman. "Jia ngga boleh nangis lagi, Jia harus kuat ya"
Jia terdiam, apakah ini sebabnya Zeyu mengajaknya keluar bahkan ingin mengajak nya ke warteg. "Kalo Jia nangis melulu kantung air matanya bisa sakit"
Jia tidak menjawab, terlebih lagi ia masih memikirkan kata-kata ayah nya. "Ucapan orang dewasa sangat menyeramkan, aku ingin usai dari kehidupan ku"
"EH!! NGGA BOLEH!! Jia pokoknya harus bertahan sampai besar, Xioa bakalan ada terus dan Xioa juga ngga bakalan lupain Jia kok. Jangan khawatir"
"Aku harap ucapan mu bisa ku pegang"
Zeyu menggangguk "Pegang lah ucapan Xioa ini, kalo Xioa ingkar Jia boleh melakukan apa saja terhadap Xioa kok, Xioa malah seneng"
Jia pun tersenyum, mendengar ucapan sahabat nya seperti semangat di hidupnya.
Lalu ia terkejut, Zeyu mencium sahabatnya dengan lembut. Bahkan Zeyu membuat ciuman itu sangat hangat dan lembut, dan berhasil mengambil first kiss nya tampa ragu di usia menginjak 09 tahun.
