Sandara ngebor udah, Juleeha bahenol udah, kira-kira Dedek Hashi yayangnya Pakdhe Ali ini gimana niiiih?
"Jangan sore-sore, dong. Jam pulang kerja itu. Ramai orang pada mampir ke sini. Halah panas-panas apa? Wong udah kerja juga kok. Nanti tak kasih sangu. Ho'o. Iya. Suaaantai! Oke. Waalaikumsalam."
Teleponku dengan sales udah terputus sejak beberapa detik yang lalu, tapi ponsel pintar masih aku apit di antara telinga dan bahu. Akting lah ceritanya, mengawasi Pak Ali yang mondar mandir entah mencari apa.
Pertama dia ke rak susu, lalu ke rak snack, lalu ke kulkas minuman, mengobrak-abrik displayku. Gusti, hilang pekerjaan beracunku kenapa kini diganti dengan keberadaan Pak Ali?
Aku menyikut Fera, menatapnya nyalang lalu melirik Pak Ali, mengirimkan kode dengan mata supaya Fera membantu apa yang pria itu butuhkan, daripada kerjanya dobel karena harus menata display lagi nanti.
"Cari apa ya, Mbak?" tanya Fera, berbisik-bisik yang hanya aku sahuti dengan gedikan bahu.
Mana aku tahu?
Aku hampir aja terbahak saat Fera berjalan dengan sangat hati-hati, dan sebentar kemudian perhatianku harus beralih saat seorang pembeli menyerahkan belanjaannya ke kasir.
"Seratus tiga belas ribu, Ibu," aku tersenyum manis. Beneran manis ya, bukan yang sok-sokan gitu. Ingat kata Ibu, aku ini cuaaaantik!
"Terima kasih, hati-hati di jalan, nggih."
"Makasih ya, Mbak."
"Sama-sama."
Kan, enak banget kerjaku. Maksudnya, dibanding pekerjaanku yang dulu. Aku jadi bos pula
Aku mengibas rambut panjangku yang badai, baru kucatok, so ... hari ini kelihatan cantik banget dan bikin aku jadi dua kali lipat lebih percaya diri. Saat kembali duduk, mataku mengintip Pak Ali, entah ngapain dia, tapi melihat jomplangnya tinggi badan Pak Ali dan Fera membuat senyum geliku terbit, gemes banget.
Pernah kubilang kan kalau Pak Ali punya fitness center, dan kayaknya dia emang rajin olahraga. Lihat aja usianya yang ada di kepala empat, kayak nggak ada lemak di badannya, cuma otot, nggak ada perut buncit atau gelambir. Gagah banget sih emang, jujur ya. Apalagi dia yang membelakangiku begini menunjukan betapa sekal tubuh belakangnya.
Duh! Astaga!
Aku mengusap wajah dengan kasar, membuang pikiran-pikiran liar soal Pak Ali yang tiba-tiba berkerubung di titik tersembunyi otakku. Aku ini perempuan, kalau ada laki-laki yang begini kepadaku, jelas aja aku nggak bakal suka, lalu bisa-bisanya aku melakukannya pada Pak Ali. Bodoh banget.
Kalau boleh jujur, lagi, setelah insiden kemarin, malamnya aku kebayang-bayang terus. Nggak usahlah ditanya, pasti udah pada tahu apa yang mangkrak di tempat paling jorok otakku. Untung aja aku masih ingat Tuhan, masih bisa waras. Nista banget aku akhir-akhir ini, entah efek kebelet kawin atau bagaimana?
Berapa kali aku bilang kalau aku emang pengin kawin? Kawin nikah ya, yang berarti membentuk keluarga dengan lawan jenis. Bukan sekadar kata ganti bersetubuh. Dan iya, mantanku cuma satu, Doni, laki-laki yang kemarin aku temui lagi. Tahun-tahun di belakang nggak ada kisah cinta yang mampir di hidupku. Ah, ya pernah, sih, sekadar jatuh cinta lalu pupus begitu aja saat orangnya nggak bisa ku gapai. Dan, udah. Nggak ada yang berarti. Alias hidupku ini lempeng benget. Kerja, makan, tidur, stress dua empat kali tujuh.
Sekarang nih, waktunya aku unjuk diri, cari jodoh, ahay! Kata ibu kan aku cuaaaantik! Dengan ijin Tuhan bakal dipermudah, semoga, amin.
Ya. Ya. Kayaknya aku juga pernah bilang kalau aku ini perempuan biasa aja. Aku nggak kayak beberapa perempuan lain yang ku kenal, yang katanya kuuueren, muaaandiri, nggak butuh lagi akan pria dan pernikahan karena cita-citanya adalah jadi crazy single rich aunty, girl boss, bad bitch, queen, yes queen yes queen slay it queen apalah itu orang memujinya. Aku masih pengin berbagi banyak hal dengan pria, bersandar di bahunya, disayang-sayang, dikelonin, dipuk-puk ketika tidur, diusap-usap rambutku yang badai ini, hamil, merawat anak. Sederhana banget, dan aku selalu mengimpikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ji, Ro, Lu, Linu!
RomanceLelah dengan pekerjaannya sebagai budak korporasi di kota metropolitan membuat Hashi Mahika ngacir pulang ke kampung halaman dan menjalankan minimarket. Mengorbankan uang tabungan tak lupa tunjangan dari bapak ibu, maka jadilah. Tidak apalah penghas...