"kira-kira siapa yang jadi visualnya Dek Hashi?"
Aku nggak bisa kasih gambar jadi temen-temen bisa bayangin sendiri. Kalau dulunya Nonik Rara itu cantiknya cenderung cute bikin gemes, Juli itu seksi dan sensual banget, nah si Has ini ayu dan manisnya tumpah tumpah.
Selamat membaca ya para Jumintennnya Dek Has...
Kayak ada awan kelabu yang sekarang lagi ngikutin aku, jelas aja setelah pertemuanku dengan Bu Retno tadi moodku jadi awut-awutan. Biasanya, ibuku, Bu Anis menyebutnya srengkot-srengkot.
Sambil mengantarkanku pulang, aku pikir Pak Ali bakal tenangin aku, kayak bilang maafin ibu ya, atau ibu emang gitu aku minta maaf lain kali aku tegur, atau gimana-gimana, tapi ternyata nihil.
Dia beberapa kali membelaku kok memang, menyanjung aku di depan ibu sambungnya, tapi kan ... aku juga butuh obrolan intens antara kami berdua.
Ck, kira-kira aku kuat nggak hidup lingkungan yang kayak begitu nantinya? Menikah bukan buat setahun dua tahun tapi setiap hari sampai napas kita habis, kan? Itu baru permulaan loh, dan baru satu orang pula, mungkin bakal ada lebih banyak Bu Retno Bu Retno lain di sekeliling Pak Ali.
Gap kami terlalu jauh. Mulai dari usia, finansial, status di masyarakat, dan aku nggak yakin kalau bisa berjalan sejajar dengan dia.
"Dek Has! Sini lho!"
Niatku untuk menuju mobil dan segera pulang urung ketika teriakan heboh Bu Eka menginterupsi. Ketika aku menoleh, ibu ibu berbadan gempal tersebut tengah mengayun jemarinya dengan sumringah.
"Dalem?" balasku bertanya tanpa suara, alisku mengangkat penasaran.
"Sini!"
"Minta bantu-bantu?" tanyaku lagi, tapi kali ini sambil berjalan menuju rukonya.
Bu Eka malah ketawa-ketiwi, ketika kami udah dekat, dia segera menjawil bahuku dan menariknya genit.
"Heeeeh! Habis ngapain kamu sama Juragan?"
Jadi tahu ya dia? Mau gimana lagi? Aku cuma bisa mengembuskan napas lelah, menatapnya melas.
"Ke rumahnya," ya udahlah jujur aja biar nanti aku bisa sekalian curhat, Bu Eka lagian nggak kayak ember kok orangnya, udah berpengalaman juga kan, siapa tahu bisa kasih saran. "Udah mau tutup, Bu Ek?"
"Iya. Ayo to, bantu. Suamiku tak suruh pulang tadi soalnya ngeluh pusing dia."
Aku mengikuti Bu Eka berjalan ke rukonya yang udah separuh tertutup. Rame banget sih punya dia ini, karena emang enak juga, dan yang terpenting itu murah, Jum.
Karena buat sebagian banyak orang, apalah makanan enak itu kalau nantinya malah bikin nangis setelah lihat dompet tipis.
"Gimanaaaaa ceritanya kok bisa dua-duaan sama Pak Ali itu lho? Jadi beneran itu gosipnya?"
"Gosip apa?" aku mendengus sambil meraih sapu. "Ada gosip apaan emang soal aku, Bu Ek?"
Nasib nasib, baru pulang udah ada aja cobaannya.
"Ya gak yang ruame gitu, Has. Cuma kok ada yang bilang katanya Pak Ali itu tanyain kamu. Katanya lho ya ini, katanyaaaa, makanya aku ini sekarang pengin tahu apa katamu, kok ndilalah tadi juga ngerti kamu keluar dari mobilnya Pak Ali," Bu Eka menjawilku lagi. "Bener itu?"
Pasrah, aku mengangguk, yang sontak aja memancing jeritannya yang bikin telingaku serasa pekak.
"Ya Allah .... serius ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ji, Ro, Lu, Linu!
RomanceLelah dengan pekerjaannya sebagai budak korporasi di kota metropolitan membuat Hashi Mahika ngacir pulang ke kampung halaman dan menjalankan minimarket. Mengorbankan uang tabungan tak lupa tunjangan dari bapak ibu, maka jadilah. Tidak apalah penghas...