Ada yang bilang katanya cringe baca Hashi yang panggil si pakdhe pakai "jenengan", ya gimana ya panggilan tsb lumrah banget digunakan buat menunjukan kesopanan dan respect ke mereka yang lebih dewasa di Jawa, man teman. Apalagi si Has ini mbak mbak Jawa tulen banget, haha. Ya tahan aja dulu sampai manggilnya kang mas sama dedek sayang.
Aku mencoba gambarin si Hashi ini sebagaimana mbak-mbak biasa yang bisa kita temui di mana aja.
Aku minta maaf karena aku nggak bisa mengubah gayaku menulis dan gayaku bercerita.
Selamat membaca yaa...
Baginda nyonya maminya calon kang mas ini lama banget loh, udah jam setengah dua lebih dan alhasil aku ngerusuhin pegawaiku di Whatsapp, minta tolong salah satu dari mereka buat datang lebih awal nemenin Fera biar nggak keteteran, tentunya dengan aku iming-imingi uang jajan, syukur banget si Dini mau.
Kalau ditanya gimana perasaanku, ya enggak gimana-gimana. Tapi rada kayak gimana gitu, maksudnya ... bukannya beliau yang mau ketemu aku? Tapi kenapa kayak enggak niat? Siapa yang sebenarnya tamu di sini?
Jujur aku nggak suka banget yang begini. Mungkin udah terbiasa sama segala keriwuhanku di tempat kerja dulu ya, aku terbiasa gerak cepat dan ketemu orang-orang yang sat set pula, aku terbiasa on time, aku nggak suka ngulur-ngulur dan aku bukan penggemar dari yang namanya nunggu.
"Nggak dateng kayaknya, nggak usah ditunggu. Ayo makan."
Pak Ali menampakkan wujudnya lagi setelah tadi dia pamit ke dalam dan aku masih nunggu di depan.
Aku menoleh, memasang wajah malas yang nggak lagi kututup-tutupi. "Nggak enak ah, nunggu aja dulu."
"Wong yang ditunggu juga nggak niat gitu."
O-oh ... Ha Ha ... bisa gini ya. Sekarang aku menahan senyum, sebenernya kami ada mirip-miripnya ini kayaknya, cuma kalau dia beneran diomongin sedangkan aku cuma nyimpan di hati.
Tapi aku suka loh laki-laki kayak Pak Ali gini, yang apa adanya. Kalau nggak suka dia bilang, kalau suka ya bilang, dia sopan tapi dia menyetarakan semua orang.
"Nggak dihubungin aja dulu, Pak?"
"Udah ditelepon, nggak diangkat. Emang udah kebiasaannya begitu, makanya tadi awalnya maju mundur mau ajak kamu ke sini."
"Terus sekarang ... gimana?"
"Nggak usah ditunggu, daripada telat nanti kasihan pegawaimu."
"Tapi aku dong yang segan, nanti kok kayak nggak ngehargain atau gimana. Udah aku suruh yang lain buat temenin kok."
"Ya udah. Terserah."
Loh? Aku ditinggal lagi?
Aku manyun-manyun, bisa nggak nanti aku tiap hari menghadapi itu om-om yang sama sekali nggak ada manisnya? Betah nggak aku? Bisa jatuh cinta nggak sama yang beginian?
"Ayo masuk aja, Has."
Dia bersuara lagi, tapi kali ini wujudnya enggak terlihat alias cuma suaranya yang menggema dari dalam.
Menurut tanpa mau banyak drama, aku melangkah masuk ke rumah yang baru hitungan jari aku kunjungi ini tapi udah terasa familier.
"Tutup itu pintunya."
"Hm..."
"Rumahnya agak berantakan soalnya beberapa hari ini yang ngurus cuma satu bibi. Duduk di mana aja terserahmu. Kalau ngantuk ya ke kamar itu ada yang kosong, barangkali mau tidur siang."
Buset, belum lama datang langsung diajak bobo, Jum. Gimana ini aku nggak makin geter-geter.
Aku memandang sekitar dan nggak berantakan kok, walau emang enggak yang kinclong banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ji, Ro, Lu, Linu!
RomanceLelah dengan pekerjaannya sebagai budak korporasi di kota metropolitan membuat Hashi Mahika ngacir pulang ke kampung halaman dan menjalankan minimarket. Mengorbankan uang tabungan tak lupa tunjangan dari bapak ibu, maka jadilah. Tidak apalah penghas...