25. a day full Zen

231 14 0
                                    

Pagi ini Casa telah terbangun beberapa jam yang lalu karena kepulangan Vano yang mendadak. Casa tak menanyakan mengapa cowok itu mendadak pulang, ia tidak peduli. Tetapi sebelum cowok itu pulang, ia masih sempat mengucapkan 'terimakasih'.

Sekarang yang gadis itu lakukan ialah rebahan dikasur ukuran sedang miliknya, itu yang ia lakukan sedari tadi. Sebelum perut kecil nan rata itu berbunyi karena lapar. Casa mendesis kala perutnya sakit, pasti magh nya kambuh lagi.

"Iya iya! Gue makan!" cetusnya sembari menepuk pelan perutnya yang masih sedikit sakit. Ia menyambar kunci motor yang ia kenakan tadi malam. Karena tak mau jauh-jauh dari apart nya, ia memilih sebuah Caffe yang lumayan rame walaupun jam saat ini masih menunjukan pukul sepuluh pagi.

"Kek nya enak disini. Buktinya banyak pelanggan didalem." Ucapnya pada diri sendiri, lalu ia memarkirkan motornya didepan Caffe tersebut. Saat kakinya ia langkahkan ke dalam Caffe tersebut, dirinya dibuat kaget saat melihat seorang laki-laki yang sedang memeriksa beberapa menu sambil berdiri dengan melipat tangan satu laginya didepan dada.

"Mbak? Mau pesan apa? Kebetulan Caffe ini baru saja dibuka beberapa hari yang lalu. Jadi pemilik Caffe ini menggratiskan semua makanan dan minumannya selama 2 hari kepada pelanggan-pelanggan baru." jelas seorang waiters perempuan dengan rambut digelung menjadi satu.

Casa mengangguk, "Nasi goreng seafood, sama jus alpukat" ucap Casa sembari membenarkan letak rambutnya yang agak berantakan. "Baik, silahkan ditunggu" kata waiters tersebut dengan ramah.

Casa mengangguk lagi. Ia beralih memainkan ponselnya yang sedari tadi menganggur, ia tetap fokus pada ponselnya hingga tak sadar ada seseorang yang juga duduk dikursi sebelahnya. "Fokus amat neng," ucap seseorang itu kemudian.

"Berisik Zenat!!" sentak Casa lumayan lirih, dirinya juga punya rasa malu jika harus berteriak menyentak kasar laki-laki yang bernama Zennathan itu. "Anjir, gue dipanggil Zenat?! Nama gue udah bagus-bagus ya Zen!! " serunya tak terima.
Casa mendecak, "Serah gue lah, sono ah pergi lo!. Jauh-jauh sekalian!."

Sebenarnya Casa sudah tau siapa yang menduduki kursi sebelahnya. Tadi, saat dirinya didepan pintu Caffe, yang pertama dirinya lihat adalah Zen yang sibuk sendiri.  Casa berpikir bahwa laki-laki itu hanya merecoki waiters yang sedang bekerja. Namun dirinya salah duga saat Zen mengatakan bahwa dia lah pemilik Caffe baru ini.

"Ogah!, gue kan yang punya ini Caffe" ceplosnya lantang tanpa hambatan. Seketika Casa menatap tak percaya laki-laki disebelahnya ini. "Lo jangan ngaku-ngaku anjirt!!" ucap Casa tak percaya. Pasalnya Caffe ini terbilang sangat modis, mewah dan cantik saat dilihat dari interior dan bentuknya yang unik. Hebat sekali pikirnya.

"Anjir, ngapa jadi keceplosan sih gue?!" batin Zen menggerutu. Niatnya ia ingin merahasiakan soal Caffe ini dari semua orang termasuk kedua orang tuanya juga malah keceplosan. Zen mengernyit baru ngeh kala Caffe nya kan sangat jauh dari rumah Casa? Ah..dirinya hanya mengira-ngira saja. Dilihat dari malam saat beberapa hari yang lalu dirinya bertemu gadis itu dipinggir jalan tanpa menggunakan helm serta jangan lupakan piyama tidur kerropi dengan lengan panjang yang masih diingat dikepalanya. Zen saja saat pulang baru sampai rumahnya hampir satu jam perjalanan. Lalu gadis ini? Benarkah ia menempuh perjalanan selama itu? Yang benar saja.

Tanpa mau berputar-putar terus dikepalanya, akhirnya Zen memutuskan untuk bertanya saja. "Jauh amat lo nyasar kesini?." Casa hanya berdehem malas menjawab.
"Lo lagi bad mood ya? Mau gue ajak jalan-jalan gak?"

Mata Casa tak mengekspresikan apapun, tidak senang ataupun tertarik. Hanya datar sembari memakan pesanannya yang baru datang beberapa detik lalu. Zen mencabik "Mau ya? Pake mobil gue deh. Lo kalo kek gini nyeremin tau" kata Zen sembari menggoyang-goyangkan lengan kanan Casa seperti seorang anak kecil yang sedang meminta mainan kepada ibunya.

IT'S MY STORY [TIDAK DILANJUTKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang