Tenang

574 114 2
                                    


Maaf lama updatenya
File ilang dan harus bikin ulang chapter selanjutnya huhu
Maaf kalau kurang nyambung 😔
Udah aku peringatkan. Ini bxb jangan salah lapak yya!

--

Vano menatap sekilas Abi yang tengah terlelap. Ia sibuk memikirkan siapa yang telah mengunci Abi dalam perpustakaan. Sialnya, perpustakaan itu letaknya di pojok. Jadi cctv tidak bisa menjangkau area tersebut.

Ia mengetuk pensil pelan beberapa kali, hingga suara membuyarkan lamunannya. "Vano, kok lo ga tidur?" ucap Abi berjalan menghampiri nya sambil mengucek mata.

"Lo mimpi buruk?"

Abi menggeleng, "Cuma kebangun." Ia merapatkan kursi miliknya dengan milik Vano, menyenderkan kepalanya ke bahu laki-laki itu. "Perasaan lo udah mendingan? Atau masih takut?"

"Mendingan kok. Gue cuma heran aja, siapa yang ngunciin gue di perpustakaan. Gue punya salah apa coba," gerutu Abi lirih, tetapi masih bisa didengar oleh Vano.

Vano mengusap kepala Abi pelan, "Tidur lagi aja. Udah larut." Abi hanya bergumam sambil memejamkan mata. Vano menoleh ketika mendengar suara napas teratur dari sampingnya.

'Gue gak tau apa yang direncanakan bokap lo. Yang jelas, gue bakal lindungin lo' batin Vano membenarkan posisi Abi, menggendong dan menaruhnya pelan di kasur.
.
.
.
.

Abi menghela napas berat, mata pelajaran Han saem membuatnya pening. Sedangkan, Vano sibuk memainkan rubik. "Abi," panggil Rehan seraya melemparkan sekaleng soda. Abi dengan sigap menangkapnya.

"Biar otak adem." Abi mengangguk, tak lupa mengucapkan terima kasih. Ia juga menawarkan pada Vano, tetapi dibalas gelengan.

"Otak gue udah ngebul, saem gak kira-kira ngasih tugas," protes Dobby mencoret bukunya asal. Rehan tersenyum tipis, mengacak pelan rambut Dobby. "Makanya belajar, bokep mulu yang ada di otak lo."

"Idih, sokab. Siapa lo?"

"Gue? Masa depan lo tuh."

Abi mendengar itu tertawa pelan, ia baru mendengar seorang Rehan mengucapkan kata-kata romantis seperti itu. Dobby berdecak, melemparkan tutup pulpen kearah Rehan.

Diam-diam, Vano menggenggam tangan Abi tanpa dilihat orang lain. Ia menatap Abi dan berkata, "Gue bakal selalu di belakang lo." Pipi Abi merona, ia membalas genggaman tak kalah erat.

Hari ini ada pelajaran olahraga, yaitu permainan Dodgeball. Abi berdiri di belakang Vano, menghindari lemparan bola lawan. Dobby yang melihat itu dari pinggir lapangan hanya menggelengkan kepalanya.

"Kenapa lo? Mabok?"

Dobby melirik sinis ke arah Rehan, "Lo kira gue abis minum? Kalo ngomong asal aja. Noh liat couple kelas kita. Bukannya olahraga malah pacaran."

"Lo juga bisa sama gue."

Dobby mengubah posisi duduknya menghadap Rehan. "Kenapa lo jadi gini? Setelah lo tau perasaan gue, sikap lo berubah. Gue lebih suka Rehan yang ketus daripada manis kaya gini."

”Salah kalau gue memperlakukan orang yang gue sayang dengan baik?"

Dobby menggeleng, "Gue cuma takut. Ada hal yang gak bisa gue ceritain ke lo. Gue takut lo pergi dari gue setelah tau hal itu."

Mata Dobby berkaca-kaca, Rehan dengan lembut menggenggam tangannya. Mereka bahkan tidak sadar bahwa menjadi pusat perhatian siswa lain.

"Mereka ngomong apa? Serius banget kayaknya," ucap Abi pada Vano yang hanya dibalas gelengan laki-laki itu. Saat Vano ingin melempar bola ke arah mereka, dicegah oleh Abi. "Gak usah ganggu, mereka lagi ngomong serius. Jangan merusak suasana."
.
.
.
.

"Abi," panggil seseorang yang membuat Abi menoleh dan menghentikan langkahnya. Alis Abi mengerut, ia tidak mengenal orang yang memanggilnya.

"Gue tadi disuruh buat ngasih minuman ini. Dari Vano," ujar siswa tersebut menyerahkan sebotol teh.

Abi tersenyum tipis, mengucapkan terima kasih. Siswa tersebut pergi, saat hendak menenggak minumannya, tiba-tiba ada yang mengambil dan langsung membuangnya.

"Kok dibuang? Itu kan dari lo," gerutu Abi ketika tau siapa yang membuang minumannya. Vano menghela napas, "Itu bukan dari gue. Kalo emang dari gue, gak perlu repot-repot minta tolong ke orang. Gue bisa kasih sendiri."

"Trus siapa kalo bukan lo?"

Vano menggelengkan kepalanya, menggenggam tangan Abi dan membawanya ke rooftop sekolah. "Gue penasaran ada apa sama Rehan dan Dobby."

"..."

Abi menabok lengan Vano kesal, "Gue lagi ngomong sama lo bukan tembok."

"Gue gak tau, dan bukan urusan gue juga."

Vano terdiam, ia kembali memikirkan siapa yang meneror Abi di sekolah. Siapa orang suruhan ayah Abi itu. Ia menoleh ketika merasakan elusan di dahinya.

"Lo mikirin apa? Berat banget kayaknya, sampe mengerut gini," ujar Abi tersenyum manis kearah Vano.

Vano menggeleng, "Gimana kalau nanti malem kita pergi?"

"Ntar malem, kan malam minggu. Lo mau ajak gue malaming?"

Vano hanya mengangguk, mengalihkan pandangan ke arah lain. Abi tersenyum lebar dan mencium pipi Vano cepat. Vano diam, detak jantungnya berdegup kencang. Semoga saja Abi tidak mendengarnya, rapal Vano dalam hati.
.
.
.
.

Pasar malam, ya mereka berdua berada di pasar malam dekat asrama. Abi sibuk dengan dunianya sendiri, sedangkan Vano hanya mengekorinya dari belakang. "Udah lama banget gue gak ke sini, makanannya tambah enak pula."

Vano hanya tersenyum melihat Abi bahagia. Ia harap, laki-laki itu dapat melupakan masalah yang terjadi akhir-akhir ini. "Enak si enak, gak sampe belepotan gini," ucap Vano mengusap sudut bibir Abi.

Abi hanya tersenyum lebar dan kembali sibuk memakan makanannya. Vano menggandeng tangan Abi, mengajaknya naik bianglala. "Bagus banget, liat! Asrama kita keliatan dari sini."

Vano menatap lekat orang yang ada di hadapannya, sesekali tersenyum kecil. Kenapa Abi manis banget malam ini, batin Vano menggerutu.

Abi menatap balik Vano, "Kenapa lo liatin gue kaya gitu banget? Ada yang sesuatu di wajah gue?"

"Gada." Vano mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka bersentuhan. Abi juga bisa merasakan deru napas milik Vano.

"Kenapa lo malam ini manis banget?" Mendengar itu, Abi merona. Ia tidak menyangka akan dipuji oleh Vano.

Vano terkekeh pelan, menarik dagu Abi dan mengecup bibir manis yang menggodanya itu. "Lo milik gue, dan bakal gue pastiin. Lo gak akan terluka."

Abi terdiam, masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Tunggu, Vano menciumnya? Barusan? Ini bukan mimpi kan? Pekik Abi dalam hati.

Sebelum Vano sempat menjauhkan wajahnya, Abi sudah terlebih dulu menyatukan bibir mereka.  Pria manis itu mulai melumat pelan bibir Vano. Awalnya Vano hanya diam, kemudian ia mulai membalas dengan mengesap secara bergantian bibir atas dan bawah milik Abi.

Tautan bibir mereka terlepas, menyisakan Abi dengan muka merah padam dan Vano yang mencoba mengendalikan ekspresinya.
.
.
.
.

Di suatu tempat, seorang pria tengah berpikir, "Gimana caranya gue bisa lenyapin dia. Secara, dia udah ada pelindung. Gue gak bisa pakai cara-cara sebelumnya. Bakal ketauan nanti."

Akhirnya pria itu memutuskan untuk pergi ke sekolah di tengah malam. Ia sudah memastikan kalau tidak ada yang melihatnya. Ia lalu melancarkan aksinya.

--

Next?

Because of You || Harukyu ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang