Jian keluar dari mobil merah kakak sepupunya, Arjuna. Pagi tadi ia meminta tolong untuk diantar ke sekolah, karna sedikit terlambat bangun, takut angkot yang biasa ia naiki sudah berangkat duluan dan kebetulan saja Arjuna ada kelas pagi, lelaki itu dengan senang hati mengantarkan Jian.
"Makasih kak Juna."
Lelaki yang bernama Juna mengangguk, "Semangat belajar, cil." Katanya sebelum membawa mobil merahnya pergi dari sana.
Jian berbalik dan tersentak kaget ketika melihat Harraz tepat didepan matanya, "Astaga." desisnya pelan.
"Pagi, Jian." Sapa lelaki itu sembari tersenyum tipis, sedikit gemas dengan Jian yang sekarang mengusap dada menenangkan jantung yang berdebar.
Jian tersenyum, "Pagi, Harraz." Lalu matanya melihat sekeliling, "Kok sendirian, gak bareng Jingga?"
Harraz menggeleng, kini keduanya berjalan bersisian menuju kelas, "Dia berangkat sama ayahnya." jawab Harraz, yang mendapat anggukan pelan dari Jian, "Kalo lo berangkat bareng siapa tadi? Pacar?"
Jian kaget lantas menggeleng ribut, "Bukan kok, tadi kak Arjuna sepupu saya."
Kali ini Harraz yang mengangguk-anggukan kepalanya ketika mendengar jawaban Jian. "Kirain udah punya pacar." Katanya pelan, namun masih terdengar oleh Jian.
"Saya belum pernah pacaran." Ungkap yang lebih muda, membuat Harraz menatap Jian tertarik.
"Beneran belum pernah pacaran?" Tanyanya, dan Jian mengangguk mengiyakan, karna memang dirinya ini jomblo sejak lahir. "Ya ampun, gue kira lo inceran anak-anak." Katanya, "Masa sih belum pernah pacaran? Lo manis, lo lucu, lo baik, ganteng juga, pinter iya, gak habis pikir. Mungkin orang-orang pada minder sama lo, Ji."
Iya, Harraz, oke cukup memujinya. Harraz tidak tau saja kaki Jian sudah melemah, kalau-kalau tidak menguatkan pijakannya bisa saja ia jatuh terduduk.
Lalu yang dilakukan Jian hanya tersenyum simpul, guna merespon ucapan Harraz yang membombardir diri Jian dengan pujian, namun wajah yang bersemu tidak bisa Jian sembunyikan, membuat Harraz terkekeh ketika menyadari ucapannya tadi.
Jian itu manis.
Untuk ukuran laki-laki sebayanya, Jian sangat manis, dengan mata tajam dan sipit bak serigala, lalu gigi kelincinya yang menambah kesan sempurna pada wajah Jian, namun tingkah lelaki itu mirip seperti anak kucing. Harraz jadi gemas sendiri dibuatnya.
Dua lelaki ini menaiki tangga menuju ke kelas yang memang bersebelahan, namun melihat Harraz dan Jian yang berjalan bersisian seperti ini tentu saja mengundang pertanyaan dari siswa lain, rumor bahwa Jian menyukai Harraz saja belum mereda, sekarang terbitlah rumor kalau Jian mencoba mendekati Harraz. Jian hanya pasrah kalaupun Jingga mendatanginya nanti.
"Masuk kelas dulu ya, Raz." Ucap Jian ketika sudah berada didepan kelasnya.
Harraz mengangguk, dan menepuk bahu Jian pelan, lalu tangannya itu dengan kurang ajar mengusap kepala bagian belakang Jian, membuat matanya membola kaget. "Belajar yang rajin." Katanya, lalu berlalu menuju kelas tanpa menoleh lagi pada Jian yang terdiam ditempatnya.
.
."Gila, lo hutang penjelasan sama kita anjir." Jendra yang melihat bagaimana perlakuan Harraz tadi pagi terus saja menanyai Jian berbagai pertanyaan yang sekiranya dapat meredakan rasa penasarannya.
Wella pun begitu, sejak Jian masuk ke kelas tadi, gadis itu tak henti-hentinya menutup mulut tak percaya dengan apa yang ia lihat didepan kelas. Jian itu kalau sudah niat, Harraz pun bisa dia dapatkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dreams
FanfictionHajeongwoo area. Book kedua untuk kisah Harraz dan Jian yang belum selesai, atau bahkan belum dimulai sama sekali. Kalau kata Jendra, mimpi itu kebalikan dari dunia nyata, bolehkan Jian berharap lebih kalau suatu saat Harraz bisa melihatnya sebagai...