What's wrong with Harraz?

1.3K 265 84
                                    

Baru saja Jian sampai di kelas, namun tatapan horror milik Jendra dan Wella seakan mengintimidasinya. Jian mengerjapkan mata heran, apa ia berbuat salah sampai dua temannya ini terlihat tidak bersahabat pagi ini. "Kalian berdua kenapa?" Sembari menaruh tas dimeja, Jian duduk dengan kikuk.

"Lo ngapain deket-deket sama Dwiki?" Tanya Wella to the point.

Jian mengerutkan dahi, namun mengangguk-anggukan kepala setelahnya ketika tau mungkin yang Wella maksud adalah kejadian kemarin ketika Jian pulang bersama Dwiki, "Emang apanya yang salah?"

Jendra yang sedari tadi hanya diam memperhatikan mulai menghela nafas pelan, "Lo sadar gak sih, bisa aja Dwiki naksir lo."

Jian tertawa, yang benar saja pikirnya. "Mana ada sih, ngaco." Tawa Jian langsung mereda kala dua temannya ini memberikan tatapan datar, tanda bahwa ucapan mereka tidak main-main.

"Jadi saya harus gimana?" Tanyanya, "Saya juga baru deket kemaren, masa dia langsung naksir."

Wella yang mendengarnya memutar bola mata malas, "Bisa aja dia naksir lo udah lama." Jawabnya, "Tapi ya, Ji, lo bisa manfaatin kesempatan ini."

Jendra dan Jian menatap Wella penasaran, "Maksudnya gimana?"

Gadis itu membenarkan duduknya, dengan Jendra dan juga Jian yang memperhatikannya dengan seksama, "Kemaren kan gue sama Jendra berspekulasi kalo Harraz naksir lo, nah mumpung lo lagi deket sama Dwiki, kita bisa liat tuh Harraz beneran suka sama lo apa ngga."

"Caranya?"

"Bikin Harraz cemburu."

Jian dan Jendra mengangguk-anggukan kepala mengerti, namun Jian dan perasaannya yang yakin kalau Harraz tak menyukainya tetap saja merasa kalau cara ini tak akan pernah berhasil. Harraz tak akan cemburu, yang benar saja. Lelaki itu masih memiliki pacar, tak mungkin menaruh cemburu pada orang yang mendekati Jian. "Saya rasa, ini gak bakalan berhasil."

Wella menepuk lengan Jian pelan, "Dicoba dulu, kita gak bakalan tau kalo belum nyoba."

.
.

Jian menghela nafas pelan kala matanya menangkap keberadaan Harraz di ruang koperasi sekolah, Jian bukannya ingin menghindari Harraz, tapi ia sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak mengganggu hubungan lelaki itu dengan Jingga. Takutnya kalau sering bertemu, kejadian-kejadian dimimpinya itu malah terjadi di dunia nyata.

"Hai, Harraz?" Sapa Jian akhirnya, tak mungkin juga ia mengabaikan Harraz yang sudah jelas melihatnya.

Harraz tersenyum, "Ji, mau ngeprint tugas?"

Jian tertawa canggung, lantas mengangguk sebagai jawaban, "Harraz masih lama?" Tanyanya.

Harraz mengangkat alis, mungkin menerka-nerka waktu yang mungkin ia habiskan disana, "Lumayan kayaknya." Harraz melihat Jian lagi, "Lo mau cepet? Kalo lagi buru-buru mah duluan aja, gapapa."

"Eh, nggak Harraz, duluan aja. Gak lagi buru-buru kok."

Harraz menunjuk kursi panjang tak jauh dari mereka, "Duduk dulu, Ji. Takutnya masih lama, capek berdiri." Katanya, dan Jian mengikuti ajakan Harraz untuk duduk disana, tak lupa melihat kanan kiri takutnya Jingga datang tiba-tiba.

"Ji, gue boleh tanya sesuatu?" Harraz menatap Jian lekat, entahlah Jian mendadak gugup karenanya, tak biasa Harraz melihatnya seperti ini.

Jian tersenyum simpul, lalu mengangguk, "Tanya aja."

Jian memperhatikan gerak-gerik Harraz yang terlihat begitu tak tenang, "Lo deket sama Dwiki, ya?"

Dreams Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang