That night

1.3K 245 117
                                    

Flashback, malam sebelum wajah Harraz dan Dwiki bonyok.

.

.

Harraz melemparkan kunci mobil diatas meja hingga menimbulkan suara yang nyaring, menarik perhatian pengunjung lain melihat kearahnya. Dwiki yang menjadi tujuan Harraz sedikit terkejut, ia langsung bangkit tak terima dengan sikap Harraz barusan.

"Apaan anjing." Katanya.

Menarik kerah jaket yang Dwiki kenakan, Harraz menatap lelaki itu nyalang. "Lo yang apaan anjing, kenapa lo deketin Jian?"

"Lah, dianya juga masih sendiri, apa hak lo ngatur-ngatur?"

Satu pukulan keras Dwiki terima membuatnya tersungkur jatuh, beberapa orang yang ada mencoba melerai, namun tak ada yang bisa menghentikan marahnya Harraz pada sang teman sekelas. "Lo beneran bangsat ya, Ki." Teriaknya tepat didepan wajah Dwiki, "Lo nyuruh gue deketin Jingga buat ini? Supaya lo bebas deketin Jian? Anjing lo."

Dwiki meraba sudut bibirnya yang terasa nyeri, "Lagian kalo lo suka, kenapa gak gerak anjing?!" Teriaknya, "Emeng Jian bakalan tau lo suka dia, hah? He deserve orang yang bakal perjuangin dia, bukan orang yang cupu kayak lo."

Lagi dan lagi pukulan keras Harraz layangkan pada Dwiki, merasa tak terima, Dwiki balas memukul Harraz mengenai wajahnya beberapa kali. Namun, Harraz yang benar-benar marah tak tinggal diam, ia bahkan mendorong Dwiki berapa kali membuat lelaki itu tersungkur.

"Ambil mobil lo itu, sat. Gue gak butuh."

Harraz pergi dengan amarah yang meluap-luap.

.

.

Dengan pikiran kalut, Harraz memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin Dwiki bertindak lebih jauh lagi, Harraz harus menyelesaikan semuanya malam ini. Maka tempat yang ia tuju sekarang adalah kediaman Jingga, gadis yang beberapa minggu terakhir menjadi pacarnya.

Tak begitu lama Harraz sudah berada di halaman rumah Jingga, pintu utama segera terbuka, menampilkan gadis cantik dengan rambut terurai panjang. Jingga dengan cepat menghampiri Harraz, "Kok gak bilang mau ke rumah?" Katanya, Harraz masih diam memandang gadis itu dengan raut sedih. "Muka kamu kenapa?" Tanyanya lagi, langsung mendekat untuk melihat lebam diwajah Harraz dengan jelas.

"Kita putus."

Jingga diam sejenak, wajahnya benar-benar datar usai Harraz memutuskannya. Matanya masih menelisik luka Harraz, "Aku obatin lukanya dulu." Gadis itu berbalik, namun sebelum berjalan lebih jauh, Harraz segera mencekal pergelangan tangannya.

"Maaf, dari awal gue deketin lo atas dasar taruhan sama Dwiki." Harraz diam sejenak, "Tapi malem ini semuanya udah selesai, Ngga. Taruhan gue sama Dwiki, hubungan kita, semuanya selesai malem ini."

Jingga berbalik, menatap Harraz lagi, "Sekarang kamu udah dapetin yang kamu mau, Raz?"

Harraz menggeleng cepat.

"Perasaanku cuma mainan, ya?"

Harraz menggeleng lagi, "Jingga, gue minta maaf yang sebesar-besarnya."

Jingga tertawa sarkas, "Emang maafmu itu bisa memperbaiki semuanya?" Tanya gadis itu, Harraz masih diam, memang pantas ia dimarahi, dan ia tak akan menolak kalau Jingga akan menamparnya atau meluapkan semua emosinya pada Harraz. "Karna Jian, ya?"

Mendengar nama Jian yang disebut, Harraz yang semula menunduk lantas menaikkan pandangannya, "Gak ada hubungannya sama Jian."

"Kamu pikir aku gak tau kalo selama ini cuma dijadiin bahan taruhan?" Tanya Jingga yang langsung membuat Harraz menaikkan alisnya. "Aku nerima kamu, karna aku pikir kamu bisa beneran suka sama aku. Tapi ternyata susah ya, Raz?"

Dreams Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang