Suara riuh kelas Jian sudah bisa terdengar bahkan dari luar kelas, lelaki itu menggelengkan kepalanya pelan, memaklumi kelakuan teman sekelasnya yang bisa dibilang bar-bar.
Baru saja ia melangkahkan sebelah kakinya, semua pandangan seisi kelas mengarah padanya, membuat Jian bingung bukan main. "Saya-kenapa?" Tunjuknya pada diri sendiri, lalu berjalan menuju mejanya dengan menunduk.
David sang ketua kelas tersenyum, "OSIS ngadain pertandingan basket antar kelas sabtu nanti, Ji." Ucapnya, "Kelas kita masih kurang satu orang nih, lo mau, ya?"
Jian tentu saja menggeleng ribut, "Gak mau." Jawabnya cepat, "Kamu sendiri kan tau, waktu ambil nilai materi basket kemarin saya ngulang hampir 3 kali."
Terdengar helaan nafas dari barisan lain, Ismail teman sekelasnya mendekati, "Ji, lo gak harus pegang bolanya." Ucapnya, membuat Jian semakin bingung, "Disini kita udah punya Guntara, Pangestu sama David yang jago, kita cuma kekurangan anggota, gue dari awal udah rekomendasiin lo karna lo tinggi, kalo udah di lapangan nanti lo mau lari sana sini juga terserah lo, yang penting orangnya cukup."
Jian bingung, ia menoleh kearah Jendra, "Ikut aja." Katanya, dan setelah itu Jian mengangguk menyetujui, membuat yang lain bisa bernafas lega karna kelasnya tidak jadi mendapat denda.
Wella yang duduknya didepan Jian menoleh, "Selesai pertandingan nanti, gue traktir nasi padang." Ucapnya membuat Jian tersenyum senang.
.
.Semua kelas sepertinya sedang jam kosong, mengingat para guru sedang mengadakan rapat untuk ulangan semester nanti.
Jian bersama Wella dan Jendra berada didepan kelas, menonton anak kelas 12 yang sepertinya sedang latihan basket.
"Kak Yasa cakep banget, ya." Ucap Jendra tiba-tiba, membuat Wella dan Jian menoleh.
"Yasa Kumbara?" Tanya Jian.
"Bahkan gue lebih kaget lo tau kak Yasa Kumbara daripada Jendra yang muji kak Yasa." Ucap Wella yang tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. "Gue pikir selama ini lo cuma tau anak kelas kita doang."
Jian jadi ingat, di mimpinya itu, Wella menyarankan Jendra untuk mendekati kak Yasa Kumbara agar tidak di jodohkan oleh orangtuanya. Jian tentu saja tidak tau jelas tentang kakak kelasnya itu, ini semua tentang mimpi yang ia alami beberapa hari kemarin.
Rasanya benar-benar aneh.
"Harraz tuh." Ucap Jendra, membuat Jian yang melamun jadi ikut melihat kearah pandangnya.
"Jadi bener ya, Ji, lo naksir Harraz?" Tanya Wella.
"Suka doang."
Wella terlihat senang, "Mau gue bantu gak?"
"Gak!" Jawab Jian spontan membuat Jendra dan Wella terkejut. "Maksud saya, gak usah gapapa, dia juga udah punya pacar. Perasaan saya cuma suka doang bukan mau jadi pacarnya."
"Ya, setidaknya kan Harraz tau kalo ada lo yang suka dia."
Jian menggeleng, "Jangan deh. Saya takut Jingga marah."
Jendra menoleh, "Apa yang lo takutin?"
"Dilabrak?" Ucap Jian yang merasa tidak begitu yakin.
Jendra tertawa, lalu menunjuk Wella disebelahnya, "Temen lo ini wonder woman, kalo lo dilabrak, Wella pasti bakal bales dendam." Dan Wella mengangguk membenarkan ucapan Jendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dreams
FanficHajeongwoo area. Book kedua untuk kisah Harraz dan Jian yang belum selesai, atau bahkan belum dimulai sama sekali. Kalau kata Jendra, mimpi itu kebalikan dari dunia nyata, bolehkan Jian berharap lebih kalau suatu saat Harraz bisa melihatnya sebagai...