Pagi-pagi sekali Cristal sudah disibukkan dengan berkas, untungnya semalam teman yang dikenalkan Friska mengajarkannya banyak hal lewat telpon, dengan cepat otaknya menyerap semua pengetahuan yang baru ia pelajari itu.
Buktinya sekarang, ia dengan teliti membaca dokumen untuk rapat dengan client penting nanti siang. Setelah selesai dan merasa tak ada yang salah dengan semua dokumen itu, ia menghela nafas lega.
Ia melirik jam dinding dan melotot karena sepertinya ia kepagian. Pukul 06:35, pantas kantor sangat sepi.
Helaan nafas panjang kembali keluar dari bibir merahnya, ia bangkit dan berniat untuk berjalan-jalan di gedung besar ini. Hari keduanya disini dan dia bahkan tidak tau dimana letak toilet.
Saat keluar dari ruangan Beca, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling, ia mengerutkan dahinya saat menyadari lantai ini hanya diisi empat ruangan jika termasuk dengan ruangannya. Ruangan Beca, ruangannya, ruangan Val dan ruang arsip diujung sana.
Ia melangkah kaki kearah lift, dan saat memasukinya ia merasa tertarik dengan lantai paling atas. Dengan ragu, jarinya menekan tombol bertuliskan angka 8.
Saat pintu lift terbuka, seketika ia terpukau dengan pemandangan yang terpampang jelas di matanya.
Kakinya kembali melangkah, mendekat kearah besi pembatas dan semakin terpukau saat melihat pemandangan kota dari atas. Gedung-gedung lainnya yang berdiri tegak disamping, dibelakang dan didepannya membuatnya takjub. Ia menunjukkan kepalanya dan bergidik ngeri saat melihat tanah yang jauh dari pandangannya.
Ia mengedarkan pandangannya dan menganggukkan kepalanya, ternyata Rooftop gedung ini hanya ada parkiran helikopter dan sebuah bangku. Ia memilih duduk di bangku itu dan menatap langit yang sudah terang.
Senyum tipis terukir di bibir merahnya, matanya menatap nanar langit lalu menghela nafas berat.
'Jangan ambil bundaku... kumohon.' gumamnya dalam hati.
Ia masih menatap langit dengan pikirannya yang semakin kacau.
Setelah selesai belajar banyak hal semalam dengan teman Friska, ia mendapat kabar bahwa Ibunda tercintanya kini semakin memburuk kondisinya.
Bagaimanapun juga ia harus memberi kabar ini pada adiknya di asrama, karena dia berjanji akan memberi semua informasi tentang kondisi bunda mereka saat ini, sebagai persyaratan agar adiknya mau masuk asrama dan melanjutkan pendidikannya disana.
Sekarang, ia bingung bagaimana cara menyampaikan hal berat ini. Mengingat adiknya yang terlalu menghawatirkan sang ibunda, membuatnya tambah gusar.
Dia tak ingin adiknya memutuskan untuk meninggalkan pendidikannya, karena itu pesan bundanya.
'Bahkan jika nanti bunda udah ga ada, jangan ijinkan dia absen dari sekolah hanya untuk menghadiri acara pemakaman bunda. Bunda gak mau, cukup kamu yang membuat bunda merasa bersalah karena tidak bisa menyekolahkan kamu. Jangan dia.' kalimat itu terus terulang.
Ia menopang kepalanya dengan kedua tangan yang meremas rambutnya kasar.
'Kalo kakak sampai sembunyiin sesuatu tentang bunda dari aku, jangan harap aku akan berbicara lagi dengan kakak.' kalimat yang terlontar dari mulut adiknya beberapa bulan lalu membuatnya tambah gusar.
Ia sudah membayar biaya pengobatan bundanya dengan uang yang diberi Beca kemarin, bahkan hutang pada rentenir pun sudah ia bayar.
Tapi tidak membuat seorang Cristal Josephine tenang, hati dan pikirannya masih berkecamuk.
Srekk
Cristal tersentak saat ada sebuah jas putih yang bertengger di kedua bahunya, ia mendongak dan menatap pelakunya. Dan seketika manik coklat dan hitam itu saling beradu, terpancar jelas di manik hitam itu sebuah kekhawatiran yang tak bisa disembunyikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Workaholic Girlfriend
RomanceWoman x Woman Rebeca Georgino Key, pengusaha muda itu butuh seseorang untuk menghangatkan hatinya yang telah lama mendingin. Disaat sedang mencari seseorang yang pas dengan kriterianya, ia menemukan Dia. Dia yang membuat Rebeca jatuh cinta, dan mer...