Twenty-Five

1.2K 134 7
                                    

Pricillia berjalan dengan santai memasuki cafe yang diinformasikan oleh anak buahnya kalau orang yang dia cari ada didalam.

Ia menjadi pusat perhatian karena posturnya yang tinggi dan langsing dengan wajah yang cantik. Banyak yang menatap kagum padanya, banyak juga yang memotretnya secara diam-diam.

Ia tak memperdulikan orang-orang itu dan berjalan menuju kasir.

"Saya ingin bertemu bosmu, panggilkan kesini." ujarnya sembari mengibaskan rambutnya.

"Maaf nyonya sebelumnya sudah membuat janji?" ujar bartender itu dengan sopan.

"Emang bos mu sehebat apa sampai aku harus membuat janji untuk bertemu dengannya?" tanya Pricillia menatap pria itu dengan tatapan angkuhnya.

"Jika belum membuat janji maka tolong datang lagi saat sudah-"

"Panggilkan saja wanita itu kemari dan biar aku tampar wajahnya." potong Pricillia yang sudah jengkel.

"Ada apa ini?" terdengar suara seorang pria yang baru keluar dari pintu dibelakang bartender tersebut.

"Kau bosnya?" tanya Pricillia to the point.

"Bukan saya mana-"

"Panggilkan bos mu kemari secepatnya atau ku hancurkan gedung ini." ujar Pricillia kesal.

"Anda sudah membuat janji dengan nyonya Aquila?" tanya manager tersebut masih mencoba sabar.

"Emang dia sepenting apa sampai harus membuat janji segala? Dia sesibuk apa?" ujar Pricillia dengan senyum mengejek.

"Bahkan petinggi Perusahaan saja meninggalkan pekerjaannya demi menyambut ku, tapi lihatlah ini." ujar Pricillia tak percaya.

"Seorang bos dari sebuah kedai cafe kecil beraninya menyuruhku membuat janji dulu untuk bertemu dengannya?" gertak Pricillia kesal.

"Ada apa ini ribut-ribut?" ujar seorang wanita menghampiri mereka.

"Maaf nyonya Aquila, wanita gila ini ingin bertemu nyonya padahal belum membuat janji." ujar Manager cafe membuat Pricillia tertawa.

"Kau mau mati sekarang atau besok?!" tanya Pricillia sinis.

Ia menoleh pada wanita yang bernama Aquila dengan tatapan angkuh dan arogannya.

"Semut seperti mu berani sekali menampar tuan putri keluarga Georgino, bahkan berani memakinya didepan umum. Kau mau dipermalukan seperti apa agar kau sadar bahwa di atas mu masih banyak orang yang bisa saja menghancurkan cafe kecilmu ini dalam sekejap?" ujar Pricillia sinis.

"Jaga mulut anda! Saya tidak mengenal anda jadi lebih baik anda pergi dengan damai sebelum saya kehilangan kesabaran saya." ujar Aquila tak kalah sinis.

"Coba saja, kalau bisa menyentuh sehelai rambut ku saja kau akan ku anggap hebat." ujar Pricillia penuh penekanan.

Tangan Aquila melayang dan hampir mendarat di pipi wanita itu jika saja sebuah teriakan tidak menghentikannya.

"AQUILA!!!" teriak seorang pria paruh baya di ambang pintu.

"Jangan kau berani sentuh dia sehelai rambut pun!" bentak pria itu berjalan dengan pincang mendekati keduanya.

"Ayah? Kenapa ay-"

Plaakkkkk

Suara tamparan terdengar jelas membuat semua pengunjung dan pelayan cafe itu hening tak bersuara.

Aquila memegang pipinya yang terasa panas karena tamparan keras sang ayah, ia menatap pria yang ia anggap pahlawan dari kecil itu dengan tatapan nanar.

"Kenapa..? Ayah tega menampar ku hanya karena dia?!" teriak Aquila emosi.

My Workaholic GirlfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang