18. Wine and Latte

1.3K 201 62
                                    

Jeffrey mengunci pintu kafe kemudian berjalan pelan menaiki tangga menuju lantai dua.

Menutup pintu kamar lalu duduk di atas kasur dengan tatapan yang masih lurus ke depan.

Tak lama matanya menangkap sebuah kotak berwarna hitam yang berada di atas meja dengan logo sebuah brand terkenal.

Jeffrey berdiri dan mendekat. Perlahan tangannya membuka kotak berwarna hitam itu.

Sepasang sepatu berwarna merah tersimpan rapih di sana.

Sepatu yang akan dia berikan sebagai hadiah natal untuk perempuan yang baru saja mengakhiri hubungan mereka.

Ada perasaan tidak nyaman yang muncul di dadanya membuat Jeffrey meremas bajunya sendiri sambil memejamkan mata. Helaan napas panjang pun ikut lolos begitu saja.

Setelah berusaha menghilangkan perasaan tidak nyaman yang dia rasakan—walaupun tidak berhasil, Jeffrey memutuskan untuk menutup kotak sepatu itu dan membiarkannya.

Dia membawa tubuhnya keluar kamar kemudian menatap koleksi vinyl miliknya sebelum memilih salah satunya dan memutar piringan hitam itu pada turntable di atas meja kayu panjang, tepat di sebelah kalender dengan tanggal dua puluh lima yang telah dia lingkarkan.

I remember when I first noticed that you liked me back

Jeffrey mengeluarkan bahan-bahan yang dia perlukan dari dalam kulkas kemudian meletakkannya di atas kitchenset bermarmer hitam yang setiap hari selalu dia gunakan.

We were sitting down in a restaurant waiting for the check

We had made love earlier that day with no strings attached

Tangannya dengan cekatan mempersiapkan semua alat lalu mulai meletakkan daging di atas pan.

But I could tell that something had changed how you looked at me then

Laki-laki itu memilih untuk menenggelamkan fokusnya pada daging panggang di depannya.

And I'm kissing you lying in my room
Holding you until you fall asleep

Tatapannya hampa, telinganya tetap mendengar setiap lirik yang mengalun di seluruh ruangan, dan tangannya sesekali bergerak untuk membalik posisi daging.

And it's just as good as I knew it would be

Stay with me, I don't want you to leave

Tepat setelah Jeffrey meletakkan daging panggangnya di atas piring, suara bel dari lantai satu menginterupsi kegiatannya.

Ada papa dan Jeviar di balik pintu kaca yang menjadi pintu utama kafe.

Jeffrey membuka pintu dengan kernyitan halus di dahinya, membiarkan papa dan Jeviar masuk terlebih dahulu.

Jeffrey memeluk adiknya dengan tatapan yang masih cukup kaget. "Jev? Kapan sampe?"

"Baru banget sampe."

Papa memperhatikan anak sulungnya yang masih memakai baju santai. "Kamu ngapain aja dari tadi, Bang? Gerbang depan nggak ditutup terus diteleponin juga nggak diangkat-angkat?"

"Eh? Papa telepon?"

Pria paruh baya itu mengangguk. "Papa habis jemput Adek dari bandara terus telepon kamu biar langsung ke rumah Eyang tapi enggak diangkat."

Jeviar menatap sekeliling ruangan kafe yang sepi. Hanya lampu di sudut ruangan yang digunakan untuk menerangi ruangan itu sehingga penerangannya cukup tamaram.

"Lo abis masak daging ya?"

"Iya, ini baru banget selesai masak."

Papa menghela napasnya. "Kenapa masak, Bang? Kita kan mau dinner di rumah Eyang."

La Nostra CasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang