Drrttt ....
Pandangan Alona berpindah pada handphone yang bergetar di atas meja.
Bunda is calling ....
Kebetulan yang tepat! Alona sedang tersesat dan tidak tahu arah jalan pulang.
Bantuan telah datang, Alona ingat sosok Rahma adalah bunda dari Alona. Digambarkan sebagai sosok baik hati, ramah dan penuh kasih sayang.
"Alona!" teriak seorang wanita yang Alona yakini adalah Rahma.
Buru-buru ... Alona menjauhkan benda pipih itu dari telinganya.
"Iya, Bunda?" jawab Alona berhati-hati.
"Kamu ada masalah sama Dennis?"
"Nggak ada."
"Lalu di mana kamu sekarang?"
Pertanyaan yang tepat.
"Itu dia, Bun. Aku juga nggak tahu, aku ada di mana sekarang."
"Alona, kamu benar-banar, ya. Cepat share lock, biar Bunda jemput."
"Oke, Bun. Terima kasih hehe."
Menunggu jemputan sang bunda, Alona hanya duduk selonjoran sambil menikmati es lilin dengan nikmat.
Langit berawan siang ini terlihat begitu indah, suasana yang cocok untuk bersantai. Hanya saja, udara terasa cukup panas dan menyengat kulit.
Tit ... tit!
Suara klakson mobil terdengar, bersamaan dengan mobil yang terasa akrab berhenti beberapa meter di depannya.
Kaca mobil terbuka, menampakan rupa sang pengemudi.
"Buruan naik!" katanya lantang.
Alona segera bangkit dari duduknya, mengucek mata beberapa kali.
"Kenapa Dennis bisa ada di sini?"
"Lo, kok ---?"
"Tante Rahma, nyuruh aku buat jemput kamu di sini."
Alona tidak menduga, bahwa Rahma malah mengirim Dennis padanya. Padahal, Alona sedang menyusun ribuan strategi untuk menghindari pria itu, yang berarti menghindari kematiannya juga.
Dengan langkah malas, Alona mendekati mobil Dennis yang terlihat mewah.
"Duduk di depan," kata Dennis heran. Ekor matanya bergerak mengekori Alona, ia mengambil posisi duduk di kursi belakang.
"Nggak ah," jawab Alona singkat.
"Kamu marah sama aku?"
Alona tidak menjawab, ia menyandarkan kepalanya pada jendela sembari menatap langit.
"Apa aku punya salah sama kamu?"
Sorot mata Alona melirik kesal pada Dennis. Setelah melihatnya secara langsung, ia menyadari bahwa Dennis yang ia lihat sekarang, seribu kali jauh lebih menyebalkan daripada Dennis di novel.
"Kalau aku punya salah, aku minta maaf."
"Berisik banget," gumam Alona pelan.
"Kenapa kamu tidak memberi jawaban, Alona?"
"Bisakah Anda berhenti berbicara Tuan Dennis, saya muak mendengarnya!" kata Alona sarkas.
***
Mobil sedan hitam itu berhenti di sebuah bangunan bergaya Eropa klasik yang terlihat begitu megah. Ia turun dari dalam mobilnya, dan segera masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Alona (SUDAH TERBIT)
Romance[Juara 3 dalam writing marathon challenge with Cakra Media Publisher] *** Alona diibaratkan sebagai ratu es di sekolah, ia punya segudang prestasi, populer serta wajah yang cantik. Dengan keunggulannya itu, banyak yang menyukai dan cemburu pada Alon...