12 • THE MESSAGE

674 83 0
                                    

"Dia nggak sadar siapa dia, atau gimana, sih!" kesal Alona. Ia duduk di depan mini dan menikmati satu cup kecil es krim rasa durian.

Alona melirik ponselnya yang terus berdering. Dua nama yang terus saja muncul di sana.

Bajingan dan Muthia.

Alona sedang tidak ingin mendengarkan pria mengesalkan itu, apalagi melihat wajahnya lagi.

Sementara, Muthia?

Alona sedang merasa, bahwa dirinya dalam suasana hati yang buruk. Ia takut jika menjawab panggilan tersebut, bisa saja Alona menyalahkan Muthia.

Padahal, jelas-jelas Dennis si brengsek itu yang kurang ajar.

"Padahal dia yang tukang selingkuh! Malah, gue kira dia bakal setia banget sama Bella, dan nggak akan ngelirik wanita lain. Tapi, lihat apa yang terjadi ... gue malah ketemu dia di club malam. Selain Bella, pasti simpanan tuh buaya darat banyak!"

Sedari tadi, Alona tidak henti-hentinya ngedumel. Yang jelas, dengan melakukan itu suasana hatinya sedikit lebih membaik.

"Lain kali, gue boleh nebeng lagi, nggak?"

Entah karena alasan apa, Alona jadi teringat pembicaraannya dengan Mario malam itu.

"Apa, gue nggak mengganggu dia?" tanya Alona khawatir.

Ia mengambil ponselnya, mengabaikan panggilan tidak terjawab dari Dennis dan Muthia.

Dengan cepat, Alona menekan nomor Mario. Sambil menunggu panggilan terhubung, Alona mendekatkan ponsel ke telinga.

"Huh! Kelihatannya, dia sibuk."

Tidak ingin Mario salah paham, Alona bergegas mengetik pesan.

Alona.
Sorry gue ngehubungin
lo, Pak Dokter. If you have
a free time, please reply me.

Setelah mengirimkan pesan tersebut. Alona langsung mematikan ponselnya.

"Ishh, gue malu banget! Tapi, apa Mario bakal balas pesan gue?"

Alona mengusap dadanya, mencoba menenangkan diri dari kepanikan hanya karena sebuah pesan singkat itu.

Berkat itu, setidaknya ia sedikit lupa insiden sial yang ia alami beberapa jam yang lalu.

***

Baru kali ini, Alona merasa sakitnya membawa berkah. Sejak bangun tidur tadi pagi, ia merasa tidak enak badan dan memilih untuk tidur saja seharian di kamar.

Sekaligus mengurung diri, Alona tidak ingin Rahma tahu pipi bengkaknya. Berkat sakitnya itu, Alona mengambil satu hari libur dari aktivitas rutinnya yaitu, mengajar.

Alona terbangun kembali, pukul 02.12 siang, ia melihat nampan berisi bubur yang telah dingin dan segelas air putih terletak di sana.

Melihat hal tersebut, ia tahu betul seberapa peduli sang bunda pada Alona yang sudah berusia 24 tahun.

Alona menerima banyak cinta dari orang tuanya. Namun, dengan mudahnya Dennis menyakiti Alona tanpa rasa bersalah dan menyesal sedikitpun.

Ia meraih mangkok bubur itu, meskipun telah dingin, Alona menyantapnya dengan nikmat. Bahkan, tidak bersisa sedikitpun.

Meletakan mangkok kembali di atas nakas, Alona melihat ponselnya berjarak hanya sekitar beberapa sentimeter.

Another Alona (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang