Suara hujan yang semakin deras itu membuat air mata gadis cantik, yang tengah duduk sendirian mengalir makin menjadi-jadi.
Dengan kepala menunduk ia terisak, sementara tangan kanannya berusaha menutupi pipi kemerahan yang terlihat melepuh itu.
"Gue muak sama dunia ini," katanya.
Pupil matanya bergerak ke arah jam tangan berwarna hitam yang sudah tidak berfungsi.
Untuk memastikan tepatnya pukul berapa sekarang, ia merogoh ponselnya yang berada di saku celana.
Jam menunjukan pukul 23.25.
Terlalu larut malam untuk gadis sepertinya berkeliaran di luar rumah.
Tidak ada telepon atau pesan khawatir yang menanyakan keberadaannya, seolah ia tidak pernah diinginkan ada di dunia ini.
Setelah merenung beberapa detik, ia mencoba menghubungi salah satu kontaknya.
Tidak butuh waktu lama, panggilan terhubung.
"Bayu, lo bisa ---" katanya terputus.
"Halo, Alona ... ini gue Jasmine." Suara bernada lemah lembut terdengar menyahut dari seberang telepon.
"Ehh, kok lo ... kenapa bisa lo yang jawab hapenya Bayu?" Gadis bernama Alona itu mengerutkan kening, bingung.
"Bayu lagi tidur, karena telepon dari lo makanya gue angkat, kali aja penting."
"Bayu selarut ini di rumah lo, dia nginap?" tanya Alona spontan.
"Iya, tapi jangan salah paham. Dia nginap sama temen-temen yang lain, kok." Jasmine menjawab tenang dan ramah.
"Oh, okeee ---"
Alona diam beberapa saat, mendadak ia melamun tanpa alasan.
"Alona, ada yang mau lo sampaikan lagi nggak, nih?" tanya Jasmine membuyarkan lamunan Alona.
"Ehhh, emm itu ... gue boleh nginap di rumah lo juga nggak?"
"Sekarang?"
"Iya."
"Oke, boleh kok. Kenapa enggak?"
***
"Eh, cewek ... mau kemana sendirian aja?"
Alona menghentikan langkah kaki, ia pun menoleh ke belakang dengan hati-hati, dan nampak terkejut saat mendapati dua lelaki berusia kira-kira 30 tahunan dengan tampang mesum mencoba mendekatinya.
Dengan gugup Alona mencoba meraih ponsel yang berada di saku celana.
"Kami mau kenalan aja loh Dek, jangan ketakutan gitu."
Alona melangkah mundur teratur dan hati-hati.
Mata Alona membulat sempurna, bersamaan dengan tubuhnya yang terlihat membeku di tempat. Tepat, ketika sebuah tangan terasa mengelus pundak intens.
Alona menolehkan kepala ke arah kanan dengan tubuh bergetar hebat.
"Kita main bentar ya, Dek," katanya parau, bau minuman keras menusuk indra penciuman Alona.
Alona refleks mendorong tubuh pria itu, hingga membuatnya jatuh ke tanah.
Tanpa pikir panjang, Alona segera mengambil langkah seribu. Berlari di antara gerimis tengah malam ini.
Alona tidak berani menengok ke belakang, suara langkah kaki yang mengejarnya itu terdengar sangat menakutkan.
"Tolong!" teriak Alona frustasi.
"Tolong ... tolong .... "
"Awww!" Alona menjerit ketika rambutnya tiba-tiba ditarik. Salah satu pria berhasil mengejarnya.
"Lepasin gue, tolong ...!"
Plak!
Satu tamparan itu, membuat Alona jatuh tersungkur ke tanah. Ia meronta ketika tiga pria itu menatapnya dengan pandangan begitu bejat.
Gabis bertumbuh ramping seperti dirinya berusaha sekuat tenaga melawan. Ketiga pria itu menariknya menuju semak-semak terdekat yang tentunya tersembunyi dari keramaian.
"Tolong ...." Alona tidak sanggup lagi melawan, dirinya melemah bersamaan dengan pakaiannya yang telah ditanggalkan habis.
Alona menutup mata, dalam rasa sakit dan hina yang ia rasakan malam ini.
Alona hampir tidak sadarkan diri, sayup-sayup matanya terbuka. Disertai rasa memar dan nyeri di beberapa bagian tubuhnya.
Dalam keadaan itu, napas Alona tercekat. Ia memaksa kedua matanya agar terbuka dan tetap sadarkan diri.
Alona kesulitan bernapas, matanya membulat sempurna ketika melihat jelas saat salah satu pria tengah mencekik lehernya.
Setelah mengambil kesucian gadis 18 tahun, kini mereka juga ingin merenggut nyawa Alona.
Bukankah dunia terlalu kejam untuknya?
Alona ... hanya bisa menangis tanpa suara. Ia sekarat, Alona berada di ambang kematiannya sendiri.
Malang, bukan?
Perlahan namun pasti, kelopak mata Alona menutup, diikuti denyut nadi yang semakin melemah.
Semuanya gelap, rasa sakit itu seketika menghilang.
"Apa aku sudah mati?" Alona bertanya-tanya.
"ALONA BANGUN!" teriak seorang wanita terdengar.
"Apa aku bermimpi?"
"ALONA!!!! DENNIS SUDAH MENJEMPUTMU!"
"Dennis, siapa itu?"
Alona membuka mata, ketika guyuran air membasahi wajahnya.
"Ahhhh, gue bangun, kok!" kata Alona langsung terduduk di atas tempat tidur.
Sementara, wanita paruh baya itu langsung keluar begitu saja.
"Tapi, tunggu? Gue di mana sekarang?"
Menyadari terbangun di tempat asing, Alona menjadi waspada. Ia meraba tubuhnya yang terlihat baik-baik saja dan sehat.
Dengan hati-hati, Alona bangkit. Ia berjalan lambat dan begitu terkejutnya Alona begitu melihat wajahnya di cermin.
"ARGHHHH, INI SIAPA?!" teriaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Alona (SUDAH TERBIT)
Romance[Juara 3 dalam writing marathon challenge with Cakra Media Publisher] *** Alona diibaratkan sebagai ratu es di sekolah, ia punya segudang prestasi, populer serta wajah yang cantik. Dengan keunggulannya itu, banyak yang menyukai dan cemburu pada Alon...