Awas typo, Sayang.
Sebab, itu menyesatkan..
."Astaga, si Lucky Girl kita ... Alona sayang!"
Sambutan hangat itu, membuat Alona hanya bisa tersenyum canggung. Ia hanya bisa mengekori Muthia dengan tenang, dan sesekali tersenyum kecil pada orang-orang yang menyapanya.
Alona jelas tidak kenal mereka. Meskipun ia ingat jelas siapa tokoh-tokoh dalam novel Love and Tears beserta watak dan karakter mereka.
Namun, jika dihadapkan secara langsung. Alona akan buta, sebab ini bukanlah cerita bergambar, sehingga Alona tidak bisa mengenali setiap orang.
Keramaian jelas membuat Alona makin khawatir, ia takut kalau saja gerak-geriknya malah terlihat mencurigakan.
Tiba di sebuah meja yang telah ditempati beberapa orang, membuat Alona menunduk. Menghindari tatapan orang-orang kearahnya.
Alona hanya perlu duduk sebentar, berbincang basa-basi, makan, kemudian pulang.
Simpel sekali. "Lo pasti bisa, Alona!" batinnya yakin.
"Wow, akhirnya setelah sekian tahun ... Alona hadir juga."
Dia adalah wanita yang sama, yang melontarkan sambutan hangat padamya pertama kali.
"Calon-calon nyonya muda nih," timpal salah seorang wanita berambut bob yang duduk di hadapannya.
"Jelas dong, Alona sekarang udah high class. Secara tunangan dia' kan seorang Dennis Gevano, CEO tampan, muda nan kaya raya," sahut Muthia lantang. Terdengar sengaja pamer di hadapan teman-teman sekelas mereka.
Alona menyikut lengan Muthia, membuat sang sahabat menoleh ke arahnya.
"Kenapa?" tanya Muthia singkat.
"Gue malu, ih," jawab Alona jujur.
Lagi pula, Alona sama sekali tidak bangga bertunangan dengan seorang Dennis. Dia hanya lelaki brengs*k ciptaan sang Penulis yang dibuat untuk menyakiti Alona.
"Kenapa malu, orang itu kebenarannya?" Muthia kembali bersuara.
"Iya, Al. Malah gue speechless banget pas tahu lo tiba-tiba tunangan. Lo dapat manusia speak kayak Dennis dimana sih? Gue juga mau kali," balas satu orang lainnya, ikut menimpali.
"Dasar janda gatal lo, Res," cerca salah seorang pria dengan nada bercanda. Membuat beberapa orang terkekeh geli.
Tapi, tidak dengan Alona, ia hanya bingung di tengah-tengah situasi yang terasa tidak akrab baginya ini.
Alona tidak ingat pernah membaca ada scane dimana ia, menghadiri reuni SMA di novel. Apa ini, pertanda kalau Alona sudah berhasil mengubah jalan ceritanya?
Alona terdiam beberapa saat, ketika pupil matanya bertemu pupil terang milik seorang pria yang baru saja tiba.
"Bisa-bisanya ketua kelas kita telat datang reuni!" tegur salah seorang pria bernama Asep, yang sebelumnya sudah memperkenalkan diri pada Alona.
"Ketua kelas?" batin Alona, sambil melirik sekeliling.
Muthia juga nampak sibuk berbincang dengan Abel---gadis berkacamata di sebelahnya.
"Kalau dia ketua kelas, apa dia yang namanya Mario?"
Alona menatap lekat pria itu, tidak mengalihkan sedikit pun pada objek yang tengah ia tuju.
"Mario, kok telat, sih?" tanya Vivi---wanita yang sebelumnya menyapa Alona pertama kali.
"Tadi, ada operasi mendadak. Jadi, apa boleh buat, tapi setidaknya gue berhadir, ya." Pria bernama Mario itu menjawab ramah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Alona (SUDAH TERBIT)
Romance[Juara 3 dalam writing marathon challenge with Cakra Media Publisher] *** Alona diibaratkan sebagai ratu es di sekolah, ia punya segudang prestasi, populer serta wajah yang cantik. Dengan keunggulannya itu, banyak yang menyukai dan cemburu pada Alon...